Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

Sempat Ngotot Larang Eks Koruptor Ikut Pilkada, Wahyu Setiawan Kini Justru Jadi Tersangka Suap

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019)

TRIBUNWOW.COM - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait penetapan anggota DPR 2019-2024, Kamis (9/1/2020).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wahyu menerima suap dari Politisi PDIP Harun Masiku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Penetapan Wahyu sebagai tersangka ini menjadi kontradiktif dengan sikapnya beberapa waktu lalu dalam menanggapi wacana mantan narapidana korupsi ikut Pilkada.

KPK Periksa Kantor DPP PDIP terkait Kasus Wahyu Setiawan, Hasto Kristiyanto: Tidak Ada Penyegelan

Dari tujuh Komisioner KPU, Wahyu menjadi komisioner yang paling vokal menyuarakan larangan eks koruptor ikut Pilkada 2020 dan bersikukuh memuat larangan tersebut dalam Peraturan KPU (PKPU).

Ngotot larang eks koruptor

Saat ditemui di kantor KPU, Selasa (5/11/2019), Wahyu menegaskan pihaknya bersikukuh melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai calon kepala daerah.

KPU tetap ingin memuat larangan tersebut dalam rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.

"Berdasarkan putusan rapat pleno KPU, KPU tetap akan mencantumkan dalam norma PKPU bahwa calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah itu harus memenuhi syarat. Salah satu syaratnya adalah bukan mantan narapidana korupsi. Itu sikap dan pandangan KPU," kata Wahyu.

Wahyu mengatakan, larangan eks koruptor mencalonkan diri dibuat karena pihaknya ingin Pilkada menghasilkan kepala-kepala daerah yang bersih dari korupsi.

Sebab, tanpa adanya larangan itu, KPU menilai masyarakat belum mampu memilih calon pemimpin yang terbaik.

Menurut Wahyu, sekalipun nantinya aturan tersebut tidak dimuat di Undang-Undang Pilkada, ada undang-undang atau aturan lainnya yang berhubungan dengan pencegahan korupsi, yang bisa menjadi landasan PKPU larangan eks koruptor mencalonkan diri.

"Kemudian ada UU untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, itu kan juga UU, itu kan juga landasan hukum. Dalam menjalankan aturan main Pilkada, kan juga tetap berlaku UU lain yang meskipun secara tidak langsung itu mengatur KPU," ujarnya.

Wahyu menambahkan, dengan adanya undang-undang tentang pemberantasan korupsi di luar UU Pilkada, pelarangan eks koruptor maju di Pilkada menjadi sah dan bukan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

"Sebagai contoh, dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi. (Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? kan tidak," kata Wahyu.

Bandingkan dengan pezina

Halaman
123