Bibit ia tebar ke 20 kolam masing masing seluas 500 meter persegi.
Dua setengah bulan kemudian ia sudah memetik hasilnya.
Permintaan lele dari sekitar 3 ton per hari, naik menjadi 7 ton per hari.
Setelah Maming membentuk kelompok peternak lele tahun 2003, jumlah tambak lele kelompoknya mencapai 25 hektar.
“Nama lain selain Pak Maming, ada Haji Mardiah, Pak Drajat, dan Haji Ronny. Sekarang muncul generasi baru seperti Pak Mahfud, dan Pak Apri, dan saya,” kata Sarman (40), juragan lele generasi baru saat ditemui di tengah tambak miliknya, Jumat (7/12/2018) siang.
Di salah satu kolam lele, tampak dua pekerja sedang menyortir ratusan ekor lele. Sebagian dipindahkan ke kolam lain.
Sekitar 100 meter dari tempat ia duduk tampak satu truk berukuran sedang memuat beberapa kuintal lele untuk dibawa ke Jakarta.
“Panen dilakukan siang menjelang sore seperti hari ini. Sampai Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, atau Bekasi, malam,” tutur Sarman yang akrab dipanggil Juragan Maman.
• Fadli Zon Pamer Prestasi Akademik saat Debat, Faizal Assegaf: Mestinya Anda Malu sama Menteri Susi
Puluhan ton lele
Ia bercerita, awalnya, di awal tahun 2000-an ia ikut mertuanya memelihara udang windu, lalu beralih memelihara lele, mengikuti jejak Maming.
Dari hasil bekerja membantu sang mertua, ia membeli satu kolam atau tambak lele.
Tahun demi tahun jumlah kolam yang ia miliki bertambah, terutama setelah tahun 2010.
Luas kolam masing-masing umumnya berukuran sekitar 500 meter persegi.
Ke-200 kolam Maman ini belum termasuk puluhan kolam peternak lele lain yang digadaikan kepadanya.
“Peternak di sini biasa menggadaikan kolamnya kepada peternak lain jika yang bersangkutan tiba-tiba membutuhkan uang dalam jumlah besar. Saat kolam digadaikan, peternak lele yang menerima gadai memanfaatkan kolam yang digadai untuk memelihara lele,” papar Maman.