Perppu UU KPK

Laode M Syarif Buka Suara Alasan 3 Pimpinan KPK Ajukan Judicial Review UU KPK: Daripada 1.000 Orang

Penulis: anung aulia malik
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan alasan mengapa 3 pimpinan KPK turun tangan langsung mengajukan Judicial Review UU KPK ke MK

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif buka suara soal alasan dirinya dan dua pimpinan KPK lainnya berinisiatif untuk mengajukan judicial review soal revisi undang-undang KPK ke Mahkamah Konstitusi.

Laode mengatakan hal tersebut dilakukan karena banyaknya anggota KPK yang juga tidak setuju terhadap undang-undang KPK yang baru.

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Rabu (27/11/2019), Laode juga mengatakan mereka bertiga bergerak sebagai perwakilan para anggota KPK yang memiliki pandangan sama terhadap revisi undang-undang KPK.

Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil ketua KPK Laode Muhammad Syarif, dan Wakil ketua KPK Saut Situmorang ajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU KPK terbaru. ((KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA))

 

Ragukan Komitmen KPK, Marwan Batubara Ungkit Rekam Jejak Ahok, Terkena 12 Kasus Dugaan Korupsi

Agus Rahardjo Tolak Ustaz Abdul Somad, Haikal Hasan: Baru Kali Ini Ada Ketua KPK Ngurusin Ceramah

Mulanya Laode mengeluhkan soal tidak adanya komunikasi yang dilakukan ketika DPR melakukan revisi undang-undang KPK.

"Perlu kami informasikan bahwa pertama, kami di KPK tidak dikonsultasikan, ya pada saat proses revisi undang-undang KPK itu," jelas Laode M Syarif.

Laode M syarif kemudian menjelaskan dampak dari tidak adanya komunikasi tersebut adalah banyak materi undang-undang KPK yang tidak sesuai dengan prinsip pimpinan dan pegawai KPK.

"Oleh karena itu banyak hasil dari yang ada dalam materi undang-undang KPK yang baru itu, ya tidak sesuai dengan harapan pimpinan KPK dan pegawai KPK," kata Laode M Syarif.

Ia kemudian mengutip perbincangannya dengan salah satu Pimpinan KPK Alexander Marwata.

"Jadi Pak Alex (Alexander Marwata) bilang bahwa ini sama saja menjahit baju tapi enggak diukur sama orangnya," ungkap Laode M Syarif.

Laode M Syarif lanjut menjelaskan penolakan terhadap revisi undang-undang KPK yang baru juga datang dari anggota KPK.

Melihat hal tersebut, Laode M Syarif dan dua pimpinan KPK lainnya berinisiatif untuk mewakili suara anggota KPK dan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konsitusi atas nama pribadi.

"Yang kemudian banyak juga pegawai KPK yang ingin melakukan judicial review," tutur Laode M Syarif.

"Daripada seribuan orang melakukan judicial review rame-rame. Sebagai perlambangan untuk ketidak setujuan mereka atas isi undang-undang KPK yang baru, maka kayaknya lebih bagus kami aja bertiga untuk mewakili sebagian besar insan KPK," imbuhnya.

Menanggapi mengapa tidak kelima Pimpinan KPK melaporkan bersama, Laode M Syarif mengatakan kedua Pimpinan KPK yang tidak ikut melapor juga sepaham dengan dirinya dan setuju untuk mengajukan judicial review ke MK.

"Ya jadi waktu itu kita komunikasikan bersama, dan Pak Alex masih maju lagi, jadi cukuplah bertiga, tapi beliau berdua juga menyetujui itu, tapi cukup bertiga diwakili," ujar Laode M Syarif.

Dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/11/2019), tiga pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode Syarif dan Saut Situmorang telah mengajukan judicial review terhadap hasil revisi undang-undang KPK ke MK pada Rabu (20/11/2019).

Proses pengajuan tersebut diakui oleh mereka, dilakukan atas nama pribadi.

Undang-undang KPK yang baru dinilai cacat prosedur atau cacat formil.

Ahok Bebas dari Kasus RS Sumber Waras, Marwan Batubara Sebut KPK Bermasalah dan Ungkit Bukti di BPK

Video dapat dilihat di menit 3.40

Pegiat Antikorupsi Ibaratkan KPK seperti Tubuh yang Dimutilasi

Pegiat Anti Korupsi Alvon Kurnia Palma mengibaratkan KPK saat ini sebagai sebuah anatomi tubuh yang telah dipotong-potong organnya.

