Padahal waktu normal awak kabin bekerja adalah selama 14 jam, termasuk saat melakukan laporan di bandara dan transit.
Selain soal aturan bekerja selama 18 jam, Yosephine mengungkapkan soal kebijakan lain yang tak lazim.
"Adanya jaminan uang jam terbang, itu tidak adil antara junior, senior, dan manajer," kata pramugari senior tersebut.
"Sebenarnya itu ada baiknya untuk awak kabin yang sakit atau sedang dihukum skorsing, tapi itu tidak adil bagi manajer yang duduk di struktural," beber Yosephine.
• Akui Pernah Laporkan ke Menaker, Pramugari Garuda Ungkap Respons Ari Askhara: Dihajar Habis-habisan
Ia kemudian membandingkan soal hari kerja yang dilakukan oleh awak kabin dan manajer struktural saat hari raya.
"Karena mereka pada saat Sabtu dan Minggu bisa ngumpul sama bersama keluarga, begitu juga saat hari raya Idul Fitri dan Natal," kata Yosephine.
"Tetapi kalau awak kabin yang murni tidak duduk di struktural dia tetap harus terbang."
"Nah di situ kita pikir di struktural itu dapat double pembayaran jadinya,tunjangan jabatan dia dapat, tunjangan jaminan jam terbang dapat, padahal belum tentu dia jam terbangnya sampai 60 jam," tuturnya.
Aturan tersebut mulai diberlakukan November lalu, padahal belum ada aturan resmi yang dikeluarkan.
Parahnya, aturan tersebut hanya diberikan secara lisan.
"Itu sebenarnya hitam di atas putihya belum ada, dan November sudah diimplementasikan dan semua kaget," katanya.
"Karena dari kita sendiri awak kabin, tidak diberi pemberitahuan soal nominal, dan ada tim yang menyosialisasikan tapi enggak jelas cuman lewat mulut dan dari presentasi powerpoint aja," terang Yosephine.
Lihat video selengkapnya mulai menit ke 1.09:
(TribunWow.com/Brigitta Winasis/Fransisca)