TRIBUNWOW.COM - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) 2003-2008, Maruarar Siahaan mengungkapkan kriteria saksi yang bisa meyakinkan hakim MK.
Hal ini diungkapkan Maruarar saat menjadi narasumber di program News MetroTv, Kamis (20/6/2019).
Menurut Maruar, hakim MK menilai saksi dari keterangan yang bisa diberikan.
Tak hanya itu, saksi juga harus melihat, mendengar dan mengetahui sendiri fakta di lapangan yang ia temui.
"Jadi kalau kita menilai seorang saksi itu keterangannya tentu apakah dia melihat, mendengar, mengetahui sendiri fakta itu benar atau tidak," ujar Maruar.
• Soal Ganjar dan 32 Kepala Daerah Deklarasi Dukungan ke Paslon, Bawaslu: Tidak Terbukti Pelanggaran
"Kemudian kalau kita perhatikan, cara mengungkapkan fakta-fakta yang dikemukakan, seorang saksi harus menimbulkan kesan yang meyakinkan," ungkapnya.
"Karena itu dalam putusan selalu dikatakan, dalam undang-undang, hakim membuat keputusan itu berdasarkan alat bukti yang sah dan keyakinan hakim."
Maruar lantas menyinggung seorang saksi dari kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di sidang lanjutan Sengketa Pilpres di MK, yang sempat bersaksi mengenai adanya DPT tak wajar sebanyak 17,5 juta, Rabu (20/6/2019).
"Jadi meskipun dia tuturkan itu seperti tadi 17 juta suara yang diklaim palsu atau fiktif, pertanyaan dari hakim 'Anda tahu tidak mereka itu memilih atau tidak?"," ungkap Maruar.
"Datang enggak mereka di pemilihan? Ada enggak orangnya? Kemudian tidak bisa diklaim masuk ke pihak dia, karena itu asumsi, karena (pemilu) rahasia, jujur, adil."
• Saat Bambang Widjojanto dan Majelis Hakim Saling Tuding Telah Memaksa Saksi dalam Memberikan Jawaban
Ia menilai saksi yang di bawa oleh Tim Hukum 02, belum dapat meyakinkan hakim MK.
"Saya kira belum (meyakinkan). Semua saksi itu membuat buyar apa yang dikatakan oleh Pak Bambang bahwa pihaknya akan membawa saksi yang wow," pungkasnya.
Menurut Maruar, saksi yang dihadirkan seharusnya saksi yang melihat, mendengar, dan mengetahui sendiri fakta di lapangan.
Selain itu, lanjut Maruar, saksi juga harus bisa menjelaskan fakta yang ada relevansinya dengan perkara yang disidangkan.
"Saksi itu harus yang melihat, mendengar, dan mengetahui sendiri, dan yang kedua dia bisa menjelaskan fakta yang ada relevansinya dengan masalah ini."
Saksi Sebut Ada 17,5 DPT Tak Wajar
Saksi pertama yang dihadirkan kuasa hukum 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Agus Muhammad Maksum, menyebutkan ada sebanyak 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah.
Dikutip dari tayangan Kompas Tv Live, saksi Agus merupakan Bagian dari Tim pasangan capres 02 yang khusus meneliti dan memberikan masukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai DPT.
Ia mulanya menuturkan ada banyak DPT yang ditemukan timnya invalid.
"Akhirnya bulan Maret kita tidak menemui titik temu dan kita membuat laporan secara resmi kepada KPU," ujar saksi Agus di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
"Itu berkaitan dengan DPT tidak wajar berkode khusus sebanyak 17,5 juta yang terdiri dari NIK palsu, KK palsu, tanggal lahir yang sama dalam jumlah yang tidak wajar, kemudian KK manipulatif," ungkapnya.
Saksi Agus menjelaskan respons KPU saat itu menyanggah temuan tim Agus.
Ia bersama timnya pun menyelidiki ke lapangan dan benar ada kesalahan pada informasi di DPT.
• Ketika Hakim MK Singgung Saksi yang Tampil dengan Kacamata Hitam
"Kami mendapati yang tercantum di Dukcapil itu punya nomor KK. Kami minta KPU untuk dilengkapi KK nya," ujar saksi Agus.
