Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

Masinton Pasaribu Ungkap KPK Tak Bawa Surat yang Jelas saat Geledah Kantor DPP PDIP: Pembodohan Ini

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masinton Pasaribu (kir) dan Bivitri Susanti (kanan) dalam saluran YouTube Talk Show tvOne, Minggu (12/1/2020).

TRIBUNWOW.COM - Anggota DPR fraksi PDIP, Masinton Pasaribu kecewa dengan penggeledahan Kantor DPP PDIP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penggeladahan itu terkait kasus suap yang melibatkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan dan Politisi PDIP, Harun Masiku.

Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube Talk Show tvOne pada Minggu (12/1/2020), Masinton Pasaribu menilai, penggeledahan KPK tersebut di luar konteks hukum.

Tak Terima KPK Datangi Kantor PDIP soal Suap PAW, Masinton Pasaribu Singgung Geng-gengan di KPK

Masinton menilai, penggeledahan Kantor DPP PDIP tidak ada kaitannya dengan penegakan hukum kasus suap Wahyu Setiawan.

"Ini kan membangun frame politik pada PDI Perjuangan, ini enggak ada kaitan dengan perkara."

"Tim ini, saya bisa katakan bahwa tim ini memang tim yang berkerja di luar konteks hukum ini," katanya.

Menurutnya, ada kepentingan politik di balik penggeledahan Kantor DPP PDIP.

"Datang ke PDIP itu di luar konteks hukum, membangun framing bahwa seakan akan ini langkah politik yang dilakukan oleh tim ini, tim lapangan ini, saya katakan itu," ucapnya.

Lantas, Masinton mempertanyakan pokok perkara penangkapan Wahyu Setiawan.

Sedangkan, Masinton menegaskan bahwa pokok perkara bukan di dalam tubuh PDIP.

"Pertama, datang ke sana itu perkaranya di mana? Barang buktinya di mana? Ini bukan perkara pokoknya di sini."

"Ini membangun framing saja, seakan-akan kelembagaan PDI Perjuangan, itu satu," lanjutnya.

Keras, Masinton Pasaribu Protes Kantor DPP PDIP Digeledah KPK: Tim Lapangan KPK Gerak Semaunya

Menurut keterangannya, tim lapangan KPK datang ke DPP PDIP tanpa surat pengantar yang jelas.

Mereka disebut hanya membawa selembar kertas yang tidak dijelaskan pada penjaga kantor DPP PDIP.

"Tim ini tidak datang dengan dibekali dengan surat yang jelas, tidak mampu menjelaskan ke situ ngapain."

"Di situ mereka cuma nunjukkin selembar kertas dan itu tidak ditunjukkan dan tidak dibacakan kepada petugas PDI Perjuangan yang menjaga kantor itu," katanya.

Bahkan, Masinton mengatakan bahwa hal itu merupakan pembodohan.

"Tidak membacakan, ini selembar kertas saja ini ditunjukkan atau lembar kertas apa ini namanya, pembodohan ini namanya, itu satu," lanjutnya.

Masinton kembali menilai bahwa apa yang dilakukan tim lapangan KPK itu hanya ingin menggiring opini bahwa PDIP memang tersangkut dalam kasus suap tersebut.

Masinton Pasaribu (kanan) dan Bivitri Susanti (kanan) dalam saluran YouTube Talk Show tvOne, Minggu (12/1/2020). (YouTube Talk Show tvOne)

 

Kader PDIP Buron, Masinton Pasaribu Kekeh Sebut Partainya Tak Terlibat Suap: KPK Cuma Giring Opini

Sehingga ia meminta agar KPK fokus pada Wahyu Setiawan dan Harun Masiku.

"Mereka datang ke sana tujuan apa enggak jelas, cuma seakan-akan menggiring opini habis dari sini mereka cerita ke media berkaitan dengan kasus itu."

"Persoalanya tadi ya di mana pokok perkaranya, penangkapan Komisioner KPU ke situ ya ke situ," tegas Masinton.

Lihat videonya mulai menit ke-11:39:

Penangkapan Wahyu Setiawan

KPK menyesalkan keterlibatan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, yang terjaring dalam OTT.

Ia ditangkap dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

KPK mengecam tindakan korupsi Wahyu sebagai pengkhianatan terhadap proses demokrasi.

"Persengkongkolan antara oknum penyelenggara Pemilu dengan politisi dapat disebut sebagai pengkhianatan terhadap proses demokrasi," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar seperti dikutip dari tayangan KompasTV.

Diduga Wahyu mendapatkan suap sebesar Rp 900 juta sebagai uang operasional untuk meloloskan caleg PDIP Harun Masuki.

• Terjaring OTT KPK, Ini Momen Wahyu Setiawan saat Lantang Suarakan Antikorupsi

Ia diduga meloloskan caleg tersebut melalui mekanisme penggantian antarwaktu (PAW).

"Untuk membantu proses, penetapan Saudara Harun (HAR), dan Wahyu Setiawan (WSE) menyanggupi untuk membantu dengan membalas 'siap, mainkan'", kata Lili.

"Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu, WSE meminta dana operasional sebesar Rp 900 juta," lanjutnya.

Dua kali pemberian dilakukan untuk membayar uang suap tersebut.

"Untuk merealisasikan hal tersebut, dilakukan dengan dua kali operasi proses pemberian, yaitu pada pertengahan Desember 2019," kata Lili.

"Salah satu sumber dana, dan ini sedang didalami oleh KPK, memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan kepada WSE melalui ATF, DON, dan SAE," lanjutnya.

Awalnya uang sebesar Rp 200 juta diberikan kepada Wahyu Setiawan.

• Komentari Pemeriksaan Kader PDIP oleh KPK, Saor Siagian: Keteladanan Partai Kita Harapkan

• ICW Komentari KPK Tak Kunjung Geledah PDIP soal Suap Wahyu Setiawan: Bukti UU KPK Baru Mempersulit

"WSE kemudian menerima uang dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," jelas Lili.

Kemudian sejumlah uang diberikan melalui staf di DPP PDIP.

"Kemudian pada akhir Desember 2019, HAR memberikan uang kepada SAE sebesar Rp 850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP," katanya.

"SAE memberikan uang Rp 150 juta kepada DON."

Kemudian sisa uang tersebut dibagikan dan sebagian menjadi biaya operasional.

"Sisanya, Rp 700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp 450 juta pada ATF dan Rp 250 juta untuk operasional," kata Lili.

"Dari Rp 450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujuan untuk WSE, komisioner KPU."

(TribunWow.com/Mariah Gipty/Brigitta Winasis)