TRIBUNWOW.COM - Bencana alam tsunami melanda Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018).
Tsunami Selat Sunda ini diduga disebabkan oleh erupsi Gunung anak Krakatau.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan pernyataan terkait pasca tsunami Selat Sunda.
• Sebelum Jadi Korban Meninggal Tsunami, Bani Seventeen Mengaku Sempat Ingin Berhenti Main Musik
Dilansir Tribunwow.com pada unggahan akun Twitternya @Sutopo_PN pada Senin (24/12/2018), Sutopo menyampaikan bahwa Indonesia belum memiliki sistem peringatan dini tsunami yang disebabkan longsor bawah laut dan erupsi gunung berapi.
Yang ada saat ini adalah sistem peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh gempa.
Lebih lanjut, Sutopo beranggapan Indonesia harus membangun sistem peringatan dini yang dibangkitkan oleh longsor bawah laut dan erupsi gunung berapi.
Sutopo menerangkan 13% populasi gunung berapi di dunia ada di Indonesia dan ini menjadi tantangan bagi PVMBG, BMKG K/L dan perguruan tinggi untuk membangun peringatan dini.
Di sisi lain, bencana lain seperti banjir, longsor, erupsi gunung berapi, kebakaran hutan, kekeringan, puting beliung juga masih perlu sistem peringatan dini.
Sebab belum semua daerah rawan bencana di Indonesia ada sistem peringatan bencana.
• Pendapat Peneliti soal Tsunami Banten dan Lampung: Fenomena Langka hingga Alasan Bisa Terjadi
Sutopo juga mengungkapkan bahwa tsunami di Selat Sunda yang terjadi Sabtu (22/12/2018), tidak ada peringatan dini.
Selain itu, Sutopo berujar bahwa jaringan Buoy tsunami di perairan Indonesia sudah tidak beroperasi sejak 2012.
Hal itu disebabkan oleh vandalisme, anggaran yang terbatas dan kerusakan teknis.
Sutopo menuliskan perlunya pembangunan kembali jaringan Bouy untuk memperkuat Indonesia Tsunami Early Warning System.
Berikut cuitan lengkap Sutopo Purwo Nugroho di laman Twitternya @Sutopo_PN:
1. Indonesia belum memiliki sistem peringatan dini tsunami yang disebabkan longsor bawah laut dan erupsi gunung api.