TRIBUNWOW.COM - Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun memberikan tanggapan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) soal penanganan Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, Refly Harun menjelaskan bahwa Perppu ini tidak hanya mengatur terkait penanganan Virus Corona, melainkan juga dengan dampak yang akan ditimbulkan setelahnya.
Dalam tayangan Youtube pribadi Refly Harun, Rabu (22/4/2020), dirinya mengatakan bahwa dalam Perppu tersebut membahas tentang dampak ekonomi akibat Virus Corona, hingga tahun anggaran 2022.
• Wanti-wanti soal Perppu Virus Corona, Refly Harun: Ada Impunity terkait Penggunaan Uang Negara
Itu artinya semua dampak ekonomi yang disebabkan oleh Virus Corona masih diatur dalam Perppu tersebut selama tiga tahun ke depan.
Termasuk dengan jika adanya utang negara yang digunakan untuk penanganan Virus Corona, andai defisit negara lebih besar.
"Ternyata Perppu tidak hanya meng-address Covid saja, bisa terkait dengan Covid, tetapi bisa juga tidak terkait," ujar Refly.
"Sebagai contoh misalnya, misalnya Covid-nya sudah berlalu, mudah-mudahan cepat berlalu, tetapi dampak ekonominya masih ada, nah Perppu ini masih bisa digunakan sampai tahun anggaran 2022," jelasnya.
"Ini tahun anggaran 2020, 2021, 2022, ya sudah hampir habis masa pemerintah Presiden Jokowi," kata Refly Harun.
Melihat bunyi pasal tersebut, Refly Harun pun beranggapan jika dampak ekonomi yang sangat besar belum akan terselesaikan dalam waktu dekat.
Bahkan jika dalam kurun waktu 3 tahun itu permasalahan defisit anggaran Covid-19 juga belum terselesaikan, bisa saja masih berlanjut pada masa pemerintahan presiden berikutnya.
"Jangan-jangan nanti malah meninggalkan bom waktu bagi presiden berikutnya yang akan dipilih pada pemilihan 2024," ungkapnya.
• Bandingkan dengan Gus Dur, Rizal Ramli Kritik Jokowi di ILC: Memerintah Pakai Aturan, Bukan Imbauan
Refly Harun kemudian menyebut jika pemerintah ingin adanya keleluasaan dalam menentukan berapa defisit anggaran terdampak Virus Corona.
Karena jika mengacu pada APBN, maksimal defisit hanya sebesar 3 persen.
Oleh karenanya, pemerintah tentu harus melakukan utang jika negara mengalami defisit lebih dari 3 persen.
"Jadi intinya adalah dari pasal ini, pemerintah ingin keleluasaan untuk menetapkan defisit anggaran, lebih dari 3 persen, enggak tahu lebihnya berapa, karena memang kesepakatan dengan DPR di APBN adalah defisit maksimal 3 persen,"
"Kalau semakin besar defisitnya, nambalnya dari mana, ya tentu dari utang," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke-1.55
Wanti-wanti Perppu, Refly Harun: Ada Impunity terkait Penggunaan Uang Negara
Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun mewanti-wanti terkait dengan implementasi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) soal penanganan Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yaitu membahas tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Poin yang menjadi sorotan Refly Harun adalah bunyi dari Pasal 27 Ayat 3.
• Di ILC, Fuad Bawazier Blak-blakan Kritik Cara Pemerintah Atasi Corona: Jadi Bahan Olok-olok
Dalam pasal tersebut dijelaskan segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Dalam tayangan YouTube pribadinya Refly Harun, Rabu (22/4/2020), ia menyimpulkan bahwa dalam Perppu tersebut seakan memberikan adanya impunity atau pengampunan terhadap segala bentuk kesalahan.
Bentuk kesalahan di sini yang dimaksud adalah menyangkut dengan penggunaan keuangan negara.
"Hanya yang perlu kita wanti, soal yang sifatnya bahwa Perppu ini memberikan impunity kepada mereka yang terkait dengan penggunaan keuangan negara," ujar Refly Harun.
"Bagaimana mungkin segala biaya yang terkait Perppu ini dianggap bukan kerugian negara," jelasnya.
Refly Harun mengaku tidak mempermasalahkan jika memang penggunaan keuangan negara dilakukan dengan baik.
Namun yang ditakutkan adalah ketika terjadi adanya penyelahgunaan keuangan.
Dirinya kemudian mempertanyakan bagaimana dengan proses peradilannya.
Sedangkan dalam Perppu tersebut dijelaskan bahwa semua keputusan tidak bisa digugat ke dalam hukum, baik secara perdata maupun pidana.
• Bandingkan dengan Gus Dur, Rizal Ramli Kritik Jokowi di ILC: Memerintah Pakai Aturan, Bukan Imbauan
"Ya kalau memang tidak ada korupsinya, bagaimana jika ada korupsinya, kalau ada korupsi tentu ada kerugian negara," kata Refly Harun.
"Karena kerugian negara itu yang menentukan adalah BPK, BPKP, Penyidik, jadi bukan pemerintah sendiri."
"Selanjutnya adalah tidak bisa dituntut, baik secara perdata maupun pidana."
"Mereka yang menjalankan kekuasaannya dengan niat baik, dengan tata aturan perundang-undangan tentu tidak bisa digugat baik secara perdata maupun pidana."
"Tetapi dengan memasukkan ketentuan itu, seolah-olah ingin dikatakan segala tindakan itu tidak bisa digugat, baik secara perdata maupun pidana," sambungnya.
Namun, Refly Harun mengingatkan kembali dengan Undang-Undang tentang korupsi.
Pria berusia 50 tahun itu mengatakan penyalagunaan keuangan dalam situasi darurat bencana, hukumannya tidak tanggung-tanggung, yakni bisa terancam hukuman mati.
"Padahal tergantung, kalau niatnya korupsi, saya katakan dalam kondisi darurat bencana sekarang malah ancamannya hukumannya mati menurut Undang-Undang Korupsi kita," terang Refly Harun. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)