TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menilai bahwa presiden merupakan sosok yang paling bertanggung jawab atas pemberantasan korupsi di negara ini.
Hal itu diungkapkan Fahri Hamzah saat menjadi bintang tamu di acara 'Indonesia Lawyers Club' pada Selasa (10/9/2019).
Fahri Hamzah menegaskan pendapatnya tersebut tak pernah berubah dalam lima tahun terakhir.
"Dan saya merasa karena lima tahun ini saya enggak pernah berubah pendapatnya, saya sudah berpendapat 10 tahun," kata Fahri Hamzah dikutip TribunWow.com dari channel YouTube Indonesia Lawyers Club pada Rabu (11/9/2019).
• Prof Bambang Saputra: Jokowi Harus Bijaksana dalam Mengambil Keputusan Tentang Revisi UU KPK
"Tapi lima tahun saya enggak pernah berubah pendapatnya yang bertanggung jawab memberantas korupsi bukan lembaga lain," sambung Fahri Hamzah.
Sehingga, jika nantinya presiden menandatangani revisi UU KPK dari DPR maka presiden nantinya akan bertanggung jawab dengan cara kerja pemberantasan KPK.
"Jadi apa yang dilakukan kalau presiden besok menandatangani Supres, itu presiden mengambil alih dan bertanggung jawab atas pemberantasan korupsi," tegas Fahri Hamzah.
Apalagi, presiden dianggap mendapat 'ongkos' yang cukup banyak.
• Bicarakan Revisi UU KPK, Saut Situmorang: Draft yang Diberikan Itu Tidak Bisa Kami Terima
"Karena dia yang dipilih oleh rakyat, ongkos milik presiden itu Rp 25 triliun, ongkos milik KPK ini cuma 1 miliar kurang," jelasnya.
Presiden, kata Fahri Hamzah, dianggap sosok yang dipercaya masyarakat untuk memberantas korupsi.
"Siapa yang diberikan oleh mandat oleh rakyat untuk ngurus negara ini termasuk memberantas korupsi di dalamnya adalah presiden," lanjut pria 47 tahun itu.
Kendati demikian, Fahri Hamzah menilai selama ini presiden kurang tanggap dengan masalah-masalah pemberantasan korupsi di negara ini.
"Dan presiden merasa away (jauh) from controlling from process (dari mengontrol proses) apa memberantas korupsi ini."
"Bahkan, berulang-ulang kan perseteruan antar lembaga kita enggak usah apa namanya kita ulang tuh katanya, kita sudah cicak buaya 4 katanya sekarang," ungkapnya.
Lihat videonya mulai 7:12:
• Pengamat Sebut Rencana Revisi UU KPK Jadi Kegaduhan Publik dan Tanyakan Posisi Presiden Jokowi
Sementara itu, KPK melalui situs resminya, kpk.go.id, Selasa (10/9/2019), memberikan 10 persoalan Draf RUU KPK.
- Independensi KPK terancam
- Penyadapan dipersulit dan dibatasi
- Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
- Sumber penyelidik dan penyidik dibatas
- Penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
- Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
- Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
- Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan
- KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan
- Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
Diketahui sebelumnya, rencana revisi UU KPK sempat mencuat pada 2017 lalu, seperti dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Selasa (10/9/2019).
Akan tetapi rencana itu ditunda karena mendapat penolakan keras dari kalangan masyarat sipil pegiat antikorupsi.
Hal ini karena mereka menilai poin-poin perubahan dalam UU tersebut akan melemahkan KPK.
Dan dalam Rapat Paripurna pada Kamis (5/9/2019), revisi UU KPK kembali mencuat dan disepakati semua fraksi di DPR.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga disebutkan telah membaca draft revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
• Saat Bambang Soesatyo Lupa Janjinya soal Revisi UU KPK yang Diucapkan seusai Dilantik Jadi Ketua DPR
Jokowi lantas meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, untuk mempelajari naskah revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
"Saya diberikan draf revisi UU KPK untuk saya pelajari, itu saja dulu. Kami akan pelajari dulu. Kami lihat nanti seperti apa," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/9/2019).
Hingga Selasa (10/9/2019), draft RUU KPK itu masih diperhitungkan dan belum dikirim ke DPR terkait hasilnya.
(TribunWow.com)
WOW TODAY: