Karena itulah, Eddy Hiariej membenarkan keputusan untuk menundan pengesahan, bukan membatalkan RKUHP.
"Publik harus paham bahwa KUHP itu isinya ada 700 sekian pasal."
"Yang bermasalah itu 10 persen saja tidak ada, lima persen saja tidak ada, dua persen saja tidak ada."
"Jadi tidak bisa menggunakan istilah membatalkan, tetapi menunda," jelas Eddy Hiariej.
• Khawatir akan Ada Unjuk Rasa Lebih Lanjut, Pakar Hukum Sarankan Diskusikan Lagi RKUHP
Selain itu, guru besar UGM itu menyebut bahwa masyarakat tidak membaca secara teliti mengenai RKHUP.
"Yang kedua saya mau mengatakan, publik ini hanya melihat buku dua tentang tindak pidana."
"Tetapi tidak membaca secara detaill buku satu mengenai asas-asas hukum pidana," ujar Eddy Hiariej.
Eddy Hiariej menjelaskan bahwa masyarakat membuat seolah-olah RKUHP akan mengekang dan menghilangkan kebebasan.
Ia pun menyarankan agar masyarakat kembali memahami maksud dari setiap pasal dalam RKUHP.
"Tetapi mereka tidak membaca apa yang terdapat dalam buku satu. Jadi ketika presiden menunda untuk mengesahkan KUHP, satu dari segi bahasa sudah tepat," ucap Eddy Hiariej.
Bagi Eddy Hiariej, penundaan pengesahan RKUHP menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam revisi UU tesebut.
"Artinya terhadap pasal-pasal yang kontroversi itu dibuka kembali ruang publik untuk kita melakukan perdebatan," ucap Eddy Hiariej.
Lihat video pada menit ke-1:41:
(TribunWow.com/Ami)