TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menuturkan MK tak akan menjadi lembaga yang bisa didekte oleh pihak tertentu.
Hal tersebut dikatakan Mahfud saat mengisi Dialog Kebangsaan bersama cendekiawan dan tokoh kampus DIY di Universitas Alma Ata, Rabu (29/5/2019) sore.
Dikutip TribunWow.com dari TribunJogja.com, Kamis (30/5/2019), Mahfud menceritakan momen dirinya menjadi hakim MK di tahun 2009.
Saat itu capres pertahana yakni Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga dituding berlaku curang dalam pilpres, sehingga paslon lainnya mengajukan gugatan ke MK.
"Memang ada kekhawatiran MK didekte, tapi ndak lah, saya pernah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi, pernah menghadapi situasi seperti ini, ketika Pak SBY menang lalu digugat Bu Mega yang berpasangan dengan Prabowo, digugat juga oleh Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Wiranto," ujar Mahfud.
• Fakta tentang Dua WNA Rusia yang Diboyong Prabowo ke Dubai, Pernah Datang ke Gedung DPR RI?
Ia lantas mengatakan saat itu MK mendapat beragam serangan dari teror hingga demo.
Mahfud mengatakan saat itu beredar kabar SBY sebagai capres petahana memanggilnya ke kediamannya di Cikeas.
"Situasainya sama, MK diteror lah, MK didekte oleh pemerintah lah, 'itu Pak Mahfud Ketua MK sudah dipanggil ke Cikeas oleh Pak SBY tengah malam katanya', beritanya begitu di luar," bebernya.
"Tak mungkin MK diintervensi, karena di situ mekanisme sangat ketat, sidangnya pun terbuka, hakim sembilan buka semua, enggak bisa presiden manggil ketua MK dan akan menentukan keputusan, itu enggak bisa," sebutnya.
Ia mengatakan jika presiden tak bisa memanggil MK, sebaliknya MK bisa memanggil presiden.
"Enggak mungkin saya dipanggil tengah malam, saya ngantuk, dia (SBY) juga ngantuk, tengah malam manggil-manggil gitu," kata Mahfud.
• Anies Baswedan Pastikan Tak Ada Operasi Yustisi di Jakarta: Semua Berhak Cari Nafkah di Mana Saja
Mahfud mengatakan saat itu ia memutuskan sengketa pilpres jam 4 sore pada 12 Agustus 2009.
"Panas situasinya, saling ancam. Tapi saudara tahu ndak, pada 12 Agustus 2009, saya mengucapkan putusan jam 02.00, diketuk jam 04.00."
Ia lalu mengatakan sikap paslon lain saat itu yakni, Ketua Umum Partai PDIP, Megawati Soekarno Putri dan dari Partai Golkar, Jusuf Kalla-Wiranto menerima keputusan MK.
"Itulah cara hidup beradab. Cara hidup demokrasi yang berkeadaban," tandas Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasil (BPIB) ini.