TRIBUNWOW.COM - Nama mantan ketua DPR RI, Setya Novanto dikabarkan masuk dalam deretan narapidana kasus korupsi yang bakal dibebaskan.
Dilansir TribunWow.com, diketahui sebelumnya Meteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly berencana membebaskan sejumlah narapidana untuk mencegah penularan Virus Corona di lingkungan lapas.
Terkait hal itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo pun angkat bicara.
Menurut dia, ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan untuk membebaskan narapidana korupsi, termasuk Setya Novanto.
• Seorang PDP Virus Corona Asal Sukoharjo Meninggal di RS Moewardi, Jubir Minta Warga Jangan Panik
• Alasan Virus Corona Covid-19 Lebih Cepat Menginfeksi Manusia, Ini Penjelasan Ahli
Melalui tayangan YouTube metrotvnews, Minggu (5/4/2020), Adnan menilai alasan Yasonna Laoly untuk membebaskan narapidana korupsi tak selaras dengan fakta yag terjadi di lapas.
"Kalaupun kemudian ada wabah yang menyerang lapas, karena alasan Kemenkumham ini kan masalah kapasitas lapas yang sangat over crowded," ucap Adnan.
"Padahal kalau kita mengacu kepada lapas kasus korupsi kan tidak terjadi situasi seperti itu, itu bukan faktanya."
Pernyataan Adnan itu pun langsung ditanggapi oleh sang presenter.
Bahkan, sang presenter secara gamblang menyinggung nama Setya Novanto yang masuk dalam deretan narapidana korupsi yang diisukan segera bebas.
"Ini bukan maksudnya mengkritik kasus orang per orang, tapi kemudian dari 22 nama itu masyarakat fokus pada beberapa nama," ujar presenter.
"Di antaranya mantan ketua DPR, Setya Novanto 64 tahun. Ini kan kemudian membuat orang menjadi curiga, ini YLBHI juga mengatakan 'Ini bagaikan merampok di saat bencana'."
• Bagikan Puluhan Dus Mie Instan dan Beras saat Marak Corona, Hotman Paris: Uang Tabungan Fritz
Mendengar pertanyaan sang presenter, terdengar Adnan justru tertawa.
Menurut dia, usia Setya Novanto yang sudah lebih dari 60 tahun itu tak bisa menjadi jaminan akan berubah setelah keluar dari lapas.
"Hahaha ada yang kemarin bilang ke saya, 'Mas kalau 64 tahun itu terlalu muda, masih bisa nakal'," kata Adnan.
"Kalau mau ya 70 tahun ke atas, itu hanya satire aja yang disampaikan untuk mengkritisi kebijakan itu."
Adnan menjelaskan, ada dua kriteria yang digunakan Yasonna Laoly membebaskan narapidana korupsi.
Yakni, para koruptor yang berusia di atas 60 tahun, dan sudah menjalani dua pertiga hukuman.
"Tapi kalau kita lihat dari list nama yang kita inventarisir, yang pertama salah satu kriteria yang disebutkan kan orang yang sudah berusia 60 tahun ke atas yang sekarang menjadi tahanan," ujar Adnan.
"Atau dua, yang sudah menjalani dua pertiga masa tahanan."
Menurutnya, jika Yasonna Laoly hanya menerapkan satu di antara kriteria tersebut maka akan semakin mudah narapidana korupsi menghidrup udara bebas, termasuk Setya Novanto.
"Nah pertanyaannya, apakah dua hal ini yang sifatnya akumulasi atau berdiri sendiri? Itu juga perlu perlu diklarifikasi kepada Kemenkumham," kata Adnan.
"Kalau berdiri sendiri, ada satu kriteria yaitu orang yang sudah 60 tahun ke atas, siapapun mereka yang belum menjalani dua pertiga masa hukuman itu bisa dibebaskan," tukasnya.
• Alasan Virus Corona Covid-19 Lebih Cepat Menginfeksi Manusia, Ini Penjelasan Ahli
Simak video berikut ini menit ke-4.15:
Komemtar Mahfud MD
Di sisi lain, sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan keamanan Mahfud MD angkat bicara soal usulan Menteri Hukum, dan HAM Yasonna Laoly terkait pembebasan sejumlah narapidana, termasuk napi tindak pidana korupsi (tipikor).
Alasan pembebasan tersebut yakni agar narapidana di golongan umur tertentu terhindar dari Virus Corona (Covid-19) karena kapasitas sel lapas yang membludak.
Dikutip dari YouTube, Kompastv, Minggu (5/4/2020), Mahfud mengatakan alasan over kapasitas tidak cocok untuk membebaskan para koruptor.
• Cerita Mahfud MD Dikomplain Pengamat Gara-gara Usulan Yasonna Bebaskan Koruptor demi Cegah Corona
Ia menjelaskan narapidana koruptor tidak tinggal pada sel yang penuh, dan berdesak-desakkan.
"Yang jadi alasan itu kan over capacity (kelebihan kapasitas), yang over capacity itu tindak pidana umum, yang sampai desak-desakkan itu, kemudian narkoba yang korban, yang pengguna," ujar Mahfud.
"Kalau koruptor itu enggak, terorisme tidak, karena itu isolasinya sendiri, tempatnya khusus," lanjutnya.
Mahfud juga memaparkan fakta bahwa koruptor hanya sebagian kecil dari jumlah narapidana di Indonesia.
Ia bahkan menyebutkan bahwa para napi koruptor sudah bisa aman dari Corona di sel tahanannya masing-masing.
"Supaya diingat, koruptor itu hanya 1,8 persen dari keseluruhan narapidana, dan tempatnya enak-enak, kalau physical distancing, menjaga jarak fisik itu sudah," kata Mahfud.
Mahfud menilai usulan pembebasan koruptor saat Covid-19 mewabah adalah alasan yang tidak dapat dibenarkan.
"Ini persoalannya kan kita ini memburu koruptor susah-susah amat, yang diburu juga belum dapat, yang sudah ada malah mau dilepas dengan alasan itu," jelasnya.
"Kan tidak kondusif situasi untuk bicara itu pada saat situasi seperti sekarang, dan belum ada alasan yang cukup kalau alasannya social distancing," tambah Mahfud.
• Puluhan Tenaga Medis Wafat akibat Virus Corona, IDI Ungkap Beberapa Faktor Meninggalnya, Kurang APD
Mahfud juga menekankan bahwa pemerintah hingga saat ini masih belum ada indikasi untuk menyetujui uslan tersebut.
"Saya sudah bicara dengan Menkumham tentang itu, Menkumham sendiri menyatakan, saya tidak pernah menyatakan itu kebijakan pemerintah, itu masih akan dibawa ke Ratas, bahwa ada informasi begitu iya, dan logis juga," katanya.
Meskipun demikian, Mahfud memaklumi mengapa bisa munculan seperti itu dari seorang Yasonna.
"Beliau itu disertasinya tentang kepenjaraan, dan menurut saya secara ilmiah logis, dan di berbagai belahan dunia memang dilakukan langkah-langkah kebijakan seperti itu," ucap Mahfud.
"Tetapi kita menyatakan tidak, karena kita mempunyai aturan khusus," tandasnya. (TribunWow.com/Jayanti Tri Utami/Anung Malik)