Sebagai lembaga yang telah dipreteli, Alvon mengatakan kepala KPK sudah diambil dan dibagi menjadi dua pikiran yang berbeda.

Ia juga menyindir KPK tetap akan berjalan namun tidak lagi memiliki arti karena fungsi yang telah dipreteli.

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal youtube Talk Show tvOne, Kamis (7/11/2019), awalnya Alvon menanggapi pernyataan bagaimana presiden tidak terbitkan Perppu UU KPK dan bebasnya mantan Dirut PT PLN Sofyan Basir.

Alvon melihat bebasnya Sofyan Basir dan batalnya penerbitan Perppu UU KPK oleh presiden sebagai bentuk pelemahan KPK.

"Pertama-tama saya melihat delegetimasi dari KPK," jelas Alvon.

Alvon melihat saat ini banyak masyarakat yang berpandangan bahwa KPK sudah lemah dan tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal.

"Saya melihat teropini pada saat ini, KPK itu sudah lemah dan kemudian tidak bisa melakukan apa-apa," kata Alvon.

Banyaknya orang yang melihat KPK sebagai lembaga yang lemah dan tidak berdaya, menurut Alvon ini adalah keberhasilan bagi orang-orang yang melakukan penggiringan opini tersebut.

"Itu membuktikan apa yang dikatakan oleh aktor-aktor yang selama ini mengatakan KPK itu partisan, KPK itu tidak mampu menjalankan tugasnya dan macam-macam," kata dia.

"Itu makannya mereka sudah berhasil untuk itu (penyebaran opini KPK lembaga partisan)," imbuhnya.

Alvon mengatakan meskipun berhasil membangun opini negatif tentang KPK, namun mereka tetap tidak bisa menghilangkan semangat anti korupsi.

"Tetapi tidak untuk meredam dan menghilangkan semangat ideologi, dari anti korupsi itu sendiri," tutur Alvon.

Ia kemudian menjelaskan dasar berdirinya sebuah negara adalah kehidupan yang bersih dari korupsi.

"Modal dasar untuk membangun negara itu, bagaimana kita bisa hidup bersih," katanya.

• Perubahan Sikapnya soal Perppu KPK Disorot, Mahfud MD: Enggak Ada Gunanya Berharap pada Saya

Alvon kemudian mengibaratkan KPK sebagai sebuah anatomi tubuh.

Ia menggambarkan kondisi KPK saat ini sebagai sebuah tubuh yang organ-organnya telah hilang dan dirampas.

"Ibarat suatu anatomi, satu hatinya sudah diambil, kedua tangan dan kakinya sudah diamputasi," papar Alvon.

Kemudian Alvon mengibaratkan adanya dewan pengawas ibarat kepala KPK yang terbagi menjadi dua, antara dewan pengawas dan pimpinan KPK.

"Kepalanya yang akan menjalankan policy (kebijakan), itu sudah diambil dibagi menjadi dua antara dewan pengawas dan pimpinan," tambahnya.

Kemudian ia mengatakan bagaimana bisa lembaga yang telah dipreteli organnya berfungsi dengan baik.

"Apakah itu bisa dikategorikan sebagai suatu lembaga yang bisa maksimal nantinya," terangnya.

Alvon mengatakan KPK memang akan tetap berjalan.

Namun dengan fungsi yang sudah dipreteli Alvon mengatakan, keberadaan KPK sudah tidak memiliki arti.

"Jadi dia tetap berjalan tapi apa faedahnya," katanya.

Ia mengibaratkan KPK nanti seperti sebuah singkong yang dilempar ke tanah.

Singkong tersebut akan tetap hidup, namun ia tidak mungkin melekat ke bawah tanah dan menjadi ubi.

"Misal ada sebatang singkong, dia dilempar, hidup dia, tetapi pertanyaannya apkah dia melekat ke bawah menjadi ubi? tidak," katanya.

• Tetap Dukung Penerbitan Perppu KPK, Mahfud MD: Sekarang Sudah Jadi Menteri, Masak Menentang?

Video dapat dilihat mulai menit 0.29

(TribunWow.com/Anung Malik)