TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyebut ada ketidakjelasan dalam penetapan status dampak Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, Refly Harun mempertanyakan sebenarnya pemerintah menetapkan status dampak Corona ini, apakah darurat bencana atau darurat kesehatan.
Menurut Refly Harun, kondisi seperti ini menjadikan dirinya merasa bingung dengan prespektifnya, termasuk yang berkaitan dengan cara penegakannya.
• Yakini Pemerintah Tak Mampu Terapkan Lockdown, Refly Harun Sebut Tak Bisa Jamin Stok Bahan Pokok
Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Refly Harun mulanya mencontohkan masalah semrawutnya aturan ojek online dalam penerepan PSBB.
Kementerian Kesehatan dan Menteri Perhubungan bahkan memiliki aturan atau pandangannya sendiri-sendiri yang kontras.
Menurut Refly Harun, ketika dalam kondisi normal memang yang bersangkutan adalah Menteri Perhubungan yang berhak mengatur transportasi, termasuk ojek online.
Namun ketika dalam darurat kesehatan masyarakat, maka seharunya di bawah kendali Menteri Kesehatan.
"Kita harus bedakan dalam kondisi normal dengan kondisi tidak normal, dalam kondisi normal, hal-hal seperti itu diatur oleh Menteri Perhubungan," ujar Refly Harun.
"Tetapi dalam kondisi darurat seperti ini, kalau misalnya statmentnya darurat kesehatan masyarakat maka yang terdepan adalah Kementerian Kesehatan," sambungya.
• Jokowi Bicara 5 Skema Besar Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi Corona, Minta Peran BUMN serta Pemda
Refly Harun kemudian menambahkan ketika ditetapkan sebagai darurat bencana, maka yang bersangungkatan menjadi BNPB, bukan Menteri Kesehatan ataupun Menteri Perhubungan.
Namun dirnya juga mengaku masih belum paham secara pasti permasalahan tersebut.
Karena menurutnya, keduanya mempunyai cara perlakuan dan pemberlakuannya yang berbeda.
"Tetapi ketika ini di-handle oleh dijadikan sebagai status bencana nasional, maka leading adalah BNPB," kata Refly harun.
"Nah saya tidak tahu, sebenarnya prespektif kita ini pendekatannya darurat bencana atau pendekatannya darurat kesehatan, karena itu berbeda sekali pemberlakuan, perlakukannya berbeda," jelasnya.
Refly Harun menilai pemerintah memang sengaja memakai darurat bencana karena dirasa mudah dalam menanganinya, khusunya soal dana.
"Seseungguhnya esensinya darurat kesehatan masyarakat tetapi perlakuannya darurat bencana, karena mudah deployment anggaran, mewajibkan pemerintah daerah berpartisipasi, mengalokasi anggaran di APBD dan lain sebagainya," kata Refly Harun.
"Karena kalau di Undang-Undang penangaggulangan bencana itu lebih jelas, herarki administasi untuk menanggulangi bencananya, tetapi kalau di darurat kesehatan masyarakat tidak terlalu jelas," pungkasnya.
Simak videonya:
Yakini Pemerintah Tak Mampu Terapkan Lockdown
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun secara terang-terangan menyakini pemerintah tidak akan mampu menerapkan lockdown dalam penanganan Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, Refly Harun menilai pemerintah tidak akan sanggup menanggung semua beban dari penerapan lockdown tersebut.
Menurut Refly Harun, diberlakukan lockdown, maka pemerintah wajib memberikan bantuan secara penuh.
Hal itu karena semua aktivitas masyarakat akan benar-benar berhenti.
• Cuhat di ILC, Rahmi Mulyani Tak Bisa Penuhi Janji Ibunya: Dia Bilang Tahun Depan Belum Tentu Ketemu
Sebab itulah yang menjadi pertimbangan pemerintah tidak memilih lockdown, melainkan justru pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Hal ini disampaikan Refly Harun dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (28/4/2020).
"Kenapa? Pemerintah tidak mampu melakukan lockdown bukan karena masyarakatnya yang tidak mau, saya pikir. Karena pemerintahnya tidak mampu melakukan itu," ujar Refly Harun.
"Coba kalau pemerintahnya mampu, misalnya menjamin semua orang bisa makan ya orang dengan suka rela," sambungnya.
Selain menjamin bantuan makanan, pemerintah tentunya juga harus memastikan semua masyarakat mempunyai tempat tinggal yang layak.
"Lalu kemudian mungkin ada masalah-masalah yang kita hadapi kalau dia huniannya terlalu tidak layak misalnya," kata Refly Harun.
"Pemerintah bisa mengatasinya untuk menyediakan tempat-tempat lain untuk sementara ketika lockdown dilakukan."
• Ngabalin Kaitkan Arti Kata Ramadan dengan Akhir Pandemi Corona: Artinya Itu Panas sampai Kekeringan
Namun menurut Refly Harun, hal itu kembali pada ketidakmampuan pemerintah mencukupi kebutuhan rakyatnya.
Ketidakmampuan pemerintah itu tentunya berhubungan dengan faktor ekonomi, termasuk ketersediaan bahan pokok.
Karena meski tidak melakukan lockdown saja, stok pangan dikatakan sudah mengalami defisit.
"Tapi kan kita paham, masalahnya adalah pemerintah tidak mampu, pemerintah tidak mau melakukan hal yang agak radikal karena dia berhitung dampak sosial ekonominya," ungkap Refly Harun.
"Kemampuan pemerintah untuk deploying bahan pokok patut kita ragukan juga," jelasnya.
Lebih lanjut, Refly Harun mengatakan kondisi tersebut menjadi kekhawatiran besar dari pemerintah.
Karena kemungkinan yang akan terjadi justru adanya kerusuhan lantaran ketersediaan stok pangan terganggu.
"Sehingga yang terjadi dikhawatirkan ada kerusuhan dan lain sebagainya. Jadi bukan karena lockdown pilihan yang buruk, kok terkesan seperti dimusuhi," tukasnya. (TribunWow/Elfam Fajar Nugroho)