Konflik RI dan China di Natuna

Bakamla Ungkap Kondisi Terkini Natuna: Tidak Pergi, Jumlah Kapal China yang Masuk Justru Bertambah

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Operasi Laut Bakamla (Badan Keamanan Laut) Republik Indonesia, Laksma Nursyawal Embun mengungkap kondisi terbaru perairan Natuna.

TRIBUNWOW.COM - Direktur Operasi Laut Bakamla (Badan Keamanan Laut) Republik Indonesia, Laksma Nursyawal Embun mengungkap kondisi terbaru perairan Natuna.

Sebagaimana diketahui, perairan Natuna kini dimasuki oleh sejumlah kapal coast guard milik China.

Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube tvOneNews pada Minggu (5/1/2020), Nursyawal mengatakan bahwa kapal China yang masuk ke Natuna justru bertambah.

Mantan KSAL Bernard Kent Ungkap Harus Tegas soal Masuknya Kapal China ke Natuna: Kita Boleh Tembak

Nursyawal menjelaskan bahwa lima kapal itu tidak semua di dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.

"Berita yang terbaru pukul 17.00 WIB kita masih memonitor dari Puskodal Bakamla yaitu kita monitor ada lima kapal coast guard China."

"Dua berada di daerah ZEE kita terus kemudian, terus kemudian tiga masih berada di luar ZEE kita."

"Ini informasi terbaru yang kami terima dari Puskodal demikian," jelas Nursyawal.

Nursyawal lantas membenarkan pertanyaan presenter bahwa memang ada penambahan jumlah kapal China ke Indonesia.

Nursyawal mengatakan bahwa awalnya ia hanya mengetahui ada dua kapal China yang berada di perairan Natuna.

"Artinya ini ada penambahan ya Pak kapal coast guard China? Sebelumnya ada tiga kan pak?," tanya presenter.

"Betul, memang awalnya kemarin dari tanggal 15 sampai dengan yang kami melakukan pemberhentian pengadangan pada tanggal 23 sampai dengan 24 itu memang masih ada dua," jawab Nursyawal.

Namun, tidak hanya dua kapal coast guard China yang berada di perairan Natuna.

Dua kapal itu juga dikawal oleh satu kapal trigger.

Jadi Dasar Klaim China atas Perairan Natuna, Apa Itu Nine Dash Line yang Ditolak Indonesia?

"Namun kami sendiri sudah mendapatkan informasi juga bahwa ini tidak hanya dua coast guard, awal-awalnya memang sudah ada satu trigger China yang mengawal rombongan kapal China yang awal-awal," jelasnya.

"Ini tadi dikatakan ada total lima, tiga berada di dalam kemudian yang dua berada di luar ZEE."

"Kemudian ini artinya bagaimana mereka bisa tetap berada di situ walaupun sudah dihalau untuk tidak berada di situ?," tanya presenter.

Menanggapi pertanyaan itu, Nursyawal lantas membeberkan kronologi penemuan kapal China di perairan Natuna.

"Mungkin ini juga sudah diketahui oleh banyak masyarakat kita melalui media -media bahwa kronologis mulai awal kami mendapatkan informasi di tanggal 10 Desember bahwa ada rombongan kapal-kapal ikan China yang dikawal dua coast guard dan satu trigger," terang Nursyawal.

Kemudian pada tanggal 15 Desember 2019, Nursyawal mengatakan bahwa kapal-kapal asing itu sudah menunjukkan gelagat kurang baiknya dengan mematikan pendeteksi kapal.

"Kemudian dari Puskodal kami juga juga dapat memantau kehadiran posisi-posisi kapal tersebut dan mereka juga sudah melakukan kegiatan atau tindakan yang kurang baik ya dengan mematikan sarang-sarang mereka untuk tidak mudah dideteksi itu pada tanggal 15," lanjutnya.

Sedangkan pada tanggal 19 Desember 2019 Bakamla melakukan pemeriksaan yang akhirnya menemukan kapal-kapal itu masih di Indonesia.

Mantan KSAL Bernard Kent Sondakh Nilai Pengusiran Kapal China Tepat: Kapal Perang Kita Bergerak

Bakamla sempat meminta mereka menjaauhi Natuna dan mulanya mereka menurut.

Namun pada 23 Desember 2019, justru mereka bertemu lagi di ZEEI.

"Kemudian tanggal 19 kita lakukan pemeriksaan dan kebetulan bertemu dan saat itu memang posisi berada di landasan kontingen, kita meminta mereka bergerak ke utara, dan mereka mengikuti."

"Nah pada tanggal 23 kita bertemu lagi di ZEEI," cerita Nursyawal.

Lihat videonya mulai menit ke-10-23:

China Klaim Natuna karena Nine Dash Line

Hubungan diplomatik Indonesia dengan China sedang memanas karena permasalahan batas wilayah laut di perairan Natuna, Kepulauan Riau, nine dash line (sembilan garis putus-putus) yang diklaim China.

Sebelumnya diketahui kapal coast guard asal China memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia untuk mengawal nelayan China mencari ikan.

Akibatnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia melayangkan nota protes melalui Duta Besar China yang kemudian diteruskan ke Beijing.

• Pengamat Beberkan Cara Menangkan Pertarungan atas Klaim Natuna dari China, Sebut Kata Kunci

Sebagai reaksi atas protes tersebut, China malah mengklaim kapalnya tidak melanggar hukum internasional dan memiliki hak kedaulatan atas wilayah perairan tersebut.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, sebetulnya ada beberapa negara yang bersengketa dengan China terhadap batas wilayah lautnya.

Selain negara-negara ASEAN, China juga pernah berseteru dengan Taiwan.

Klaim China didasarkan pada nine dash line, yang meliputi mulai dari Kepulauan Paracel di wilayah Vietnam dan Taiwan sampai Kepulauan Spatly yang membuat China berseteru dengan Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei Darussalam.

Dengan demikian, nine dash line yang diklaim China meliputi hampir seluruh Laut China Selatan.

Nine dash line yang diakui China bertumpang-tindih dengan ZEE Indonesia di wilayah Natuna Utara.

• Sebut Protes Indonesia soal Natuna Tak Mempan, Pakar Desak RI Segera Tarik Dubes di China

Peta Pemerintah China

Bagian ZEE Indonesia yang diklaim China seluas 83.000 kilometer persegi atau 30 persen dari wilayah laut di Natuna.

Klaim China tersebut juga akan mengurangi wilayah Filipina dan Malaysia sebesar 80 persen, Vietnam 50 persen, dan Brunei 90 persen.

Dalam peta yang dirilis Pemerintah China, tidak terdapat ZEE yang disepakati dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Kesepakatan UNCLOS tersebut ditandatangani pula oleh China dan negara-negara lain yang berbatasan laut di wilayah Laut China Selatan.

Awalnya peta tersebut mengklaim eleven dash line yang mencakup sebagian besar wilayah Laut China Selatan termasuk Kepulauan Pratas menjadi wilayah China, juga Macclesfield Bank, Kepulauan Spratly, dan Kepulauan Paracel.

Klaim ini telah ditetapkan sejak 1949 dalam masa pemerintahan Chiang Kai Shek.

Kemudian peta tersebut disederhanakan menjadi nine dash line serta dianggap menjadi alasan historis dan alasan perseteruan China dengan negara lainnya.

Atas dasar ini, Pemerintah China menolak protes Indonesia tentang pelanggaran batas wilayah laut.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan tidak ada pelanggaran hukum internasional yang dilakukan China, seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Penangkapan kapal berbendera Vietnam di laut Natuna, Selasa (19/3/2019). (Pres rilis TribunWow.com)

• PKS Sebut Prabowo Terkesan Lembek soal Natuna: Tunjukkan Sikap Nasionalis dan Patriot

Indonesia Tak Mengakui Nine Dash Line

Dikutip dari cuplikan video yang diunggah kanal Youtube Tribunnews.com pada Sabtu (4/1/2020), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dengan tegas menolak klaim China atas perairan Natuna.

Menurut Retno, China telah melanggar batas wilayah kedaulatan negara.

"Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia," kata Retno Marsudi dalam pernyataannya.

Ia juga meminta agar China mematuhi kesepakatan UNCLOS yang turut dihadiri China.

"Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982," lanjutnya.

"Ketiga, Tiongkok merupakan salah satu part dari UNCLOS 1982."

"Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," tegas Retno.

Retno juga menyatakan Indonesia tidak akan pernah mengakui nine dash line yang diklaim secara sepihak oleh China karena tidak memiliki alasan hukum yang jelas.

• Pengamat Beberkan Cara Menangkan Pertarungan atas Klaim Natuna dari China, Sebut Kata Kunci

Lihat videonya dari awal:

(TribunWow.com/Mariah Gipty/Brigitta Winasis)