Terkini Daerah

5 Fakta dan Update Kasus Pelecehan Agni Mahasiswi UGM, Terlapor Ungkap Kronologi Berbeda dari Korban

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pemerkosaan 3

TRIBUNWOW.COM - Kasus dugaan pelecehan seksual yang diungkap Mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan nama samaran Agni, saat dirinya tengah menjalani KKN di Pulau Seram, Maluku, kini kembali mencuat di media.

Saat itu Agni merasa mengalami pelecehan seksual dari rekan sesama kampus berinisial HS.

Kejadian itu terjadi di sebuah pondokan pada 30 Juni 2017.

Kejadian itu kemudian dilaporkan korban pada rekannya di Yogyakarta.

Menanggapi laporan itu, pada 16 Juli 2017 HS ditarik dari lokasi KKN.

Berikut update kasus yang telah TribunWow.com rangkum dari pernyataan kuasa hukum terlapor hingga pertanyakan nama pelapor bukan korban:

1. Kronologi Kasus Agni

BPPB Balairung Press menuliskan laporan soal tindak pelecehan yang dilakukan oleh mahasiswa UGM kepada rekan satu timnya saat Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Korban, sebut saja Agni, kabarnya mendapat pelecehan seksual dari HS ketika dirinya tengah tertidur.

Setelah kejadian tersebut, Agni kemudian bercerita kepada temannya yang lain dan akhirnya memutuskan untuk melapor ke Dosen Pembimbing Lapangan (DPL).

Gusti Randa Sebut Kasus Pengaturan Skor akan Berdampak pada Kompetisi Sepakbola 2019

Kejadian pelecehan seksual itu pun akhirnya diketahui oleh mahasiswa yang mengikuti KKN di Maluku.

Karena situasi semakin tidak kondusif, HS pun akhirnya dipulangkan ke Yogyakarta.

Agni sebagai korban pelecehan seksual mengaku tidak mendapatkan pembelaan dari pihak kampus.

Agni bahkan mendapat nilai C pada mata kuliah KKN, sedangkan pihak kampus tidak berbuat apa-apa ke HS.

Menurut Agni, kepala subdirektorat KKN saat itu mengatakan jika kasus pelecehan seksual yang menimpanya bukan pelanggaran berat.

Hal itu merujuk pada Keputusan Rektor UGM No. 1699/UN1.P/SK/HUKOR/2016 tentang Pedoman Pelecehan di Lingkungan UGM.

Dalam peraturan itu disebutkan bahwa insiden pelecehan yang berkaitan dengan lebih dari satu departemen akan dibentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus.

Diketahui, Agni dan HS bukan satu fakultas.

Agni mengaku pihak kampus mengatakan kepadanya jika tim investigasi dan polisi terlibat maka prosesnya akan menyakitkan dirinya.

Sedangkan HS tidak dikeluarkan dari kampus karena harus melalui prosedur pengajuan aduan ke komite etik UGM.

Menanggapi kasus tersebut, sebuah petisi online dicanangkan oleh warganet.

5 Kabar Transfer Persija Jakarta, Resmi Bawa 11 Pemain Baru hingga Isu Gelandang Mitra Kukar Gabung

2. Reaksi UGM

Melalui siaran pers di akun Instagram @ugm.yogyakarta, Selasa (6/11/2018), pihak UGM mengeluarkan pernyataan resmi terkait kasus Agni.

Merespons pemberitaan terkait laporan tindak pelecehan seksual yang melibatkan mahasiswa UGM, dengan ini disampaikan bahwa:

1. UGM berempati terhadap penyintas dan telah serta tengah mengupayakan agar penyintas mendapat keadilan.

2. Sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan persoalan ini, UGM telah dan terus mengupayakan agar penyintas mendapatkan perlindungan dan keadilan.

3. Tim investigasi telah memberikan rekomendasi kepada pimpinan universitas yang kemudian telah dijalankan.

4. Untuk selanjutnya, UGM akan segera mengambil langkah-langkah nyata yang diperlukan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.

3. HS Tak Diizinkan Wisuda

Terduga pelaku pelecehan seksual mahasiswi UGM, yakni HS mendapat sanksi dari pihak kampus, yakni belum diperbolehkan wisuda hingga enam bulan ke depan atau paling tidak sampai kasus selesai.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani, Iva menyebut HS memang sudah menyelesaikan kewajiban akademiknya sebagai mahasiswa namun masih belum diperbolehkan mengikuti wisuda, dilansir dari Kompas.com, Kamis (8/11/2018),

"Proses akademis yang bersangkutan di fakultas sudah selesai, memang iya," ujarnya lagi.

Kendati telah menyelesaikan kewajiban akademiknya, namun transkrip nilai HS belum keluar karena terduga belum menjalani wisuda.

Diketahui, transkrip nilai seorang mahasiswa memang baru keluar jika yang bersangkutan telah menjalani wisuda.

Update Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswa UGM Saat KKN : Kasus Dilimpahkan Polda DIY ke Polda Maluku

HS belum diperbolehkan mengikuti wisuda hingga enam bulan ke depan atau paling tidak hingga kasus ini dinyatakan selesai.

"Yang bersangkutan mendapatkan sanksi belum boleh wisuda minimal enam bulan ke depan atau sampai kasus ini dinyatakan selesai," imbuhnya.