Ia kembali mendapati respons KPU bahwa data yang dimiliki KPU benar.
"Selain itu ada KK manipulatif sebanyak 117.333 dan data invalid di 5 provinsi sebanyak 18, 8 juta," lanjutnya.
"File data tidak wajar berkode khusus sebanyak 17, 5 juta adanya DPT bertanda lahir 01/07 atau 1 Juli sebanyak 9,8 juta, adanya 31 Desember sebanyak 5,3 juta, dan 1 Januari 2,3 juta," jelas saksi Agus.
Ia mengatakan pada 1 Juli berlipat 20 kali lipat dari data normal.
Saksi Agus mengaku telah melaporkan kembali kepada KPU untuk segera membenarkan data DPT.
Ia mengatakan data 17,5 juta tersebut sempat tersebar di media sebagai data invalid, akan tetapi KPU menyebut info tersebut sebagai hoaks dan mengatakan data 17,5 juta benar adanya.
Menurut pengakuan saksi Agus, ia melakukan koordinasi dengan KPU dan Direktorat Jenderal Kependudukan, kedua pihak tersebut menyatakan bahwa informasi itu benar.
Dukcapil menuturkan adalah masyarakat yang tak mengerti tanggal lahirnya sehingga dibuat random.
"Alasan itu kami terima, tapi jumlahnya yang tidak kami terima," ujar saksi Agus.
Menurutnya, yang wajar hanya 2 kalinya bukan 20 kali lipat dari data normal.
"Jadi alasan itu kami terima. Yang jadi tidak betul jumlahnya yang banyak 9,8 juta. Itu yang jadi atensi khusus," kata saksi Agus.
Kemudian KPU sebagai pihak termohon kemudian mengajukan pertanyaan, apakah Agus mengetahui 17,5 juta data yang diduga manipulatif itu menggunakan hak suaranya di TPS saat hari pemungutan suara.
Menurut KPU, semestinya tim 02 memberi perhatian khusus terkait klaim manipulatif DPT tersebut saat pemungutan suara, dikutip dari Kompas.com.
Misal, memastikan ada atau tidaknya pemilih yang masuk dalam DPT invalid menggunakan hak pilih di TPS.
"Karena Anda kan mengaku sebagai BPN (Badan Pemenangan Nasional) 02 pasti ada saksi di TPS, maka ada atensi khusus 17,5 juta (pemilih diduga invalid). Bayangan kami, untuk memastikan yang menurut saudara manipulatif, palsu, itu hadir atau tidak, apakah saksi di lapangan dibekali (data) ini di TPS untuk memastikan orang-orang ini hadir atau tidak. Anda tahu nggak?" Tanya Komisioner KPU Hasyim Asy'ari kepada Agus.
Agus dengan lantang memastikan bahwa 17,5 juta pemilih itu tak menggunakan hak pilihnya. Sebab, seluruhnya diduga palsu.
"Pasti tidak hadir karena tidak ada, dan itu dibuktikan nanti ada saksinya," jawab Agus yang juga Direktur IT BPN itu.
Hasyim kemudian bertanya lagi, apakah saksi BPN di lapangan dibekali 17,5 juta nama pemilih yang diduga invalid, untuk melakukan pengecekan.
• BPIP Tekankan Pentingnya Penanaman Nilai-nilai Pancasila pada Generasi Milenial
Pertanyaan Hasyim ini kemudian diperjelas oleh Majelis Hakim Aswanto.
"Saudara cukup menjawab tadi, pertanyaannya adalah apakah saudara mengetahui bahwa nama-nama yang tadi itu yang Anda menggunakan diksi manipulatif itu hadir atau tidak di TPS memberikan hak suara?" Tanya Aswanto.
Berbeda dengan jawaban pertama, Agus kemudian menyebut dirinya tidak tahu apakah 17,5 juta pemilih yang diduga invalid itu menggunakan hak suaranya atau tidak.
"Saya tidak tahu, tidak tahu," katanya.
(TribunWow.com/Roifah Dzatu Azmah)
WOW TODAY: