Terkini Nasional

Peneliti ICW Tama Langkun Ungkap Perlakuan Pemerintah terhadap Koruptor: Negara Ini Sedang Melunak

Penulis: anung aulia malik
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti ICW memaparkan langkah-langkah pemerintah yang kini cenderung bersikap toleran terhadap tindak pidana korupsi dan koruptor

TRIBUNWOW.COM - Peneliti ICW Tama S. Langkun mengatakan perlakuan pemerintah Indonesia saat ini sedang condong mengasihani koruptor.

Membuktikan pernyataannya, Tama memaparkan data soal berbagai kebijakan pemerintah yang menurutnya memberikan ruang kepada koruptor.

Dikutip dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Selasa (10/12/2019), data yang dipaparkan oleh Tama di antaranya adalah pengadaan Dewan Pengawas untuk KPK, penghilangan kewajiban ganti rugi uang negara, hingga pemberian potongan hukuman untuk koruptor.

Kata Mahfud MD soal Hukuman Mati untuk Koruptor: Saya sejak Dulu Sudah Setuju

Jaksa Agung ST Burhanuddin Tegaskan Siap Eksekusi Mati Narapidana Koruptor: Enggak Ada Beban

Mulanya ia membahas sekilas soal potongan hukuman mantan anggota DPR Idrus Marham.

Ia menghargai keputusan Mahkamah Agung yang telah memberikan potongan hukuman untuk Idrus Marham.

"Yang harus kita lihat soal pertimbangannya, pertimbangan terkait dengan putusan yang menjadi pertimbangan bahwa Idrus Marham harus dikurangi tentu saja harus kita hargai, karena itu menjadi putusan Mahkamah Agung," papar Tama.

Kendati demikian, Tama menyayangkan karena keringanan sikap pemerintah terhadap koruptor, terus terjadi selama beberapa tahun terakhir.

"Tetapi yang kemudian kita coba pahami adalah beberapa tahun terakhir ini menjadi kecenderungan," ujarnya.

Tama S Langkun kemudian mengatakan ketika pemerintah melakukan penguruman hukuman karena dalih berfokus pada perampasan harta koruptor, menurutnya hal tersebut tidak terjadi.

Kemudian ia memberikan sebuah contoh soal kasus eks petinggi Pertamina Suroso Atmo Martoyo.

Ia mengatakan kala itu Suroso dituntut untuk menggantikan kerugian uang negara sebesar 190 ribu dollar Amerika.

Namun ketika diputuskan dalam Peninjauan Kembali (PK), tuntutan ganti rugi tersebut justru dihilangkan.

Melihat hal tersebut Tama tidak melihat adanya keseriusan pemerintah dalam melakukan perampasan aset dari koruptor.

"Jadi saya enggak melihat, bicara pengurangan ini bagian penggeseran agar fokusnya kepada perampasan aset, pengembalian kerugian negara, toh tidak terjadi juga," katanya.

Tama kemudian memaparkan sederet kebijakan pemerintah yang dianggapnya lunak dan memberikan ruang terhadap koruptor.

"Jadi yang saya lihat adalah beberapa tahun terakhir, fenomena yang terjadi, putusan pengadilan menjadi semakin toleransi kepada koruptor," ujar Tama.

Tama membahas mulai dari revisi Undang-undang KPK hingga keputusan pengadilan yang meringankan masa hukuman koruptor.

"Ini yang kemudian kita coba lihat hulu sampai hilir, kecenderungan-kecenderungan agar KPK mencegah, agar KPK kewenangannya dibatasi, dan lain sebagainya," papar Tama.

"Tentu akan berujung pada penindakan, mekanisme Dewan Pengawas dan sebagainya," tambahnya.

Tama bahkan menyebutkan berdasarkan informasi yang dikumpulkannya, ada koruptor yang bebas dari hukuman dan kewajiban mengganti uang negara.

