TRIBUNWOW.COM - Mantan Staf Khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla, Azyumardi Azra mengungkap beda sikap Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD soal Penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu KPK).
Azyumardi Azra menilai, ada perbedaan sikap Mahfud MD antara sebelum dan sesudah menjadi Menkopolhukam.
Diberitakan Tribun Wow melalui channel YouTube Realita TV pada Minggu (4/11/2019), mulanya ia menjelaskan bahwa dirinya merupakan satu di antara 41 tokoh yang diundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pengusulan Perppu KPK beberapa waktu lalu.
• Kini Jadi Menkopolhukam, Mahfud MD Diprediksi Maju di Pilpres 2024, Didampingi Anies Baswedan?
Azra mengatakan, tokoh- tokoh yang diundang Jokowi itu sepakat bahwa Revisi Undang-Undang KPK dapat melemahkan lembaga antikorupsi tersebut.
"Revisi itu melemahkan KPK dalam berbagai seginya sehingga kemudian dengan pelemahan KPK itu maka kemudian pemberantasan korupsi, penciptaan pemerintahan yang bersih dari KKN itu tidak akan tercapai," jelas Azra.
"Nah oleh karena itulah semua pembicara delapan orang itu sepakat bahwa presiden perlu mengeluarkan Perppu," sambung Azra.
Azra menjelaskan, pada acara itu hanya delapan orang yang berkesempatan untuk berbicara di depan presiden, termasuk dirinya dengan Mahfud MD.
Hal itu dikarenakan karena waktu yang terbatas.
"Dari 41 orang itu hanya delapan orang?," tanya pembawa acara Rahma Sarita.
"Iya karena kan waktunya terbatas jadi tidak semua orang ada waktu untuk ngomong, saya termasuk yang ngomong tiga hal sebetulnya untuk menyarankan," lanjut Azra.
Namun, Azra menilai bahwa Mahfud MD membuat keterangan yang berbeda di depan Jokowi dengan keterangan di depan wartawan.
"Termasuk Pak Mahfud MD juga kan ya?" tanya Rahma Sarita lagi.
"Cuma Pak Mahfud ini ketika di dalam dan ketika waktu keterangan pers berbeda ya," jawab Azra.
Lantas, pria yang juga merupakan Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengungkapkan bahwa Mahfud MD juga termasuk orang yang meminta presiden untuk mengeluarkan Perppu.
"Di dalam pertemuan dengan presiden, kita itu termasuk Pak Mahfud menekankan pentingnya segera dikeluarkan Perppu KPK."
"Tapi kemudian di luar ia menekankan beberapa alternatif, mengenai apa yang harus dilakukan untuk menghadapi undang-undang KPK yang baru itu hasil revisi itu," jelas Azra.
Namun saat di depan wartawan, Mahfud MD justru juga mengungkapkan alternatif lain, yakni mengusahakan Perppu KPK ini melalui Mahkamah Konstitusi.
• Perppu KPK Tak Kunjung Diterbitkan, Mahfud MD sebagai Menkopolhukam Dianggap Gagal Dorong Jokowi
Sedangkan di depan presiden, Mahfud MD juga sudah menjelaskan bahwa alternatif itu sulit dilakukan demi menyelamatkan KPK.
"Yang pertama dia bilang bawa ke MK Yudisial Review ya kan," ujarnya.
"Padahal di dalam pembicaraan dengan presiden sudah dibilang pertama Yudisial Review itu makan waktu yang lama."
"Yang kedua belum tentu keputusan itu sesuai yang diinginkan oleh masyarakat, yaitu penguatan KPK," papar pria lulusan Universitas Columbia ini.
Selain sulit, yudisial review kemungkinan bisa menolak pengajuan KPK agar kembali seperti semula.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi mengurusi masalah konstitusi bukan masalah korupsi ataupun masalah hak warga negara.
"Bisa saja Mahkamah Konstitusi menolak ya kan, Yudisial Review itu ditolak karena ini enggak ada urusan dengan soal konstitusional, ini soal korupsi, bukan hak-hak warga negara dan sebagainya sementara waktunya sudah lewat," lanjut Azra.
"Jadi keterangan dari Pak Mahfud di bersama presiden itu dalam kutip membuat mentah lagi kesepakatan dalam tanda kutip itu supaya presiden mengeluarkan Perppu KPK itu," tambahnya.
Azra menganggap Mahfud MD berbeda sikap ketika sebelum dan sesudah menjadi Menkopolhukam.
Kini, Mahfud MD terkesan lempar tanggung jawab ke Jokowi.
"Nampaknya sekarang menjadi Menkopolhukam nampaknya Pak Mahfud mengembangkan itu, dan melemparkan bolanya ke Pak Jokowi. 'Wah itu urusannya Pak Jokowi, sekarang terserah Pak Jokowi mau mengeluarkan atau tidak'."
"Jadi dia berlepas dalam hal itu," papar Azra.
Saat ditanya apakah dirinya konsisten mendukung pengeluaran Perppu KPK, Azra mengiyakan dengan tegas.
Pasalnya, masalah korupsi di Indonesia kini sudah cukup parah.
Bahkan, ia merasa kecewa dengan Jokowi telah memanggil tokoh-tokoh yang pernah berurusan dengan KPK
"Belum ada lagi, tapi saya masih konsisten bahwa Perppu KPK itu harus segera dikeluarkan karena beberapa pertimbangan."
• Perppu KPK Tak Kunjung Diterbitkan, Mahfud MD sebagai Menkopolhukam Dianggap Gagal Dorong Jokowi
"Pertama korupsi masih merajalela, kemudian bahkan kita juga melihat ketika Presiden Jokowi memanggil orang-orang, calon menterinya, calon wakil menterinya, itu ada beberapa orang bahkan disebutkan secara terbuka oleh Jubir KPK itu mereka pernah diundang ataupun menjadi saksi atau terlibat dalam kasus korupsi, walau belum jadi tersangka," jelasnya.
Hal itu berbeda dengan Jokowi pada awal pemerintahan 2014 yang menganggap KPK merupakan lembaga yang cukup penting hingga dilibatkan dalam penyusunan menteri.
"Empat nama atau enam. Saya juga menyesalkan Presiden Jokowi. Dulu 2014 malah minta pertimbangan KPK atas nama orang-orang yang mau rekrut untuk menteri sehingga itu dicoret sampai delapan orang. Tapi sekarang mengabaikan KPK," katanya.
Lihat videonya sejak menit awal:
(TribunWow.com/Mariah Gipty)