Gerakan 30 September

Kisah Mencekam G30S Diungkap Putri Jenderal DI Pandjaitan, Rumahnya Dikepung dan Ayahnya Diseret

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Mohamad Yoenus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DI Panjaitan adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia yang meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 40 tahun.

"Nah kita kan enggak ngerti ya, akhirnya mereka masuk, pembantu ditanya 'Ndoromu mana?' terus kasih tunjuk, beliau atas," ungkapnya menirukan percakapan keduanya.

Saat itu ia berkisah, dirinya tak bisa meminta bantuan karena telepon pada jaman dahulu yang berbentuk paralel dipotong kabelnya dari lantai bawah.

"Akhirnya kita sibuk telepon, tapi dulu kan paralel, kita di atas, yang di bawah mereka gunting jadi enggak bisa cari bantuan."

"Akhirnya mereka di tangga teriak 'Bapak jenderal, bapak jenderal' panggil ayah saya. Terus ayah saya sedang sibuk ngokang-ngokang (senjata)."

Sang putri, Catherine Panjaitan mengungkapkan kesaksiannya ketika peristiwa DI Panjaitan dibunuh kelompok pembelot G 30 S. (Capture YouTube Inews Magazine)

Panggilan pasukan pembelot lantas dijawab oleh ibunya.

"Terus dijawab, 'Ada apa', (dijawab) 'Dipanggil kepala duka yang mulia'. Akhirnya ibu bilang 'Pakai-pakaian dulu', lalu (ayah) turun ke bawah, saya mau ikut dilarang ayah saya," sebutnya.

Ia menjelaskan saat itu ayahnya ditarik dengan paksa untuk turun ke bawah.

"Menurut rekontruksi mereka tarik ayah saya ke bawah, paksa dorong kasar sekali. Saya enggak boleh ayah saya ikut saya ke balkon mau lihat apa kelanjutannya," ujarnya.

Pada saat itu, ia melihat ayahnya dipaksa untuk hormat kepada perwira.

"Ayah saya disuruh hormat. Saya sebagai tentara ya mengerti, kok disuruh hormat? Terhadap perwira atau jenderal," kata Catherine.

Namun DI Panjaitan menolak dan mendapat pukulan di dahi.

Catherine lantas tahu, tembakan dilepaskan oleh pasukan pembelot ke dahi ayahnya.

"Langsung ayah saya pakai senjata laras dipukul, ayah saya jatuh saya langsung lari turun ke bawah, ternyata ditembak di dahi."

Peringati Hari Kesaktian Pancasila, Iwan Fals: Film Gerakan 30 September Perlu Dibikin Versi Barunya

"Tapi saat saya turun ayah saya enggak ada lagi, diseret dilempar ke gerbang, karena gerbang kan tinggi, dilempar sudah kaya binatang," ungkapnya.

Mayat DI Panjaitan dibawa oleh pasukan pembelot ke dalam truk dan dibawa kembali ke markas gerakan itu di Lubang Buaya.

Halaman
123