Virus Corona

KPK Akui Tak Diajak Diskusi Yasonna Laoly soal Bebaskan Koruptor karena Corona: Itu Ranah Pemerintah

Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron buka suara soal rencana Yasonna Laoly membebaskan para koruptor karena wabah Virus Corona, YouTube kompastv, Sabtu (4/4/2020)

TRIBUNWOW.COM - Langkah Menteri Hukum, dan HAM Yasonna Laoly menjadikan Virus Corona (Covid-19) sebagai alasan membebaskan koruptor telah membuat geger berbagai pihak.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pihak yang berperan utama dalam memerangi koruptor juga menyuarakan penolakannya terhadap rencana Yasonna.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai koruptor tidak berada di bawah ancaman darurat terkena Covid-19.

Mantan pengacara Setya Novanto, bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/1/2018). Fredrich menjelani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menghalangi dan merintangi penyidikan kasus KTP elektronik. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

KPK Tegas Protes Yasonna Bebaskan Koruptor, Nurul Ghufron Buka Fakta Kehidupan Koruptor di Lapas

Dikutip dari YouTube kompastv, Sabtu (4/4/2020), awalnya presenter KOMPAS PETANG menanyakan apakah KPK ikut berunding dengan Yasonna soal pembebasan narapidana koruptor.

"Apa KPK sudah diajak bicara bersama Kemenkumham soal usulan ini?" tanya presenter kepada Nurul.

Nurul menjawab, perkara pembebasan napi koruptor memang murni tanggung jawab pemerintah, yakni Kementerian Hukum, dan HAM (Kemenkumham).

"Kami memang tidak diajak membahas, dan memang itu ranahnya Kemenkumham," jawabnya.

"Tugasnya KPK mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntututan, sampai sidang."

"Kalau sudah diputus oleh hakim, pembinaannya ke lapas itu ranah pemerintah," lanjut Nurul.

Nurul menjelaskan bahwa KPK sendiri tidak melarang adanya pembebasan dengan alasan kemanusiaan.

Namun hal yang harus dituntut oleh KPK adalah pembebasan memang benar-benar ditujukan kepada pihak-pihak yang betul-betul membutuhkan.

"Karena itu kami menyampaikan memahami konteks adanya keterancaman dari virus, tetapi mesti koridor berkeadilan, proporsional," kata Nurul.

"Untuk lapas-lapas yang penuh, tapi faktanya rata-ratanya untuk napi koruptor itu tidak memilki keterancaman," sambungnya.

Corona Jadi Alasan Yasonna Bebaskan Koruptor, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron: Mereka Tidak Terancam

Pesan KPK soal Langkah Yasonna

Terakhir, Nurul menyampaikan pesan KPK terhadap langkah pembebasan koruptor menggunakan alasan covid-19.

Nurul menekankan bahwa KPK mengerti kebijakan pembebasan narapidana demi alasan kemanusiaan.

Menkumham Yasonna Laoly jalani teleconference, Selasa (24/3/2020) (Instagram/@yasonna.laoly)

Tetapi hal yang diinginkan oleh KPK adalah adanya pembebasan kepada narapidana yang betul-betul butuh untuk dibebaskan.

"Sekali lagi kami tegaskan bahwa prinsipnya KPK memahami adanya keterancaman bagi hak hidup termasuk bagi napi, tapi napi-napi yang dimaksud adalah napi yang over kapasitas dalam pembinaannya di lapas," ujar Nurul.

Nurul mengatakan koruptor sama sekali tidak berada di bawah ancaman Covid-19, atas dasar tersebut KPK menginginkan agar Kemenkumham tidak membebaskan koruptor.

"Karena itu kami berharap kepada Kemenkumham, program untuk membebaskan napi karena alasan keterancaman dari Virus Corona ini tidak masuk kepada koruptor-koruptor yang sedang dibina," terang Nurul.

• Daftar Nama Napi Koruptor Berpeluang Bebas karena Corona Versi ICW: Setya Novanto hingga OC Kaligis

Simak videonya mulai menit ke-5.30:

Alasan Yasonna Ingin Bebaskan Koruptor

Sekitar 30 ribu narapidana dibebaskan untuk mencegah penyebaran Virus Corona di lingkungan lapas.

Kebijakan tersebut juga berlaku untuk napi kasus korupsi dan narkoba.

Kepastian tersebut disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly yang dikutip dari tayangan Youtube tvOneNews, Kamis (2/4/2020).

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly dalam tayangan Youtube tvOneNews, Kamis (2/4/2020). (Youtube/tvOneNews)

• Jenazah Virus Corona di Banyumas Dapat Penolakan, 4 Kali Pindah Tempat, Bupati: Bukan Salah Mereka

Dilansir TribunWow.com, dalam kebijakannya tersebut, Yasonna Laoly memberikan beberapa persyaratan.

Para napi harus setidaknya sudah menjalankan 2/3 masa tahanan.

Hal itu tidak berlaku untuk para gembong narkoba yang mempunyai masa pidana 10 tahun ke atas.

Sedangkan untuk napi narkotika yang mempunyai masa pidana antara 5-10 tahun mendapatkan asimilasi.

Namun tetap dengan syarat yaitu sudah menjalani 2/3 masa tahanan.

"Pertama narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun, karena kalau sudah 10 tahun ke atas itu bandar narkoba besar, kami tidak memberikan peluang itu," ujar Yassona.

"Karena di 10 masih ada tindak kurier ada missheat juga karena kesalahan penggunaan pasal dan lain-lain," imbuhnya.

"Narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya akan kita berikan asimilasi di rumah."

Sejauh ini menurut Yasonna ada sekitar 15 ribu napi yang sudah dibebaskan dengan syarat.

• Tinjau RS Virus Corona di Pulau Galang, Jokowi: Senin Bisa Dioperasikan, Kita Harapkan Tidak Dipakai

Dirinya menjelaskan ada 300 napi berusia 60 tahun ke atas yang sudah pulang.

Termasuk juga sudah memulangkan sekitar 1457 narapidana khusus yang sedang dalam kondisi sakit kronis.

"Massa pidana diperkirakan sekitar 15.482 per hari, mungkin nanti bertambah jumlahnya," jelasnya.

"Narapidana tidak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas yang telah menjalani pidana 2/3 masa pidana sebanyak 300 orang."

"Kemudian narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah yang telah menjalani 2/3 pidana sebanyak 1457."

Tidak hanya napi dari Indonesia, Yasonna juga memperlakukan hal yang sama kepada napi asing.

"Dan narapidana asing, ada 53 orang," pungkasnya.

• Hadi Rudyatmo Larang Pemilik Kos Terima Penghuni Baru di Tengah Covid-19, jika Nekat Izin Dicabut

Simak videonya mulai menit ke-1.09

(TribunWow.com/Anung/Elfan)