TRIBUNWOW.COM - Imbauan pemerintah untuk melakukan social distancing, demi memutus rantai penyebaran Virus Corona tampaknya tak dihiraukan sejumlah warga.
DKI Jakarta, yang menjadi wilayah dengan tingkat penyebaran tertinggi di Indonesia, ternyata masih ada warga yang nongkrong dan berkerumun.
Dikutip dari Kompas.com, aparat Polda Metro Jaya mencatat, sejumlah tempat di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan masih menjadi titik kumpul warga.
• Pasien Virus Corona yang Meninggal di Tangerang Sempat Kirim Pesan ke Jokowi: Saya Tidak Kuat
• Fakta Pencurian 360 Boks Masker RS di Cianjur, Pelaku Berdalih untuk Makan padahal Buat Foya-foya
Wadir Krimum Polda Metro Jaya AKBP Deddy Murti mengatakan, lokasi yang dijadikan tempat berkerumun warga adalah kafe dan ruang publik yang biasa dijadikan tempat nongkrong.
"Ada Kota Tua, Kemang, Sabang, dan Hayam Wuruk (yang masih ditemukan kerumunan orang)," ujar Deddy, Jumat (27/3/2020).
Deddy mengungkapkan, polisi tetap menggelar patroli rutin setiap hari guna mengimbau masyarakat menghindari kerumunan dan berkegiatan di rumah.
Hingga kini, polisi belum menindak masyarakat yang berkerumun karena mereka bersikap kooperatif saat polisi mengimbau untuk membubarkan diri.
"Kami terus edukasi masyarakat. Kalau memang enggak mau (membubarkan diri dari kerumunan) ya, penegakan hukum solusinya," kata Deddy.
Pembubaran kerumunan massa telah tertuang dalam Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).
Dalam maklumat itu, ada lima jenis kerumunan orang yang dapat dibubarkan.
Pertama, pertemuan sosial, budaya, keagamaan, dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, dan kegiatan lainnya yang sejenis.
Kedua, kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga.
Ketiga, kegiatan olahraga, kesenian, dan jasa hiburan.
Keempat, unjuk rasa, pawai, dan karnaval.
Terakhir, kegiatan lain yang menjadikan berkumpulnya massa.
Polisi akan mengedepankan pemberian imbauan terlebih dahulu sebelum menindak warga yang nekat berkerumun.
• Bukan Lockdown, Ganjar Pranowo Sebut Kota Tegal Berlakukan Isolasi Kampung untuk Cegah Virus Corona
• Hasil Penelitian Sebut Minggu Pertama Gejala Jadi Fase Paling Rawan Penularan Virus Corona
Tanggapan Istana
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyatakan Polri berhak menindak tegas masyarakat yang menolak pembubaran kerumunan di tengah wabah Covid-19.
"Adapun dasar hukum dari tindakan tegas (benevolent governance) Polri melakukan pembubaran kerumunan dan menjaga pembatasan sosial yang aman adalah Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216 ayat 1, dan Pasal 218 KUHP," kata Fadjroel melalui keterangan tertulis, Jumat (27/3/2020).
Ia mengatakan, hingga Kamis (26/3/2020), tercatat ada 1.731 pembubaran yang dilakukan polisi.
Semua pembubaran itu masih bersifat demokratis yaitu melalui ajakan dan imbauan.
Namun, dalam keadaan di mana ada masyarakat yang melawan, Polti berhak menindak tegas.
Fadjroel menambahkan Pasal 212 KUHP dapat digunakan terhadap mereka yang melakukan upaya perlawanan saat dibubarkan oleh Polri.
• Samakan dengan TNI, Dahlan Iskan Imbau Dokter Siapkan Mental Hadapi Corona: Tak Bisa Hidup Normal
• Fatwa dan Tata Cara Menangani Jenazah akibat Covid-19, MUI: Keluarga Membuka Bungkusan Tak Benar
Adapun Pasal 214 diperuntukkan bagi mereka yang melakukan perlawanan dan terdiri dari dua orang atau lebih.
Sementara untuk Pasal 216 ayat 1 dan Pasal 218 dapat dipakai untuk mereka yang tidak menaati himbauan polri namun tidak melakukan perlawanan.
Berdasarkan maklumat tersebut, kata Fadjroel, Polri menindak tegas aktivitas massa dan kerumunan.
"Presiden Joko Widodo mendorong agar sistem penanganan Covid-19 yang dilaksanakan oleh Gugus Tugas Covid-19 bekerja secara cepat dan tepat."
"Keselamatan kesehatan dan daya sosial ekonomi harus bisa diwujudkan. Hal ini karena 'Keselamatan Rakyat adalah Hukum Tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto)'," lanjut dia. (Kompas.com/Rindi Nuris Velarosdela/Rakhmat Nur Hakim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kafe dan Ruang Publik di Jakarta Masih Jadi Tempat Nongkrong Warga", dan "Istana Sebut Polri Berhak Tindak Tegas Masyarakat yang Tolak Pembubaran Kerumunan"