Virus Corona

Keras Bantah Wiku Sasmito soal Usia 45 Tahun, Ahli Epidemiologi: Itu Risiko Kematian Bukan Penularan

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja di perkantoran di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (4/5/2020). Hingga hari ke-21 pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19. Tribunnews/Irwan Rismawan

TRIBUNWOW.COM - Ahli Epidemiologi Pandu Riono mempertanyakan dasar pada kebijakan masyarakat di bawah usia 45 tahun boleh kembali bekerja.

Seperti diketahui, pada sejumlah daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kegiatan ekonomi tidak dapat berjalan lancar.

Kemudian muncul wacana masyarakat dengan usia produktif dapat kembali bekerja saat PSBB dengan protokol kesehatan tertentu.

Pakar Epidemiologi Pandu Riono mempertanyakan dasar kebijakan 45 tahun boleh kembali bekerja, Rabu (13/5/2020). (Capture YouTube Najwa Shihab)

Usulkan PSBB Pulau Jawa, Pakar Epidemiologi Sebut Lebih Mudah: Bukan Meninggalkan Pulau Lain

Dikutip TribunWow.com, awalnya Ketua tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan kebijakan tersebut.

"Pertama jangan cuma melihat dari satu sisi. Mari kita lihat dalam aturan PSBB," kata Wiku Sasmito, dalam tayangan Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (13/5/2020).

Ia menyebutkan pemerintah sudah melakukan banyak kajian dari berbagai aspek terkait PSBB.

"Yang diatur PSBB ada 11 sektor yang boleh dilakukan. Itu artinya semua umur boleh bekerja 'kan?" ungkap Wiku Sasmito.

"Mungkin maksudnya 11 sektor itu tidak boleh bekerja semuanya, padahal aturannya boleh bekerja," jelasnya.

Ia menyebutkan kelonggaran bagi para pekerja untuk usia di bawah 45 tahun adalah untuk yang berisiko rendah.

"Kita menyarankan agar yang mempunyai risiko tinggi tidak bekerja. Yang memiliki risiko lebih rendah bisa bekerja sesuai dengan aturan PSBB," jelas Wiku.

Menurut Wiku, yang penting adalah mematuhi protokol kesehatan.

"Tetapi tidak melupakan protokol kesehatan dan itu harus dilakukan. Bukan berarti akan timbul penularan," tegasnya.

"Tidak usah pakai data saja sudah jelas," tambah Wiku.

Soroti PSBB di DKI Jakarta, Ahli Epidemiologi Singgung Anies Baswedan: Gubernurnya juga Euforia

Pandu Riono segera membantah dan mempertanyakan dasar penggunaan data usia 45 tahun untuk melonggarkan PSBB.

"Kenapa diatur 45 tahun?" tanya Pandu Riono.

"Tidak tepat menggunakan istilah 45 tahun, tetapi harus tetap menggunakan protokol kesehatan," jelas dia.

Ia juga menyoroti penggunaan data 45 tahun berdasarkan data pasien yang meninggal di rumah sakit.

"Kenapa tiba-tiba ada ide menggunakan data di rumah sakit, yang dirawat di rumah sakit kematiannya tinggi pada usia itu?" tanya Riono.

"Itu akan menjadi alasan untuk mereka yang bekerja," tambahnya.

Meskipun data di rumah sakit menunjukkan usia di bawah 45 tahun berisiko lebih rendah terhadap kematian, bukan berarti tidak berisiko tertular di tempat kerja.

"Seakan-akan kematian di tempat bekerja itu sama seperti yang ada di rumah sakit," ungkap Riono.

"Itu risiko kematian, bukan risiko penularan," tegas ahli epidemiologi ini.

"Mohon diperhatikan, data itu data di rumah sakit atau data di populasi?" tambahnya.

