Oleh karenanya, apabila pemangku kebijakan ingin menggabungkan pemilu DPR dan DPD dengan pemilu DPRD, pemilihan presiden dan wakil presiden juga harus ikut digabungkan.
"Pemilihan umum serentak dengan cara menyerentakkan pemilihan umum anggota lembaga perwakilan DPR, DPD, dan DPRD dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden masihterbuka kemungkinan ditinjau dan ditata kembali," kata Hakim Saldi Isra.
"Peninjauan dan penataan demikian dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah prinsip dasar keserentakan pemilihan umum dalam praktik sistem pemerintahan presidensial, yaitu tetap mempertahankan keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat tingkat pusat yaitu DPR dan DPD, dengan pemilihan presiden dan wakil presiden," lanjutnya.
• Analisis Formasi dan Susunan Pemain Persib Bandung di Liga 1 2020, Pembuktian Duet Striker Anyar
Artinya, dengan penjelasan mahkamah tersebut, ke depan pemilu serentak 5 kotak suara untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana pemilu 2019 tetap dapat diterapkan.
Adapun penggabungan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD, menurut MK, bertujuan untuk menguatkan sistem presidensiil di pemerintahan Indonesia.
4. Tak berubah-ubah
Mahkamah menilai bahwa mekanisme atau model pelaksanaan pemilu serentak hanya dapat ditentukan oleh pembentuk undang-undang.
Meski begitu, MK meminta supaya model pelaksanaan pemilu tidak terus menerus diubah.
"Tidak acap kali merubah model pemilihan langsung yang diselenggarakan serentak sehingga terbangun kepastian dan kemapanan pelaksaan pemilu," kata Hakim Saldi Isra.
Menurut Saldi, MK hanya sebatas menyarankan model pemilu serentak membuat penegasan mengenai makna keserentakan yang diatur dalam Undang-undang Pemilu dan UU Pilkada.
Namun demikian, dalam menentukan model pelaksanaan pemilu, pembuat undang-undang diminta untuk mempertimbangkan sejumlah hal.
Misalnya, melibatkan partisipasi masyarakat jika akan memilih model yang berimplikasi pada perubahan undang-undang.
Kemudian, jika model yang akan diterapkan membutuhkan revisi UU, maka revisi harus dilakukan seawal mungkin sehingga dapat dilakukan simulasi pelaksanaan pemilu model tersebut.
Selain itu, MK juga meminta pembentuk undang-undang menentukan dengan cermat seluruh implikasi teknis atas pilihan model yang tersedia.
Sehingga diharapkan pelaksanaanya tetap dapat mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas.