TRIBUNWOW.COM - Sutradara John de Rantau mengritik gaya berpakaian artis peran Shandy Aulia di tayangan Q&A: POLUSI RUANG PUBLIK di Metro TV.
Menurut John, gaya berpakaian Shandy mengundang netizen untuk merundungnya.
"Contoh saya pernah lihat kamu dengan pakaian yang sangat tipis, yang memperlihatkan bentuk lekuk dan aurat kamu. Maaf, seluruh laki-laki nusantara kayak menginginkan kamu," ujarnya.
• Shandy Aulia Beberkan Tanggapan Suami soal Dapat Banyak Komentar Negatif karena Berpakaian Terbuka
"Nah itu yang tidak kamu sadari, ketika bully-an datang, lalu kemudian keluar kata-kata senonoh segala macam, kamu enggak bisa salahkan karena kamu yang mengundang itu untuk mereka memperlakukan dirimu," imbuhnya lagi.
Menanggapi kritik John, Shandy mengatakan, ya memang, again, culture (budaya) kita Asia, saya mengerti, ketimuran, budaya, tapi terkadang sesuatu yang tidak sesuai dengan pola pikir apa yang menurut kita ideal itu pasti akan crash.
Dia melanjutkan, jadi, saya juga enggak bisa paksakan orang untuk menjaga pikirannya.
Tapi kalau buat saya, seorang perempuan mau berpakaian tertutup, atau terbuka, itu tergantung dari pikiran sih.
Karena mau tertutup segimanapun kalau memang it's dirty mind (pikiran kotor) ya sudah dirty aja.
Perdebatan kedua figur publik ini membelah warganet. Ada yang sependapat dengan John dan ada juga yang sependapat dengan Shandy.
Perbedaan pendapat ini juga terjadi pada kedua pakar yang Kompas.com hubungi pada Rabu (18/9/2019).
Harti Muchlas, Direktur Rifka Annisa
Direktur pusat pengembangan sumberdaya untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan ini berpendapat bahwa perempuan memiliki otoritas penuh atas tubuh dan seksualitasnya, tergantung bagaimana nilai dan norma yang diyakini oleh perempuan itu sendiri.
Harti juga menjelaskan bahwa perempuan bisa saja diharuskan mengikuti norma yang berlaku bila adil terhadap perempuan.
"Tapi terkadang norma masyarakat itu banyak yang tidak adil bagi perempuan, tapi karena norma itu diajarkan selama puluhan tahun maka telah menghegemoni perempuan dan menjadi sebuah kebenaran yang kadang diyakini oleh perempuan juga," ujarnya.
Masalahnya, menurut Harti, kita hidup dalam masyarakat yang sangat seksis dan menjadikan tubuh perempuan sebagai objek perundungan, kekerasan seksual, perkosaan dan komersialisasi.