Kabar Tokoh

Ibaratkan Kampanye Pemilu dengan Tinju 30 Ronde, Fahri Hamzah: KPU Tidak Mengantisipasi Ini Semua

Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Astini Mega Sari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah angkat bicara soal pemilihan umum (pemilu) 2019 yang dilakukan bersamaan antara pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres).

Hal ini diungkapkan Fahri Hamzah melalui Twitter miliknya, @FahriHamzah, Minggu (18/11/2018).

Fahri Hamzah membandingkan pemilu 2019 dengan pemilu 2014 yang memiliki waktu kampanye yang berbeda.

Ia juga mengomentari kinerja Komisi Pemiliha Umum (KPU) yang dia rasa tak bisa mengantisipasi terkait panjnagnya masa kampanye di pemilu 2019.

Tanggapi Cuitan SBY, Fahri Hamzah: Ini Kayaknya Tim di Kubu Pak Prabowo Enggak Terlalu Aktif

"Dulu kampanye hanya 3 bulan dan sekarang hampir 8 bulan.

Ibarat tinju, dulu 12 ronde sekarang 30 ronde. Kalau tidak jaga stamina bisa2 keduanya lempar handuk.

Tapi saya sayangkan @KPU_ID tidak mengantisipasi ini semua. Sehingga KPU hanya atur 2-3 bulan terakhir," tulis Fahri Hamzah.

Wakil Ketua DPR ini mengatakan bahwa partai harus bekerja mengerahkan tenaga yang terbagi dua dalam waktu bersamaan karena pileg dan pilpres dilakukan secara bersamaan.

Menurut Fahri Hamzah, penyelenggaran pilpres dan pemilu secara bersamaan justru semakin menambah biaya dan menyediakan 'tontonan' yang miskin kreativitas.

Dipuji Fahri Hamzah Pintar Debat, Budiman Sudjatmiko: Debat Itu Nama Tengah Saya

"Dulu Pileg dulu baru Pilpres. Tenaga partai dibagi dua dalam durasi yang berbeda. Tapi sekarang, #Pileg2019 dan #Pilpres2019 berlangsung sama dengan durasi panjang. @KPU_ID lupa bahwa Pileg tak akan menarik. Sementara Pilpres dibiarkan tanpa pengaturan teknis," tambahnya.

"Lalu, media maintream yang didominasi oleh pemilik kepentingan langsung terhadap Pemilu mengambil ruang ini dan menyelenggarakan pemberitaan dan perdebatan yang ala kadarnya.

@KPU_ID angkat tangan dan kepentingan rakyat seperti tidak lagi penting tapi rating.

Pikiran awal pembuat UU adalah bahwa waktu yang panjang ini akan diatur untuk menyelenggarakan sebuah perdebatan yang spektakuler dan saling membongkar isi hati dan kepala.

Rakyat wajib tau siapa saudara dan mereka mau di bawa ke mana. @KPU_ID gagal dalam hal ini."

 

Halaman
12