Rusuh di Papua

Sindir 74 Tahun RI, Lukas Enembe Sebut Papua di Situasi Kolonial: Siapapun, Tak Boleh Sembarangan

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Papua, Lukas Enembe

TRIBUNWOW.COM - Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan situasi yang dirasakan masyarakat Papua seperti di masa kolonial.

Diketahui, sebelumnya ada insiden penangkapan paksa terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Sabtu (17/8/2019).

Karenanya, warga Papua di Manokwari dan Fakfak melayangkan protes dengan menggelar aksi yang sepat ricuh pada Senin (219/8/2019) dan Rabu (21/8/2019).

Lukas pun mengatakan ada perilaku rasisme yang sering ditujukan untuk masyarakat Papua.

Hal ini diungkapkan Lukas Enembe saat menjadi narasumber di Program Mata Najwa yang bertajuk 'Nyala Papua', dikutip TribunWow.com di saluran YouTube Najwa Shihab, Kamis (22/8/2019).

Mulanya, presenter Najwa Shihab menanyakan mengenai permintaan maaf Gubernur Jawa Timur, Khofifah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta menahan emosi.

"Pak Gubernur ada komentar mengenai permintaan maaf Ibu Khofifah dan pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan 'emosi boleh tetapi lebih baik saling memaafkan', apa lagi yang seharusnya bisa dilakukan," tanya Najwa Shihab.

Sebut Warga Papua Tak Terima Harga Diri dan Martabat Direndahkan, Lukas Enembe: Negara Harus Adil

Lukas lalu mengatakan ada sejumlah ucapan yang tidak baik ditujukan kepada masyarakat Papua.

"Jadi ini banyak sekali terjadi," ujar Lukas.

"Siapapun di dunia ini, namanya rasisme dibenci di seluruh dunia," tambahnya.

Dijelaskannya, rasisme seperti di masa kolonial.

"Jadi saya harap orang Indonesia sudah 74 tahun merdeka, sadar itu, kita sama seperti era kolonial. Apa bedanya?," ungkap Lukas Enembe.

Ia menuturkan bahwa kolonialisme terhadap Papua dan membuat hal lainnya terpicu.

"Jadi karena kerap kali terjadi, ini pemicunya membuat yang lain terungkap?" tanya Najwa Shihab.

"Ini pemicu utamanya yang terjadi di Papua. Jadi saya pikir sudah 74 tahun merdeka, NKRI kita jaga, Bhineka Tunggal Ika kita jaga. Dari Sabang-Merauke juga harus dijaga," sebut Lukas.

"Di Papua itu multi etnis. Saya kemarin lihat yang demo-demo itu, saya ngomong kepada mereka, apa yang mau kalian sampaikan, sampaikan kepada saya."

Buntut Kericuhan di Asrama Papua, Lukas Enembe akan Tarik Seluruh Mahasiswa Papua: Kalau Tak Aman

 

Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan harus ada perjanjian baru untuk solusi mengenai kerusuhan di Papua. (Youtube Mata Najwa)

Lukas pun mengatakan saat itu ada tuntutan merdeka dari masyarakat Papua yang menemuinya.

Namun ia enggak menerima usulan itu.

"Jadi memang Papua itu rawan saat ini. Tidak boleh siapapun orang Indonesia bicara sembarangan terhadap Papua," paparnya.

"Karena kita beda, orang Papua belum di-Indonesiakan secara baik," ungkapnya.

Najwa Shihab pun tersentak dengan ucapan Lukas.

"Belum di-Indonesiakan secara baik, apa maksudnya? Apa yang harus dilakukan untuk meng-Indonesiakan seseorang?" tanya Najwa Shihab.

"Sampai hari ini dalam pengertian, secara keseluruhan masyarakat Papua belum menerima rasa ke-Indonesiaan mereka. Masih merasa saya orang Papua," papar Lukas.

Ia menuturkan saat itu semua pihak yang datang berunjukrasa untuk dukungan kemerdekaan.

"Wah itu kaget saya, jadi tidak boleh picu persoalan di Papua. Persoalan di Papua itu cukup rumit," pungkasnya.

Lihat videonya dari 8.02

Sebelumnya, Sekjen Federasi KontraS, Andy Irfan Junaedi membeberkan permasalahan yang memicu letupan di Papua.

Andy mengatakan dahulu ada Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B).

Hal itu dibentuk di masa kepemimpinan presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Dulu zaman Pak SBY ada UP4B, kita semua tahu kerja UP4B," ujar Andy.

"Kalau selalu Papua dikirim tentara ke sana tidak akan ada penyelesaiannya," tambahnya.

Ditambahkan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe, bahwa ada pasukan jumlah banyak dikirim ke Papua.

