TRIBUNWOW.COM - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turut berpengaruh pada kinerja PT Pertamina.
Hal ini karena Pertamina banyak melakukan impor minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM).
Terkait dengan hal ini, Pertamina telah menyiapkan langkah antisipasi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah, dilansir TribunWow.com dari Kontan.co.id, Jumat (7/8/2018).
Hedging atau Lindung Nilai
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman memaparkan, dalam menghadapi gejolak rupiah, Pertamina melakukan hedging atau lindung nilai.
Hegding dimaksudkan untuk melindungi atau membatasi dana perusahaan dari pergerakan mata uang yang dianggap tidak menguntungkan.
• Andreas Eddy Susetyo: Ekonomi Kita Masih Tumbuh, Tak Banyak Negara yang Bisa Tumbuh di Atas 5 Persen
Arief menyebut pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak akan berlangsung terus-menerus.
"Kan tidak akan terus melemah. Kami sederhana saja, kami ikuti aturan Bank Indonesia (BI) yakni 20% hedging," ungkap Arief.
Tidak Melakukan Pembelian
Arief menyebut tidak akan melakukan pembelian atau pengadaan apabila harga impor BBM yang ditawarkan terlalu tinggi.
"Dan kami juga kan kalau harganya tidak rasional, tidak akan membeli. Kami juga masih ada credit line," jelasnya.
Rencana Revisi Asumsi Nilai Tukar
Tahun ini, Pertamina mengasumsikan nilai tukar rupiah dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2019 senilai Rp 13.800 per dolar AS.
Asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini rencananya akan direvisi.
Arief memaparkan pihaknya belum bisa menyebutkan berapa angka untuk revisi nilai tukar rupiah.
"Ini kan lagi proses revisi. Belum tahu angkanya, makanya kami lagi diskusi sama Kementerian BUMN," tutur Arief..
• Ajak Tak Bandingkan dengan Krisis 1998, Said Didu: Fokus Cari Solusi, Bukan Solusi Bangku Kuliah
Menurunkan Target Laba Bersih
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menjelaskan laba bersih Pertamina hingga semester I tahun 2018 masih jauh dari target.
Fajar Harry Sampurno menyebut laba bersih Pertamina di semester I tahun 2018 yang tidak tercapai senilai Rp 5 triliun.
Menurunnya laba Pertamina disebabkan oleh kenaikan harga minyak di pasar internasional.
Selain itu, pendapatan hulu migas Pertamina tidak cukup menutup kerugian di hilir migas.
Oleh sebab itu, hingga akhir tahun 2018 Kementerian BUMN belum bisa memastikan pencapaian target laba bersih Pertamina sebesar Rp 32 triliun.
Arief menambahkan, pada akhir tahun target laba bersih Pertamina kemungkinan akan turun.
"Itu lagi direvisi. Target akan turun," ungkapnya.
• Dukung Sri Mulyani Hadapi Gejolak Rupiah, Zulkifli Hasan: Waktunya saling Menguatkan
Hingga hari ini, Jumat (7/9/2018), data Bloomberg menyebutkan nilai tukar rupiah berada di level Rp 14.890 per dolar AS.
Dikutip dari bi.go.id, hingga Jumat (7/9/2018), nilai tukar rupiah mencapai Rp 14.884 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).
Sedangkan kurs transaksi Bank Indonesia menunjukkan Rp 14.958 per dolar AS untuk kurs jual dan Rp 14.810 untuk kurs beli. (TribunWow.com/ Qurrota Ayun)