Nurlaila bersama suaminya susah bukan kepalang. Mereka bergegas membawa Raudhah ke mantri di kampungnya.
“Namun, mantrinya nggak ada. Akhirnya kami bawa pulang lagi,” ceritanya.
Mereka kemudian merawat buah hatinya itu di rumah, tanpa penanganan medis yang layak.
Panas tinggi yang menyerang Raudhah hari itu, cerita Nurlaila, seperti sebuah pertanda akan pertumbuhan bagi anaknya.
• Viral Penganiayaan Remaja Putri di Klungkung, Polisi Amankan 7 Pelaku yang Masih di Bawah Umur
Setelah itulah, Nurlaila mulai melihat tidak ada perkembangan apa pun di tubuh Raudhah.
Kaki anaknya itu mengecil, tinggi badannya juga tak kian berkembang.
“Pertama dia lahir beratnya 4 kilogram. Setelah setahun, duduknnya bisa, jalan juga bisa pelan-pelan, tapi kakinya kecil tak seperti anak yang lain,” katanya.
Kondisi ekonomi dan tinggal di pedalaman, membuat Nurlaila tak bisa memeriksakan kondisi kesehatan anaknya ke dokter.
Pernah dibawa ke rumah sakit, tapi Nurlaila mengaku tak mendapat penjelasan yang jelas penyakit apa sebenarnya yang diderita Raudhah.
“Setelah dua tahun, pertumbuhan dia begitu-begitu aja, kami pun terus merawatnya, bersama abang dan adik-adiknya,” kata Nurlaila.
Kini, sudah 23 tahun Nurlaila merawat Raudhah. Dia tak membeda-bedakan.
• Senang Jokowi Kembali Pimpin Indonesia, Salim Said Beri Nasihat: Be Your Self, Anda Orang Baik
Raudhah bahkan mendapat ‘pelayanan’ spesial dari semua keluarganya di rumah.
“Kadang-kadang dia makan sendiri, kadang kita suapi. Kalau mandi biasanya kita cuma membasuh badannya biar bersih. Sehari-hari dia main sama adik-adiknya di rumah,” kata Nurlaila yang berprofesi sebagai pembuat kue.
Kepada Serambi, Nurlaila mengaku tidak minder sama sekali dengan penyakit yang diderita anaknya, justru dia mengaku cukup menyaingi Raudhah.
Hanya saja, dia berharap pemerintah melirik anaknya.