TRIBUNWOW - Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) Abdul Mu'ti memberikan penjelasan terkait dengan penghapusan Ujian Nasional (UN).
Abdul mengatakan, wacana kebijakan ini menjadi bagian usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dilansir TribunWow.com, hal ini ia ungkapkan dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi, Jumat (29/11/2019).
• Anak Muda Keluhkan soal Keterampilan, Mendikbud Nadiem Makarim Paparkan Solusinya
Ia juga mengatakan hal tersebut berkaitan dengan beberapa hal.
"Pertama mengenai pencapaian standar pendidikan Indonesia, kemudian yang kedua adalah keterlaksanaan dan ketercapaian kurikulum," terang Abdul.
"Kemudian yang ketiga adalah bagaimana satuan pendidikan itu juga mengevaluasi tidak hanya kognitif dan skill, tetapi juga karakter," imbuhnya.
Abdul lalu menambahkan, kini UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan karena dapat dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan dimana siswa itu berada.
Hal ini dikarenakan standar pendidikan yang berbeda di tiap daerah.
"Kualitas pendidikan itu berbeda-beda, kemudian kemampuan guru dalam memberikan tes atau soal juga berbeda," ujar Abdul.
Ia kemudian berujar, UN sebagai pertanggungjawaban publik, karena sistem yang dianut oleh Indonesia adalah negara kesatuan.
Selama ini, pengajaran terhadap siswa di Indonesia disebut Ketua BNSP ini hanya memberikan tes yang bersifat kognitif bukan kompetensi.
Termasuk pada Ujian Nasional.
Hal tersebut membuat para siswa tidak siap dalam memasuki dunia kerja saat lulus.
Lihat video selengkapnya pada menit ke 2.34:
• Wacana Penghapusan UN oleh Mendikbud Nadiem Makarim, Pengamat: Ujian Digunakan sebagai Evaluasi
Terkait dengan ketidaksiapan para siswa terhadap dunia kerja sempat disampaikan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada Kamis (28/11/2019) lalu.
Nadiem Makariem menyebut, anak-anak muda yang baru memasuki dunia kerja umumnya punya keluhan yang sama.
Di antaranya adalah soal kemampuan dan juga keterampilan.
"Komplainnya sama, yakni anak-anak muda kalau masuk ke dunia kerja komplainnya sama, yakni enggak bisa komunikasi dengan baik.
"Skill-skill dalam melakukan kolaborasi kurang baik, kurang baik dari sisi disiplin diri, tepat waktu, follow up suatu penugasan, dan dia tidak bisa buat keputusan secara mandiri."
"Itu isu-isu yang dihadapi," ujar dia
Ia kemudian mengungkapkan dua hal yang harus dilakukan untuk mengakomodir para anak muda saat memasuki dunia kerja.
Dilansir Kompas.com, Kamis (28/11/2019), Nadiem mengatakan, pihaknya sedang berupaya untuk melakukan perubahan dalam sistem pendidikan Indonesia.
"Makanya arahan Presiden lakukan deorganisasi, yakni mengurangi aturan organisasi dan tingkatkan SDM."
"Caranya kita buat flexibility dari kurikulum dan sekolah tersebut," papar Nadiem dalam acara KOMPAS100 CEO Forum, Kamis (28/11/2019).
Menurut Nadiem, semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, baik guru, orangtua, masyarakat, dan juga siswa harus aktif terlibat dalam perubahan sistem pendidikan yang sedang ia usahakan ini.
"Kalau guru dan orang tua tidak bergerak dulu maka program ini akan gagal, di mana yang dibutuhkan adalah gerakan, bukan hanya kebijakan. Kemendikbud hanya memfasilitasi," ujar dia.
Solusi ini digunakan untuk mengatasi keluhan-keluhan yang kerap diungkapkan oleh generasi muda.
• Nadiem Makarim Imbau Orang Tua Bacakan Dongeng ke Anak: Mohon Jangan Cuma Ibunya
Sebagai kabar baik
Pengamat kebijakan publik, Mochtar Adam mengomentari wacana yang digaungkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk mengapus ujian nasional (UN) sebagai syarat kelulusan.
Menurutnya, hal tersebut merupakan kabar baik bagi dunia pendidikan Indonesia, karena ternyata di bidang kebijakan terdapat ada dua isu utama.
"Pertama tidak digunakan lagi sebagai penentu kelulusan, kedua tidak lagi digunakan menjadi standar untuk masuk jenjang berikutnya," papar Mochtar seperti yang dikutip TribunWow.com dari tayangan YouTube Talk Show tvOne, Kamis (29/11/2019).
"Tetapi dia (UN) digunakan sebagai alat untuk evaluasi," lanjutnya.
Mochtar lalu mengatakan, UN hanya diperuntukan untuk mengevaluasi apa yang dilakukan negara dalam menguji kualitas kurikulum dan keberhasilan.
"Jadi si anak didik digunakan sebagai alat pengujian bahwa nanti ada perubahan kebijakan, si anak yang diuji tadi tidak akan menikmati apa kebijakannya," papar Mochtar.
"Tapi dia tidak menjadi standar untuk dia masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi."
Mochtar berpendapat pola ujian yang harusnya dilakukan adalah menguji kualitas anak didik sejak masuk sekolah.
Sehingga nantinya guru akan memfasilitasi anak didik sesuai dengan minat bakatnya.
Dukungan soal wacana Nadiem dalam menghapus UN juga disampaikan oleh Ketua Komisi X DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda.
Menurut Syaiful, standar yang ditetapkan melalui pelaksanaan UN tidak merata di sejumlah tempat.
"Standarisasi melalui UN di beberapa daerah tidak memenuhi asas keadilan."
"Sebab pelaksanaan kurikulum dan metode pengajaran relatif tidak sama antardaerah," ujar Syaiful Huda seperti yang dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (29/11/2019).
Akan tetapi, politisi PKB itu meminta Nadiem Makarim untuk menggodok dengan matang wacana tersebut.
Hal tersebut dikarenakan kualitas pendidikan di sejumlah daerah di Indonesia tak sama.
"Perlu diingat metode pembelajaran dan kualitas sarana dan prasarana sekolah tidak sama di wilayah di Indonesia," kata Syaiful.
"Kompetensi guru juga tidak merata. Dalam konteks ini bisa dipahami muncul opsi untuk meniadakan Ujian Nasional,” jelasnya.
Sofyan ingin Kemendikbud mengkaji dengan benar perbedaan tersebut, agar nantinya perubahan yang dilakukan Nadiem kelak dapat merata di sejumlah wilayah.
(TribunWow.com/Fransisca Mawaski)