"Kemudian bicara soal putusan pengadilan juga demikian, beberapa putusan terakhir kita coba catat banyak sekali yang mengurangi hukuman, bahkan tidak mengurangi hukuman saja," tutur Tama.

"Bentuknya ada juga yang membebaskan, ada juga yang membatalkan uang pengganti," imbuhnya.

Ia kemudian menyindir pemerintah yang saat ini memang sedang bersikap lunak terhadap koruptor.

Tama mengatakan hal tersebut berdasarkan, fakta yang terjadi bahwa tidak hanya grasi terhadap koruptor, namun juga adanya upaya pelemahan KPK.

"Dan kita coba lihat dari sisi eksekutif, ini kewenangannya Pak Presiden, bicara soal grasi itu menjadi hak konstitusionalnya Presiden," terangnya.

"Tetapi rangkaian-rangkaian ini menunjukkan bahwa memang negara ini sedang melunak sama koruptor, ini yang kemudian bahaya," tandasnya.

Anggota DPR F-PKS Nasir Koreksi Jokowi soal Pernyataan Hukuman Mati Koruptor: Jangan Hanya Retorika

Video dapat dilihat menit 8.24

Jokowi Tegaskan Hukuman Mati untuk Koruptor

Presiden Joko Widodo (Jokowi) seusai menghadiri peringatan Hari AntiKorupsi Sedunia di SMK Negeri 57, Jakarta disinggung soal hukuman bagi para koruptor.

Dikutip dari tayangan YouTube tvOneNews, Senin (9/12/2019), presiden menyatakan apabila terdapat masukan dari masyarakat soal hal itu akan direalisasikan oleh pemerintah.

Namun hal tersebut tergantung pada keputusan dan mekanisme  di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Presiden Jokowi saat berada di acara peringatan Hari AntiKorupsi. Terbaru, Jokowi tegaskan akan nyatakan hukuman mati untuk koruptor apabila ada permintaan dari masyarakat  (Sekretariat Kabinet RI)

• Jokowi Masih Pertimbangkan Penerbitan Perppu KPK, Sebut Hal Penting Dalam Penindakan Korupsi

"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," papar Jokowi.

"Ya bisa saja kalau itu memang kehendak dari masyarakat, tapi tergantung yang ada di legislatif."

Sebelumnya terkait hukuman mati bagi para koruptor sempat disinggung oleh seorang siswa SMK bernama Harley Hermansyah dalam acara tersebut.

Saat itu Jokowi menghadiri pentas drama "Pentas Tanpa Korupsi" yang diselenggarakan di SMK Negeri 57, Pasar Minggu, Jakarta bersama sejumlah menteri.

Ia lalu meminta sejumlah siswa maju ke depan untuk mengajukan pertanyaan padanya.

Kesempatan itupun tidak disia-siakan oleh Harley Hermasyah.

Harley pun bertanya pada Jokowi mengenai penegakan  hukuman yang tegas bagi koruptor saat acara peringatan Hari AntiKorupsi Sedunia yang diselenggarakan di sekolahnya.

"Kenapa negara kita dalam mengatasi koruptor tidak terlalu tegas? Kenapa tidak berani seperti di negara maju, misalnya dihukum mati?," tanya siswa kelas XII jurusan tata boga tersebut.

Mendengar pertanyaan Harley tersebut membuat seluruh siswa di ruangan itu bertepuk tangan.

Jokowi kemudian mengungkapkan hukuman mati bagi koruptor dapat dilakukan apabila ada undang-undang yang mengaturnya.

"Ya kalau di undang-undangnya memang ada yang korupsi dihukum mati itu akan dilakukan, tapi di UU tidak ada yang korupsi dihukum mati," jawab Jokowi.

• Main Drama, Wishnutama Pesan Bakso Spesial ke Erick Thohir, Singgung Oknum BUMN

Lihat video selengkapnya:

 (TribunWow.com/Anung Malik/Fransisca Mawaski)