TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menduga ada praktik penipuan dalam kasus suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Sebelumnya diduga caleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan untuk menjadi anggota DPR melalui proses pergantian antarwaktu (PAW).
Meskipun demikian, melalui rapat pleno KPU menetapkan pengganti PAW adalah Riezy Aprilia, sesuai dengan perolehan suara kedua terbanyak.
• Di Mata Najwa, Arsul Sani Minta Jangan Salahkan Undang-Undang terkait Gagalnya KPK Geledah PDIP
Membahas kasus tersebut, Yenti menyebutkan ada kemungkinan modus penipuan yang terjadi.
"Saya berpikir bahwa penipuan itu salah satu modusnya, ada korupsinya, tetapi kalau pun pakai pasal korupsi harus sesuai dengan unsur yang ada," kata Yenti Garnasih, dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (19/1/2020).
Yenti menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memeriksa rincian kronologi dugaan kasus suap itu, misalnya dengan melihat hasil penyadapan.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, dapat diketahui modus sebenarnya di balik kasus suap tersebut.
Yenti bahkan menduga bisa ada kemungkinan justru KPU yang memeras caleg tersebut agar melakukan penyuapan.
"Meski inisiatif dari penyuap, bisa jadi di kronologi berikutnya mungkin penyuap mau mundur, malah dari KPU yang menawarkan atau malah memeras," kata Yenti.
"Kemudian bagaimana pada akhirnya penyuap memberikan, padahal menurut KPU tidak mungkin kalau tidak kolektif kolegial," lanjutnya.
Kritik Langkah Tim Hukum PDIP
Dikutip dari Kompas.com, Yenti juga mengkritik langkah tim hukum PDIP yang melapor ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
"Tentu kurang bagus ketika mendatangi Dewas dan enggak bagus juga Dewas meladeninya," kata Yenti, Minggu (19/1/2020).
Menurut Yenti, sebaiknya semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan, termasuk PDIP.
Ia menyebutkan apabila ada keberatan dari pihak PDIP, terdapat jalur lain yang dapat ditempuh seperti melalui praperadilan.
"Ini 'kan proses hukum sedang berjalan. Kalaupun KPK misalnya ada yang tidak sah, 'kan ada proses hukum acara. Ya, mungkin ada praperadilan dan sebagainya," lanjut Yenti.
Sebelumnya diketahui PDIP membentuk tim hukum untuk menangani kasus yang melibatkan salah satu calegnya, Harun Masiku.
Tim tersebut kemudian mendatangi sejumlah institusi, seperti KPU, Dewan Pers, Dewas KPK, dan Bareskrim Polri.
Menurut anggota Tim Hukum PDIP I Wayan Sudirta, ada tujuh poin yang diadukan ke Dewas KPK, termasuk kabar penggeledahan dan penyegelan Kantor DPP PDIP.
"Kami menyerahkan sebuah surat yang berisi sekitar tujuh poin," kata Wayan, Kamis (16/1/2020).
Perlindungan Saksi
Dikutip dari Tribunnews.com, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap melakukan perlindungan saksi dalam kasus dugaan suap terhadap komisioner KPU.
Dalam diskusi bertajuk "Ada Apa di Balik Kasus Wahyu?", Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyebutkan lembaganya siap memberikan perlindungan.
"Kami LPSK berdasarkan kewenangan yang kami punyai, kami membuka kesempatan dan memberi peluang, bagi siapa saja yang bersedia jadi saksi pelaku atau Justice Collaborator, LPSK siap memberikan perlindungan," kata Hasto, Minggu (19/1/2020).
Ia menyebutkan ada beberapa syarat sebelum perlindungan saksi dapat dilakukan.
"Syarat materialnya, ya, dia ditetapkan sebagai saksi dan korban oleh aparat penegak hukum. Bisa juga dia melapor saja kepada polisi. Itu bisa menjadi dasar kalau ada perkara pidana yang dia hadapi," jelas Hasto.
Setelah itu LPSK akan melakukan pengecekan apakah betul ia memenuhi syarat.
"Tapi LPSK akan melakukan investigasi apa betul yang bersangkutan memenuhi syarat, kesaksiannya signifikan, atau perkara yang dia mohonkan untuk terlindungi itu berjalan," lanjut Hasto.
Meskipun demikian, Hasto menyebutkan tidak semua jenis kasus bisa mendapat perlindungan saksi.
Kasus-kasus tersebut contohnya terorisme, korupsi, narkotika, pelanggaran HAM masa lalu, kekerasan seksual pada perempuan, dan penganiayaan oleh aparat.
"Tindak pidana lain di luar prioritas itu, tapi kemudian LPSK bisa memberikan perlindungan karena ada ancaman serius pada saksi atau korban," katanya.
Di luar itu, Hasto menjamin saksi yang mendapat perlindungan agar tidak diintervensi oleh pihak lain.
Intervensi tersebut dapat berupa ancaman atau tekanan yang dapat memengaruhi kesaksian mereka.
Terkait kasus suap komisioner KPU, Hasto tidak menyebutkan apakah sudah ada saksi yang meminta perlindungan dari LPSK. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)