TRIBUNWOW.COM - Aktivis Antikorupsi Indonesia ICW Donal Fariz sebut semenjak Undang Undang (UU) KPK ditetapkan, tidak ditemukan adanya penindakan yang dilakukan oleh KPK.
Donal menduga inilah yang diinginkan oleh para pembuat revisi UU KPK, untuk memperlemah fungsi penindakan.
Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal youtube Talk Show tvOne, Kamis (7/11/2019), Donal menjelaskan saat ini sudah tidak ditemukan adanya penindakan yang dilakukan KPK.
Hal tersebut lantaran UU KPK sudah berlaku meskipun belum ada tanda tangan dari presiden.
"Kalau kita lihat, hari ini tidak ada penindakan sejak Undang Undang KPK berlaku secara otomatis tanpa signing dari presiden," kata Donal.
Donal mengatakan 30 hari sejak UU KPK berlaku, belum ada penindakan yang dilakukan oleh KPK.
"30 hari sejak UU KPK itu ditetapkan dalam paripurna DPR, sampai hari ini tidak ada penindakan oleh KPK," tambahnya.
Donal mengatakan fungsi KPK saat ini yang berjalan hanya fungsi-fungsi pencegahan.
"Fungsi-fungsi yang jalan hanya fungsi pencegahan," jelasnya.
Peneliti ICW tersebut curiga justru inilah yang diinginkan.
Untuk melemahkan fungsi penindakan KPK.
"Kalau saya melihat jangan-jangan ini yang diinginkan sesungguhnya," kata dia.
"Fungsi-fungsi penindakan itu menjadi tumpul, menjadi tidak berdaya," jelas peneliti ICW tersebut.
Donal mengatakan saat ini terjadi banyak perdebatan soal UU KPK baru dan UU KPK lama.
Perdebatan tersebut terjadi mulai dari ruang publik hingga dalam pengadilan.
"Sekarang terjadi banyak perdebatan, dan diskursus di ruang publik, termasuk juga di ruang pengadilan," katanya.
Peneliti ICW tersebut mengatakan bahwa perdebatan terjadi di ruang pengadilan, itu adalah hal yang lumrah.
"Dalam konteks Judicial itu hal yang lumrah perdebatan di ruang pengadilan," katanya.
• Perubahan Sikapnya soal Perppu KPK Disorot, Mahfud MD: Enggak Ada Gunanya Berharap pada Saya
Namun ada beberapa perdebatan yang menurut Donal mengancam proses hukum yang terjadi.
"Tetapi ada perdebatan yang mengancam dari proses legitimasi hukum itu sendiri," kata dia.
Donal kemudian mencontohkan kasus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
"Misalkan saja sekarang dalam kasus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
Donal mengatakan terjadi perdebatan soal keabsahan proses yang dijalankan oleh KPK.
Satu pihak berpendapat proses yang dijalankan oleh Imam Nahrawi tidak sah karena menggunakan UU KPK yang lama.
Menurutnya seharusnya menggunakan UU KPK yang baru.
"Salah satu gugatan dari pra-peradilan itu adalah bicara soal keabsahan proses yang dijalankan oleh kPK," kata dia.
"Karena ada pandangan bahwa proses yang dijalankan terhadap Imam Nahrawi tersebut tidak sah, karena menggunakan UU yang lama," tambahnya.
"Pendapat yang bersangkutan adalah harusnya menggunakan UU yang baru," imbuhnya.
Donal mengatakan itu baru contoh kecil perdebatan yang terjadi.
• Tetap Dukung Penerbitan Perppu KPK, Mahfud MD: Sekarang Sudah Jadi Menteri, Masak Menentang?
Peneliti ICW tersebut mengatakan perdebatan terjadi karena ketidaktentuan norma dan aturan yang berlaku dalam UU KPK.
"Itu adalah salah satu diskursus hukum, " kata Donal.
"Dan itu baru satu isu kecil saja diskursus yang muncul akibat banyaknya kesimpangsiuran norma dan pengaturan di dalam UU KPK," jelasnya.
Kemudian Donal memberikan lagi contoh perdebatan yang mungkin akan muncul akibat ketidakjelasan UU KPK.
Donal mencontohkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) KPK.
Diketahui, di UU KPK yang lama Sprindik ditangani oleh Pimpinan KPK.
Namun di UU KPK yang baru, Pimpinan KPK tidak lagi berwenang untuk menanda tangani Sprindik
"Apalagi yang potensial misalkan saja, soal keabsahan Sprindik KPK, siapa yang menandatangai Sprindik KPK," jelas Donal.
"Walaupun kemudian orang berifkir, oh mungkin akan ditangani oleh Direktorat Penyidikan," tambahnya.
"Tapi di UU lama jelas disebutkan bahwa penyidik dan penuntut umum adalah pimpinan KPK, sekarang kewenangan itu yang hilang dari organ yang dimiliki oleh pimpinan KPK," paparnya.
Video dapat dilihat mulai menit 4.00
Jokowi Tak akan Keluarkan Perppu UU KPK
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan, tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (4/11/2019), Jokowi mengatakan dirinya menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi.
"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Jokowi tidak ingin ada keputusan yang saling tumpang tindih.
Ia menambahkan, dalam kehidupan bernegara harus mengedepankan sopan santun.
"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," lanjut dia.
Pernyataan Jokowi soal Perppu UU KPK tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.
pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan penerbitan Perppu UU KPK tidak perlu menunggu proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya eksekutif dan Mahkamah Konstitusi tidak akan saling bersinggungan dalam pembuatan Perppu
"Apakah tergantung dengan proses di MK? Tidak, kenapa? Karena jalurnya presiden sebagai cabang kekuasaan eksekutif dengan Mahkamah Konstitusi cabang kekuasaan yudikatif tidak bersentuhan dalam soal pembuatan Perppu," kata Bivitri.
Bivitri mengatakan alasan yang dibuat oleh Jokowi kesannya seperti dibuat-buat.
Ia menilai proses di MK dan kebijakan Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu UU KPK tak berkaitan.
"Nah jadi kalau misalnya argumennya adalah mau menunggu proses di MK, itu keliru. Itu suatu pernyataan keliru dan menyesatkan dan kesannya terlalu mengada-ada," kata dia.
• Fahri Hamzah Sebut KPK Langgar Presidensialisem jadi Alasan Revisi UU Disahkan oleh Presiden
Jokowi sempat menyatakan akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu.
Itu dikatakan Jokowi setelah bertemu dengan sejumlah tokoh di Istana, Senin (26/9/2019) atau sekitar satu bulan sebelum dilantik sebagai presiden pada periode kedua.
"Akan kami kalkulasi, kami hitung, pertimbangkan terutama dalam sisi politiknya," kata Jokowi.
(TribunWow.com/Anung Malik)