Menanggapi itu, Kuasa Hukum HS, Tommy Susanto pertanyakan status dan tindakan penundaan wisuda HS.

Hal ini lantaran HS belum menjadi tersangka dalam kasus pelecehan.

"Kami prihatin kenapa pihak UGM terlalu prematur melakukan tindakan. Polisi juga belum menyampaikan apakah ini terbukti P21 atau tidak, kenapa sudah melakukan justifikasi sendiri," tegasnya.

4. Kuasa Hukum Pertanyakan Posisi Pelapor

Kemudian, Tommy Susanto mempertanyakan kapasitas pelapor yang membuat laporan Polisi, dikutip dari Kompas.com.

Hal ini lantaran yang melapor bernama Arif Nurcahyo bukan korban.

"Ternyata pelapor dalam kasus ini hanya satu, yaitu Arief Nurcahyo dari pihak UGM, tidak ada laporan dari pihak korban," ujar Kuasa Hukum HS, Tommy Susanto saat jumpa pers di Angkringan Radar, Depok, Sleman, Sabtu (29/12/2018)

Tommy mempertanyakan mengapa bukan korban atau Agni sendiri yang membuat laporan ke Polisi.

"Nah ini yang saya pertanyakan kenapa korban tidak melakukan pelaporan kepada Polisi? Kenapa korban hanya melakukan curhatan ke pada Balairung (Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa Balairung UGM).

Viral Video Alumni UGM Bakar Ijazah dan Mengaku Malu, Pihak Kampus Beri Tanggapan

Kenapa tidak melapor, polisi itu tempatnya menegakan hukum," tegasnya.

Pihaknya juga tidak mengetahui siapa Arif Nurcahyo dan berposisi sebagai apa di Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Kami juga mempertanyakan, kalau memang ini 285 (Pasal 285 KUHP) merupakan delik aduan, berarti standing legal-nya adalah yang melapor korban. Kalau ini memang delik biasa, dia yang harus mengetahui Kejadiannya," katanya.

"Tetapi pertanyaannya, Arif Nurcahyo pada waktu itu di mana, ada di situ atau tidak," ungkapnya.

Sementara UGM sendiri menuturkan tidak tahu siapa yang membuat laporan

Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM menyampaikan secara institusi UGM tidak pernah membuat laporan.

"Tidak pernah pihak UGM melakukan pelaporan. Seperti yang di sampaikan dalam jumpa pers dulu, UGM melakukan pengaduan, saya tidak tahu siapa yang melaporkan itu," kata Iva.

Kuasa hukum HS, Tommy Susanto saat memberikan penjelasan kepada awak media di Angkringan Radar, Sabtu (29/12/2018) ((KOMPAS.com / Wijaya Kusuma))

5. Kronologi dari Terlapor Berbeda

Kuasa Hukum terlapor HS Tommy Susanto menuturkan kronologi dari kliennya terkait kasus pelecvehan seksual di KKN UGM, di pulau seram, Maluku pada tahun 2017 lalu.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Tommy menuturkan berdasarkan keterangan kliennya atau terlapor tindak pelecehan.

"Saya selaku penasehat hukum tidak bisa melakukan intervensi, posisi saya di belakang, Dia (HS) berbicara saya mendengarkan semuanya," ujar Tommy Susanto saat jumpa pers di Angkringan Radar, Depok, Sleman, Sabtu (29/12/2018).

Tommy menyampaikan, berdasarkan pengakuan kliennya, ada sejumlah poin yang dirasa tidak benar dari kronologi pelapor.

"Yang saya dengar dari HS saat menyampaikan kepada kepolisian, tidak ada unsur mengenai pemaksaan atau paksaan. Pada saat itu juga dalam keadaan sadar," tegasnya.

"Pada waktu itu, korban sendiri yang seharusnya malam itu berada di tempatnya, datang ke tempat kos terlapor tinggal," urainya Saat datang, HS tidak mengetahui, bahkan juga tidak membukakan pintu rumah.

4 Fakta Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi UGM oleh Teman KKN, Kronologi hingga Muncul Petisi

Sebab, saat itu HS sedang dalam posisi tidur di kamar.

"Saat itu terlapor dalam keadaan tidur. Masuk ke kamar terlapor tanpa dipaksa, kejadian di jam 3 dini hari dalam keadaan sadar," tuturnya.

"Korban itu sudah mau diantar pulang. Tetapi korban mengatakan, saya tidak enak dengan pemilik pondokannya," jelas Tommy.

Tommy melanjutkan, keduanya tidak melakukan hubungan suami istri, namun ada yang terjadi bersifat verbal dan keduanya dalam kondisi sadar.

"Hanya verbal, mencium, memegang tangan. Hal itu dilakukan dalam keadaan tidak ada ancaman kekerasan, tidak ada paksaan, dan dalam kondisi sadar," ungkapnya.

Tommy meneruskan, berdasarkan penuturan HS, saat itu pondikan ditinggali oleh beberapa orang sehingga jika ada teriakan pasti akan terdengar.

"Di pondokan itu banyak orangnya, penghuni pondokan juga ada di situ. Jadi kalau ada teriakan pastinya akan keluar dan dilakukan hukuman moral," bebernya.

(TribunWow.com)