TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memindahkan ibu kota baru seperti ada unsur feodalisme.
Fahri Hamzah mengatakan Jokowi tidak bisa diseret dalam standar berpikir sebagai kepala negara, lantaran membuat rencana besar yang dianggap terlalu tergesa-gesa.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Fahri Hamzah dalam program unggahan kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (20/8/2019).
Ketika diminta berpendapat soal rencana pemindahan ibu kota, Fahri Hamzah dari awal sudah menyorot pengambilan keputusan tersebut.
"Saya sebenarnya ingin melihatnya dalam perspektif pengambilan keputusan terlebih dahulu, tentang bagaimana sebuah keputusan itu dibuat," ucap Fahri Hamzah.
• Fadli Zon Sebut Jokowi Tak Diskusi ke DPR soal Ibu Kota Baru: Bisa Kayak Mobil Esemka, Omong Kosong
Fahri Hamzah kemudian mengkritik bagaimana pemerintahan Jokowi yang miskin ide.
Baginya, ketika ada ide dari pemerintahan Jokowi, maka ide itu tidak berbobot atau tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
"Dan saya masih dengan kritik lama saya kepada pemerintah Pak Jokowi, bahwa ini pemerintah agak miskin ide gitu."
"Dari awal atau kalau ada ide itu ada judulnya, tapi anatomi dari isi ide-idenya itu tidak secara konsisten dibela dan kemudian diperjuangkan," ungkap Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah pun mengaku bingung ketika mendengar pidato presiden soal pemindahan ibu kota dalam Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (16/8/2019).
• Fadli Zon Sebut Ide Pemindahan Ibu Kota Masih Wacana Mentah: Jokowi Masih Miskin Narasi
• Rocky Gerung Tertawa Dengar Kritik Sherly soal Alasan Ibu Kota Pindah: Jokowi Konfirmasi Kegagalan
"Dan itulah sebabnya saya tidak mengerti waktu mendengar pidato presiden kemarin, setelah presiden mengajak terburu-buru, tergesa-gesa, 'mari bekerja cepat', pada saat kita merasa semuanya lambat ya," kata Fahri Hamzah.
"Tiba-tiba dia menyimpulkan dengan izin pindah ibu kota," lanjutnya.
Dalam pidatonya, Jokowi disebut Fahri Hamzah banyak mengucapkan kata-kata yang ganjil dan tidak sesuai dengan cara kerja sebuah negara.
"Sebenarnya juga pemilihan kosakata dan sebagainya itu, sebenarnya banyak yang ganjil itu di dalam perspektif ketatanegaraan," kata Fahri Hamzah.
"Karena, ya enggak begitu cara kerjanya negara itu," lanjutnya.