Wacana PSBB Selesai Juni, Pakar Epidemiologi Sebut Jangan Percaya: Perilakunya Masih Amburadul

Lihat videonya mulai menit 5:00

Wacana PSBB Selesai Bulan Juni

Pandu Riono menanggapi wacana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang disebut dapat mulai dilonggarkan pada bulan Juni.

Dikutip TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat dihubungi oleh Kompas TV, Minggu (10/5/2020).

Seperti diketahui, sejumlah daerah tengah menerapkan PSBB demi menghambat penularan Virus Corona (Covid-19).

• Isu Izin Perusahaan Dicabut saat PSBB, Sandiaga Uno Kecam Pelaksanaan: Ide Bagus, Koordinasi Buruk

PSBB tersebut meliputi ditutupnya sejumlah fasilitas publik dan larangan transportasi antardaerah.

Meskipun begitu, Kementerian Koordinator Perekonomian memprediksi PSBB sudah mulai dapat dilonggarkan pada bulan Juni mendatang.

Pandu Riono sebagai pakar epidemiologi kemudian menanggapi wacana tersebut.

"Mereka tidak memodelkan," komentar Pandu Riono.

Ia kemudian mengomentari cara kajian yang dilakukan Kemenko Perekonomian.

"Kemenko Perekonomian itu menetapkan tanggal-tanggal yang mereka tetapkan sendiri," papar Pandu Riono.

"Mungkin mengandalkan pemodelan yang bisa memprediksi tanggal," lanjut dia.

Menurut Pandu Riono, meragukan hasil kajian yang dilakukan Kemenko Perekonomian hanya berbasis data mereka sendiri.

"Kalau ada pemodelan yang sampai memprediksi tanggal, jangan dipercaya karena tidak mungkin," tegas Pandu.

Pandu menilai hasil rapat internal Kemenko Perekonomian tentang skema pelonggaran PSBB tidak tepat.

Ia kemudian mengungkapkan hal-hal yang harus diperhitungkan dalam wacana pelonggaran PSBB.

• Isu PSBB Dilonggarkan, dr Erlina Burhan Punya Permintaan ke Jokowi: Saya Tidak Bisa Membayangkan

"Saya tidak tahu dasarnya apa, tapi sebelum dibuka harus ada memenuhi tiga indikator penting," kata Pandu Riono.

"Yaitu indikator epidemologi, bahwa ada penurunan kasus yang konsisten selama dua minggu dan terus-menerus tidak naik turun," lanjut dia.

Selain itu, ia juga menyoroti tes massal untuk memetakan kasus positif Covid-19 di masyarakat.

Menurut Pandu Riono, minimnya tes Covid-19 dapat membuat data seolah-olah tampak kasus positif menurun.

"Dibarengi dengan peningkatan testing, bukan karena testingnya yang terbatas sehingga kasusnya menurun," kata Pandu.

Ia menambahkan PSBB mulai dapat dilonggarkan jika masyarakat mulai patuh terhadap aturan kebersihan yang berlaku.

"Kedua, adanya peningkatan perilaku penduduk. Misalnya penggunaan masker meningkat, yang mencuci tangan meningkat," papar Pandu.

"Ini yang penting. Kalau dilepas, penduduknya perilakunya masih amburadul seperti sekarang itu akan membahayakan," lanjut dia.

Pandu menambahkan kesiapan fasilitas kesehatan harus diperhitungkan, mengingat ada kemungkinan kasus dapat melonjak kembali setelah PSBB dilonggarkan.

"Yang ketiga, indikator pelayanan kesehatan harus siap," jelas Pandu Riono.

"Jadi kalau nanti ada ledakan baru mereka cepat sekali melakukan itu," tambah pakar epidemiologi Universitas Indonesia ini.

Menurut dia, hal-hal tersebut penting untuk diperhatikan.

"Untuk pelonggaran itu tidak bisa begitu saja tanpa indikator epidemologi dan kesehatan masyarakat," kata Pandu Riono.

"Tanpa itu jangan mimpi mau melonggarkan perekonomian, karena akan membuat masalah lebih besar," tegasnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)