Dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus dibayarkan ke rekening atas nama BPKH dalam kedudukannya sebagai wakil yang sah dari Jemaah Haji pada Kas Haji melalui BPS BPIH.
Secara lebih spesifik, lanjut Ramadhan, pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2018 tentang pelaksanaan UU Nomor 34 Tahun 2018, mengatur bahwa pembayaran setoran awal BPIH dan/atau BPIH Khusus disertai dengan pengisian dan penandatanganan formulir akad wakalah oleh jemaah haji.
Adapun ketentuan mengenai jenis, format, dan persyaratan akad wakalah diatur dengan Peraturan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji).
"BPKH sudah menyiapkan format akad wakalah sebagai salah satu syarat pembayaran setoran awal Jemaah haji di BPS-BPIH," terang Ramadhan.
Dalam format akad wakalah tersebut, memang ada klausul yang menyatakan bahwa jemaah yang akan membayar setoran awal BPIH/BPIH Khusus memberikan kuasa/wakalah kepada BPKH untuk mengelola seluruh dana yang dibayarkan sebagai setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus serta nilai manfaat dari pengelolaan tersebut sesuai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dari waktu ke waktu.
"Namun, tidak ada pernyataan dalam format akad wakalah tersebut yang secara eksplisit menyatakan bahwa dana setoran awal BPIH yang dibayar Jemaah digunakan untuk pembiayaan infrastruktur," tegasnya.
• Dukung Relokasi Lapangan Tembak Senayan, Sekjen PDIP: Nanti Bisa Dijadikan Pusat Kuliner
Menurut Ramadhan, akad wakalah ini diperlukan untuk memastikan jemaah bersedia dananya dikelola oleh BPKH.
Jika tidak ada akad wakalah, maka dana itu akan menjadi tabungan biasa yang tidak bisa dikelola BPKH.
"Sejak Januari 2018, dana haji tidak dikelola Kementerian Agama, tapi oleh BPKH. Sehingga, kewenangan pengelolaan keuangan haji, termasuk soal akad menjadi wewenang BPKH," tutupnya.
Diberitakan setkab.go.id, Kepala Divisi Komunikasi dan Humas BPKH, Tanti Widia dalam siaran persnya Kamis (18/10/2018), memberikan tanggapan atas pertanyaan sejumlah kalangan mengenai penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.
Tanti menjelaskan, sejak tahun 2009, Kementerian Agama dan sekarang BPKH telah menginvestasikan dana haji melalui instrumen SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) termasuk Suku Dana Haji Indonesia (SDHI) dengan outstanding per Juni 2018 sebesar Rp37,9 triliun.
“Apabila pada akhir tahun keuangan haji terdapat efisiensi dan nilai manfaat lebih akan dikembalikan ke kas haji milik jemaah haji,” katanya.
Tanti mengatakan, dana haji ini digunakan untuk pembayaran APBN secara umum dan bukan digunakan untuk pembiayaan proyek infrastuktur secara spesifik.
“Menurut keterangan Kementerian Keuangan (30 November 2017) penerbitan SBSN seri SDHI digunakan untuk general financing (pembayaran APBN secara umum), dan tidak digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur secara spesifik (earmarked),” ungkap Tanti.
Tanti menegaskan, pengelolaan dana haji oleh BPKH dilakukan secara transparan, dipublikasikan, diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diawasi oleh DPR.
Karena itu, Tanti menjamin, dana haji yang diinvestasikan di suku dana haji di Pemerintah tetap utuh, bahkan terus dikembangkan dan tidak ada yang berkurang.
“Pemerintah selalu mengembalikan pokok suku dana haji pada saat jatuh tempo dan memberikan imbal hasil tepat waktu dan tepat jumlah,” jelas Tanti.
(TribunWow.com/Ananda Putri Octaviani)