TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengoreksi ucapan dari pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Dilansir TribunWow.com, dari tayangan YouTube Refly Harun, Selasa (12/5/2020), Refly menyebu ada anggapan bahwa Muhammadiyah lebih condong pada pasangan calon Prabowo Subianto dibandingkan dengan pasangan terpilih Joko Widodo (Jokowi) saat Pilpres 2019 lalu.
Menurut Refly Harun keadaan tersebut masih terlihat juga sampai sekarang.
• Kurang Setuju Anggapan Refly Pemerintah Konspirasi, Din Syamsuddin: Gejala dan Gelagat Bisa Dibaca
Untuk memastikan kebenarannya, Refly Harun lalu menanyakan langsung kepada Din Syamsuddin.
Meskipun sudah tidak menjabat lagi di Muhammadiyah, namun Refly Harun menilai sosok Din Syamsuddin sangat melekat dengan organisasi berlambang matahari tersebut.
"Prof ada kecenderungan, mudah-mudahan saya tidak keliru, bahwa dalam kontestasi Pilpres 2019, bahkan 2014 juga, Muhammadiyah sepertinya condong pada pasangan Prabowo Subianto."
"Dan posisi itu agak terlihat sampai sekarang, apa pernyataan itu bisa dibenarkan, atau Prof mau sanggah?" tanya Refly Harun memastikan.
Menanggapi pernyataan sekaligus pertanyaan dari Refly Harun, Din Syamsuddin mengaku tidak membenarkan.
Din Syamsuddin menegaskan bahwa khittah dari Muhammadiyah yakni tidak terlibat dalam politik kekuasaan.
Itu artinya, Muhammadiyah tidak berpihak dalam pemilu, termasuk juga tidak memaksa wargannya untuk mendukung satu kubu.
Namun keterlibatan Muhammadiyah dalam politik adalah sebatas politik moral, yakni memberikan kritik kepada pemerintah ataupun produk dari pemerintah.
Dirinya menegaskan, hal itulah yang menjadi dasar semua warga Muhammadiyah ketika berpolitik.
• Refly Harun Ungkap Sosok Pemimpin yang Dibutuhkan Masa Sekarang, Kharismatis atau Administratif?
"Ya tidak, khittah Muhammadiyah yang diyakini oleh seluruh warga Muhammadiyah, bahwa Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik kekuasan, seperti mendukung atau tidak mendukung seorang calon presiden atau wakil presiden," ujar Din Syamsuddin.
"Tetapi Muhammadiyah dengan amar makruf nahi mungkar terlibat dan aktif dalam politik moral, high politik, maka kalau mengkritik pemerintah menggungat undang-undang itu bagian dari politik moral," jelasnya.
Sementara itu ketika dalam pemilihan umum, Muhammadiyah membebaskan warganya untuk menentukan pilihan terbaiknya.
Meski begitu, Din Syamsuddin tidak setuju dengan anggapan ada perpecahan di Muhammadiyah lantaran berbeda pilihan di pilpres.
Namun dirinya menyimpulkan bahwa warga Muhammadiyah tidak terbelah, melainkan istilahnya terbagi.
"Pada setiap pilpres, Muhamadiyah secara organisasi tidak berpihak.
"Tetapi karena Muhmaddiyah memberikan kebebasan kepada warganya untuk mendukung partai politik tertentu, untuk mendukung calon presiden atau calon presiden tertentu, ya boleh jadi di lapangan itu Muhammadiyah ya bukan terbelah, tetapi terbagi, teralokasi secara proposional," pungkasnya.
• Harun Masiku Diyakini Sudah Meninggal, MAKI Bandingkan China yang Mudah Tangkap Koruptor saat Corona
Simak videonya mulai menit ke-19.14
Din Syamsuddin Bongkar Percakapan dengan Jokowi
Pada kesempatan itu, Din Syamsuddin juga sempat mengungkap pembicaraannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Din Syamsuddin mulanya mengatakan bahwa adanya ketidak seriusan Jokowi dalam melawan tindakan kleptokrasi (pemerintah yang mencuri uang rakyat untuk kepentingan kelompok tertentu) dan oligarki.
Din mengaku, dirinya juga sudah sering membahas percakapan dengan Jokowi terkait masalah tersebut di ceramah-ceramahnya.
"Soal ketaksungguhan termasuk dalam menghadapi kleptokrasi dan oligarki."
"Boleh juga di (channel) ini karena juga sudah sering saya sebut dalam ceramah," ujar Din.
Din menjelaskan bahwa dirinya pernah suatu ketika diundang ke Istana.
Jokowi meminta tolong dirinya untuk membantu memberantas tindakan kleptokrasi misalnya para mafia.
• Kata Rocky Gerung terkait Serangan Menteri kepada Gubernur DKI Jakarta: Saya Enggak Pro Anies
"Beliau itu dulu pernah ya waktu saya waktu saya memimpin PP Muhammadiyah ke Istana."
"Beliau pakai baju militer itu, minta tolong kepada PP Muhammadiyah untuk membantu pemerintah menghadapi dan mengatasi mafia," ceritanya.
Bahkan, mafia itu ada dalam berbagai bidang.
"Dan disebutkannya mafia itu dari satu sampai dengan mafia beras, gula, garam, daging sampai mafia ke penyidikan itu jumlahnya belasan, kami bilang siap," lanjutnya.
Namun, Din terheran mengapa mafia sekarang makin merajalela yang dapat merusak tatanan pemerintahan yang baik.
"Tapi apa yang terjadi mafia merajalela, mafia semakin merajalela," ujat Din.
"Itu mafianya berganti atau mafianya sama prof?," sela Refly Harun.
"Saya bukan mafialogi kita bukan mafiaologui, kriminologi, tapi kenyataanya ada masih kuat, dan ini akan merusak tatanan good governance," kritiknya.
Selain itu, Din menyebut ada pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari Jokowi.
Din menilai itu orang-orang itu bukan penumpang gelap namun memiliki niatan yang salah.
"Yang kedua ternyata ada pihak-pihak yang sebenarnya ingin mencari keuntungan dari posisinya di kehidupan negara ini."
"Terang-terangan bahwa di awal di belakang untuk mendukung sebuah proses jadi bukan free riders, ya malintention," katanya.
• Ahli Epidemiologi Meyakini Target Jokowi Kurva Corona Turun Bulan Mei: Itu Kan Perintah Orang Marah
Mantan Utusan Khusus Jokowi ini menyimpulkan, sebenarnya Presiden ke-7 RI itu sosok yang baik.
Namun, Jokowi disebut tak mampu mengatasi orang-orang di sekitarnya.
"Nah, ini yang pada hemat saya Pak Jokowi itu orang baik saya tahu, saya sering berinteraksi dengan Beliau selama jadi utusan khusus setahun lebih."
"Cuma saya bilang 'Bapak ini orang baik tapi saya lihat Bapak ini tidak mampu mengatasi orang-orang buruk di sekitarnya, Beliau diam saja," ucapnya.
Din menambahkan yang terpenting baginya sempat menyampaikan hal-hal yang benar bagi Jokowi.(TribunWow/Elfan Nugroho/Mariah Gipty)