TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid meluruskan kronologi yang terjadi di Deiyai, Papua.
Dilansir TribunWow.com, hal itu diucapkan Usman saat menjadi narasumber di program Mata Najwa, yang diunggah dalam saluran YouTube Najwa Shihab, Kamis (5/9/2019).
Diketahui bentrok antarmassa dengan aparat keamanan terjadi di halaman Kantor Bupati Deiyai, Papua, pada Rabu (28/8/2019) siang.
Dalam berita yang dirilis, masyarakat Papua bertindak anarkis dan menyerang mobil TNI berisi senjata.
Usman lantas meluruskan bahwa kronologi bermua saat mobil menabrak masyarakat yang sedang menggelar aksi.
"Yang terakhir itu ada di Deiyai, beritanya adalah masyarakat merampas senjata, padahal beritanya enggak begitu," ujar Usman.
"Masyarakat sedang demo di kantor pemerintah, lalu ada mobil Fortuner menabrak masyarakat kakinya patah, masyarakat marah dan menyerang supirnya yang ternyata anggota TNI, di dalam mobil ada senjata, diambil," jelasnya.
• Sosok Veronica Koman, Tersangka Provokasi Asrama Mahasiswa Papua
Menurutnya, kronologi yang ia sebutkan seharusnya terklarifikasi.
"Jadi kronologi semacam itu kadang-kadang tidak terklarifikasi, tak ada investigasi yang utuh," sebutnya.
Ia juga memberi tanggapan mengenai aktivis Veronica Koman yang dijadikan tersangka provokator yangmmebuat massa di Papua tersulut emosinya.
Usman menyebutkan, menurutnya seharusnya cukup dengan polisi memberikan klarifikasi.
"Tadi kalau dikatakan soal Veronica Koman, menurut saya kalau dia provokasi, berikan saja klarifikasi mana yang benar. Apakah yang dilakukannya kejahatan kriminal? Saya kira tidak. Siapa pun punya hak untuk menggunakan Twitter dan lain sebagainya," kata Usman.
Ia juga mengkritik mengapa di Papua seluruh akses internet dibatasi, sedangkan tidak saat di Jakarta.
"Dan perbedaan Jakarta dengan Papua adalah, kenapa dalam insiden Mei di Jakarta masyarakat itu kan sangat terbelah, mereka hanya disensor untuk video dan foto. Kenapa masyarakat disensor seluruhnya. Apa bedanya?," tanyanya.
Lihat videnya dari menit ke 4.52:
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menuturkan kronologi yang terjadi di Deiyai Papua, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Kamis (29/8/2019).
"Ada rekan kami satu anggota TNI yang gugur. Dia sedang menjaga kendaraan, menjaga senjata yang disimpan dalam kendaraan, kemudian dilukai, dibacok dengan panah, gugur," ujar Tito di ruangan Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).
Ia menyebut kelompok penyerang dapat merebut senjata-senjata tersebut.
Tito menambahkan, sebelum menyerang, KKB bersembunyi di belakang massa yang berunjuk rasa untuk menuntut referendum rakyat Papua.
Alhasil, aparat sulit membedakan mereka dan mendapatkan serangan, baik dengan panah, bahkan dengan peluru karet.
"Petugas yang ada kemudian melakukan pembelaan diri. Saya dengar menggunakan peluru karet sehingga ada juga (aparat) yang terkena bagian kakinya, dari penyerang," ungkap Tito.
• Amnesty Internasional Ungkap Respons Jokowi soal Kasus HAM di Papua yang Tak Selesai: Saya Itu Heran
Veronica Koman
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan perilaku Veronica Koman yang membuatnya ditetapkan menjadi tersangka, dikutip dari tayangan Mata Najwa.
Mulanya presenter Najwa Shihab mempertanyakan apa kesalahan Veronica Koman (VK) hingga ditetapkan menjadi tersangka.
Dedi lantas mengatakan VK menyebarkan kabar hoaks ke media sosial hingga menjadi viral.
"Untuk penetapan tersangka VK terkait twit, konten-konten yang diviralkan di media sosial," papar Dedi.
"Satu ada video, foto, narasi, kejadian di Surabaya, yang tidak sesuai fakta sebenarnya tapi dimunculkan," sambung dia.
• Di Mata Najwa, Polisi Beberkan Perilaku Veronica Koman yang Sebabkan Kerusuhan di Papua
Dedi menjelaskan, konten-konten yangtak sesuai fakta itu yakni mengenai ada korban tewas dalam aksi pengepungan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, dan sejumlah hal lain.
"Misalnya, ada rekan kita mahasiswa Papua yang meninggal dunia pada saat penangkapan," katanya.
"Kemudian ada penggunaan senjata api yang digunakan aparat kepolisian yang menyebabkan jatuhnya korban."
"Itu tidak ada faktanya. Dan itu diviralkan, cukup banyak. Dan dari penjajakan hasil laboratorium digital kita, ada 1.500 lebih yang diviralkan dari twit yang bersangkutan," ujar Dedi.
"Karena dari hasil gelar perkara yang dilakukan oleh saksi, termasuk saksi ahli, Kapolda Jawa Timur menetapkan tersangka terkait masalah pelanggaran Pasal UU ITE maupun UUD 1 tahun 1994," ungkapnya.
Lihat videonya dari menit ke 2.50
(TribunWow.com)
WOW TODAY