Virus Corona

Bahas Nasib Warga Miskin selama Pandemi, Pakar: Nanti Tidak Mati karena Corona, tapi Kelaparan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Kesehatan Masyarakat, Hasbullah Thabrany dalam kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (19/5/2020). Hasbullah Thabrany mengimbau pemerintah untuk benar-benar menjamin kebutuhan pokok masyarakat selama masa pandemi Virus Corona.

TRIBUNWOW.COM - Pakar Kesehatan Masyarakat, Hasbullah Thabrany mengimbau pemerintah untuk benar-benar menjamin kebutuhan pokok masyarakat selama masa pandemi Virus Corona.

Dilansir TribunWow.com, Hasbullah menyebut jika hal itu tidak dilakukan, banyak warga yang meninggal dunia akibat kelaparan.

Ia menyatakan, banyak dampak yang disebabkan karena Virus Corona.

Satu di antaranya yakni banyaknya warga yang kehilangan pekerjaan akibat wabah tersebut.

Suasana pasar Jatibaru Tanah Abang Jakarta Pusat jelang lebaran ramai meski masih dalam pemberlakukan PSBB (Wartakota/ Joko Supriyanto)

Pembeli Tanah Abang Membludak saat Corona, Camat Berdalih Penjual Terpaksa: Semua Kita Lakukan

Pemerintah Lakukan Kajian Relaksasi PSBB, Menteri Bappenas: Bukan Pelonggaran, tapi Pengurangan

Hal itu disampaikan Hasbullah melalui kanal YouTube Talk Show tvOne, Senin (19/5/2020).

Pada kesempatan itu, Hasbullah mulanya mengomentari soal kebijakan pemerintah yang mulai membuka angkutan transportasi.

Menurutnya, sejak awal seharusnya pemerintah betul-betul menjalankan protokol jika ingin menangani Virus Corona.

"Kalau saya sebagai orang kesehatan masyarakat inginnya dari awal protokol dijalanin, ditegaskan," ucap Hasbullah.

Terkait hal itu, ia lantas menyoroti banyaknya warga yang semakin anjlok perekonomiannya semenjak Virus Corona melanda.

Karena itu, Hasbullah menilai pemerintah harus memenuhi kebutuhan pokok warga yang terdampak Virus Corona.

"Bahwa ada korban, ada ongkos yang kita bayar dalam bentuk sebagian orang tidak punya income, kehilangan income," jelas Hasbullah.

"Mungkin kesulitan makan, di situlah di undang-undang karantina diwajibkan kita memberikan tunjangan."

Presiden Jokowi Tegaskan Belum Berlakukan Pelonggaran PSBB di Tengah Covid-19: Baru Sebatas Rencana

Lebih lanjut, Hasbullah menyebut warga yang kehilangan pekerjaan akibat Virus Corona harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Pasalnya, kini kehidupan warga bergantung pada bantuan pemerintah.

Bahkan, risiko paling buruk yang bakal dialami adalah warga meninggal dunia bukan karena Virus Corona, melainkan akibat kelaparan.

"Ya tapi walaupun tidak karantina, mereka yang kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan harus tetap menjadi tanggung jawab negara, menjamin supaya dia tetap makan," tutur Hasbullah.

"Kalau enggak, ini kita mencegah orang mati karena Virus Corona, dia tidak mati karena Virus Corona tapi mati karena kelaparan."

"Which is itu enggak benar juga," sambungnya.

Melanjutkan penjelasannya, Hasbullah menyebut bantuan bagi warga terdampak harusnya sudah menjadi bagian dari kebijakan yang diambil pemerintan mengatasi Virus Corona.

Menurut dia, hal itu terbukti dari aksi pemerintah daerah (Pemda) yang turun tangan membantu memenuhi kebutuhan warga.

"Iya tapi itu sudah merupakan bagian dari seluruh kebijakan, mengekspansi bantuan sosial, meminta Pemda menambah yang kurang."

"Walaupun di lapangan pasti banyak masalah, enggak akan bisa (100 persen)," tandasnya.

Simak video berikut ini menit ke-4.45:

Bukan Pelonggaran, tapi Pengurangan 

Di sisi lain, sebelumnya Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas, Suharso Monoarfa menegaskan bahwa belum ada keputusan pemerintah dalam melonggarkan PSBB.

Hal itu disampaikan dalam AIMAN di kanal Kompas TV, SeNI (18/5/2020), saat disinggung soal wacana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.

Suharso mengatakan, pemerintah saat ini masih dalam tahap pengkajian rencana tersebut.

• Tanggapi Rencana Pelonggaran PSBB pada 1 Juni, IDI Tekankan Indikatornya dari Segi Kesehatan

"Pertama saya ingin mengoreksi bahwa belum ada keputusan tentang pelonggaran," tegas Suharso.

Sinyal relaksasi PSBB mengemuka, setalah Rapat Terbatas (Ratas), Selasa (12/5) lalu, dimana Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk membandingkan pelaksanaan PSBB dan non-PSBB di wilayah 10 provinsi dengan kasus positif terbanyak.

Saat itu Presiden menyatakan, pelonggaran PSBB harus hati-hati dan tidak tergesa-gesa.

Lalu, Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo juga melempar wacana, membuka tempat ibadah kalau bahaya sudah tidak ada, serta mengijinkan warga berusia 45 tahun ke bawah untuk bekerja kembali di sektor-sektor tertentu.

Lebih lanjut, Suharso mengatakan bahwa pemerintah tidak menggunakan kata pelonggaran dalam wacana relaksasi tersebut.

Melainkan, meggunakan kata pengurangan pembatasan karena pelonggaran dinilai bermakna tanpa pembatasan.

"Dan kami tidak menggunakan kata pelonggaran, tetapi pengurangan pembatasan," ucap Suharso.

"Kalau pelonggaran itu kan seakan-akan pembatasannya sudah tidak ada, tetapi kalau ini pengurangan aja."

"Artinya masih ada yang dibatasi," tegasnya.

• Kasus Corona di Jabar Turun, Ridwan Kamil Sebut PSBB Berhasil dan Putuskan Tak Lagi secara Provinsi

Pihaknya membenarkan bahwa pemerintah saat ini tengah melakukan kajian terkait rencana relaksasi tersebut.

Hal itu merujuk pada kondisi setiap daerah yang memiliki keadaan dan kultur, serta cara hidup masyarakatnya yang berbeda-beda.

Oleh sebab itu ia kembali menegaskan bahwa belum ada keputusan untuk pelonggaran PSBB.

Ia hanya membenarkan bahwa memang ada pelonggran transportasi publik yang telah diputuskan Kemenhub beberapa waktu lalu dan menegaskan untuk tetap melarang mudik.

"Kita memang sedang melakukan kajian bagaimana itu dapat dilakukan, dan bagaimana sebuah daerah apakah itu provinsi apakah kabupaten kota yang masing-masing punya keadaan sendiri," paparnya.

"Nah kondisi sendiri-sendiri ini lah yang akan kita ukur. Cara mengukurnya tentu yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademis dan ada akuntabilitasnya."

"Jadi sekali lagi kita belum melakukan keputusan pelonggaran, yang ada itu adalah pelonggaran transportasi publik."

"Transportasi itu untuk alasan-alasan tertentu, misalnya untuk yang essensial, tugas-tugas negara, dan mudik tetap dilarang," tegasnya. (TribunWow.com)