Putut Prabantoro: Pemerintah Harus Mendefinisikan secara Jelas Pengertian Hajat Orang Banyak

Penulis: Qurrota Ayun
Editor: Mohamad Yoenus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AM Putut Prabantoro selaku Keynote Speaker dalam seminar nasional di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Selasa (4/9/2018)

TRIBUNWOW.COM - Alumnus Lembaga Ketahanan Nasional sekaligus Penggagas Indonesia Raya Incorporate (IRI), AM Putut Prabantoro, memaparkan pemerintah harus mendefinisikan secara jelas pengertian hajat orang banyak.

Berdasarkan rilis yang diterima redaksi Tribunwow.com, Rabu (5/9/2018), hal ini disampaikan Putut Prabantoro selaku pembicara utama dalam acara seminar nasional di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Selasa (4/9/2018).

AM Putut Prabantoro selaku Keynote Speaker dalam seminar nasional di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Selasa (4/9/2018) (Istimewa)

Menurut Putut Prabantoro, pendefinisian ini sangat diperlukan untuk menentukan cabang-cabang produksi apa saja yang harus dikuasai negara.

Putut Prabantoro menyampaikan pengertian hajat orang banyak harus diaktualisasi dengan berpijak pada ketahanan nasional.

Di bidang ekonomi, ketahanan nasional akan terwujud jika cabag-cabang produksi yang menguasai hajat orang banyak dikuasai oleh negara.

Seperti bumi, air dan kekayaan alam Indonesia.

Pengertian hajat orang banyak dalam UUD saat pertama kali dibuat sangat berbeda dengan kondisi yang berkembang pada saat ini.

Ketika UUD ini dibuat belum mengenal pulsa.

Padahal sekarang pulsa memasuki urutan atas dan terpenting dalam konsumsi masyarakat.

Oleh sebab itu Putut Prabantoro menilai pulsa harus dimasukkan ke dalam daftar hajat hidup orang banyak.

"pulsa harus dimasukan dalam daftar hajat hidup orang banyak. Sebagai konsekuensinya adalah, industri telekomunikasi di Indonesia harus dimiliki negara,” ujar Putut Prabantoro.

Menurut Putut Prabantoro, jika ternyata industri telekomunikasi dikuasai oleh asing, pemerintah harus membeli kembali industri tersebut dengan minimal kepemilikan 51 persen.

Untuk pengelolaannya, industri telekomunikasi harus dikelola oleh institut gabungan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Putut Prabantoro menambahkan, untuk mekanisme pembagian saham akan dikaji oleh ahli-ahli ekonomi.

Putut Prabantoro juga menjelaskan hal yang sama berlaku bagi seluruh sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Halaman
12