"Sekarang pasukan jumlah banyak dikirim ke Papua, itu enggak bisa," sebut Lukas disetujui Andy.

Buntut Kericuhan di Asrama Papua, Lukas Enembe akan Tarik Seluruh Mahasiswa Papua: Kalau Tak Aman

Dijelaskan oleh Andy kembali, bahwa di Papua tidak ada kejelasan dari sektor keamanan.

"Akuntabilitas sektor keamanan tidak pernah ada kejelasan."

"Pak Presiden bikin MoU dengan Binamarga pembangunan Trans Papua. TNI kita itu di Papua jadi kontraktor Pak. Bukan perusahaan kontraktor yang ngerjakan jalan. Tentara kita ngerjakan jalan dengan alasan keamanan," paparnya.

Diproteskannya, bahwa di Papua selalu disorot perihal keamanannya.

"Kalau perspektifnya Papua selalu dan selalu pendekatan keamanan, kita akan menabung perkara dan menabung masalah, buahnya apa ya letupan-letupan sekarang," ungkap Andy.

"Sekali dicolek ada sudah bilang pisah dari Indonesia. Jangan salahkan dia (Papua) bilang begitu, kau pukul dia setiap hari. Kau hajar dia setiap hari. Kalau sekarang kau ngaku saudara dia kah?," pungkas Andy.

Lihat video dari menit ke 7.16:

Kronologi Kerusuhan

Diketahui sebelumnya, polisi mengangkut paksa 43 mahasiswa Papua ke Mapolrestabes Surabaya, Sabtu (17/8/2019) sore, dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Minggu (18/8/2019).

Polisi pada saat mengangkut paksa menembakkan gas air mata dan menjebol pintu pagar Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.

Wakapolrestabes Surabaya AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, mahasiswa Papua tersebut dibawa untuk kepentingan pemeriksaan dalam kasus perusakan dan pembuangan Bendera Merah Putih.

"Saat ini (mereka), kami ambil keterangan di Polrestabes Surabaya, seluruhnya ada 43 (mahasiswa Papua yang ditangkap)," kata Leo, di Asrama Mahasiswa Papua.

Leo mengatakan, 43 mahasiswa Papua tersebut terdiri dari 40 mahasiswa laki-laki dan tiga orang perempuan.

"Setelah selesai kami akan kembalikan. Kami perlakukan (mereka) dengan sangat baik, kami berikan juga waktu mau ke belakang, mau minum dan lain-lain, tetap kami berikan. Hak-haknya tetap kami berikan semuanya," ujar dia.

Saat Najwa Shihab Kaget Gubernur Papua Tak Percaya Undang-undang: Gubernur Tak Percaya UU Pak Lukas?

Sedangkan Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya Dorlince Iyowau membantah tuduhan perusakan bendera.

"Sebenarnya kalau pengerusakan bendera itu tidak. Karena tadi pagi sampai tadi siang, (bendera merah putih) itu masih terpasang," kata Dorlince, dikutip Kompas.com, Jumat (16/8/2019).

Ia mengaku, tidak tahu apa-apa mengenai tiang bendera merah putih yang diduga dipatahkan.

Bahkan ia dan kawan-kawannya juga kaget mengetahui tiang bendera itu patah.

Pukul 15.20 WIB, tiba-tiba datang sejumlah personel TNI dan kelompok organisasi masyarakat.

Mereka diduga merusak pintu pagar asrama.

Menyadari permasalahan tersebut berbuntut panjang, Dorlince berupaya mengklarifikasi permasalahan bendera tersebut kepada ormas yang mengepung Asrama Mahasiswa Papua.

Namun, pendekatan yang dilakukan mahasiswa Papua disebut mendapat penolakan ormas dan berujung penangkapan.

Di Mata Najwa, Aktivis Papua Sebut Presiden yang Bisa Pahami Rakyat Papua: Beliau Buka Peluang Kami

Hal itulah yang memantik kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019).

Sejumlah massa menggelar aksi unjuk rasa hingga melumpuhkan jalan Yos Sudarso yang merupakan jalan utama kota Manokwari.

Tak hanya melumpuhkan jalan, massa juga turut membakar Gedung DPRD Papua Barat.

Kerusuhan ini menjalar hingga ke Fakfak, Papua Barat, Rabu (21/8/2019).

Pasar dan kios terbakar di Fakfak, Papua Barat (Facebook/ Gunawan Pally)

Pengunjuk rasa merusak, bahkan membakar Pasar Thumburuni.

Massa pengunjuk rasa pun bergerak menuju kantor Dewan Adat agar dapat membicarakan masalah tersebut dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.

Pada saat itulah, ada oknum yang mengibarkan bendera Bintang Kejora, yang kerap kali dikaitkan dengan referendum Papua.

(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)

WOW TODAY