Divestasi 51 Persen Saham Freeport, Fahri Hamzah: Apa yang Diburu? Apakah Berhubungan dengan Pemilu?

Penulis: Wahyu Ardianti
Editor: Mohamad Yoenus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fahri Hamzah

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengkaji ulang soal divestasi 51 persen saham Freeport.

DIlansir TribunWow.com, melalui akun Twitter @Fahrihamzah yang ia tulis pada Sabtu (14/7/2018).

Dalam cuitan tersebut, Fahri melontarkan kritik sejumlah kebijakan dengan harapan demi menjaga harta rakyat Indonesia.

Ia membandingkan divestasi Freeport dengan divestasi Newmont yang saat itu terpkasa dijual kembali ke perusahaan asing.

Fahmri lantas menganalisis jika kesepakatan dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) membuat kaum kapitalis untuk dalam eksport konsentrat dan jaminan perpanjangan operasi tanpa bayar kerugian negara.

"Padahal menurut UU Minerba, ekspor konsentrat bisa dilakukan jika PTFI, kontrak karyanya diubah jadi IUP dan harus membangun smelter di Indonesia (khususnya papua). Sekarang bagaimana?," tulisnya.

Berikut puluhan analisis Fahri Hamzah yang ia tulis di akun Twitternya:

"1. Pertanyaan penting adalah apakah kesepakatan Pemerintah RI via Inalum mendapat saham PTFI 51% adalah prestasi ? Mari menyimak demi kecerdasan menjaga harta rakyat Indonesia.

2. Jawabannya bukan, tak ada perestasi karena saham tersebut harus beli. itu mekanisme pasar biasa. Negara berdaulat tidak selayaknya meletakkan diri serendah itu. Membungkuk serendah perseroan. Ini memalukan.

3. Ingatlah kasus divestasi Newmont, utang membuat daerah tak dapat apa apa dan akhirnya harus dijual lagi, dan sekarang akan dibeli lagi oleh perusahaan asing pasca IPO, dmn kedaulatan divestasi? Kita baru tahu kita ditipu

4. Kesepakatan dgn PTFI membuat FU untung 2 hal scara langsung: 1. bisa eksport konsentrat, 2. dapat jaminan perpanjangan operasi dan tak perlu bayar kerugian negara . Semua ini keuntungan seketika kaum kapitalis itu.

5. Padahal menurut UU Minerba, ekspor konsentrat bisa dilakukan jika PTFI, kontrak karyanya diubah jadi IUP dan harus membangun smelter di Indonesia (khususnya papua). Sekarang bagaimana?

6. Perubahan rezim KK (Kontrak Karya) menjadi IUP (Ijin Usaha Pertambangan), bangun smelter, divestasi saham, perubahan besaran royalti dan luas wilayah penambangan adalah untuk mematuhi UU Minerba, bukan perpanjangan KK. Ini nego apa?

7. Pembahasan perpanjangan KK mustinya dilakukan oleh pemerintahan terpilih tahun 2019, atau 2 tahun sebelum KK berakhir. Apa yang diburu? Rakyat berhak tahu apakah ini ada hubungan dengan pemilu? Atau dukungan negara tertentu?

8. Dan swmua itu harus dilakukan dengan disesuaikan dengan UU Minerba, swbab jika tidak bisa timbulkan kerugian negara. Silahkan KPK menyurih BPK mengaudit secara menyeluruh. kalau berani terbuka sekalian deh.

Halaman
12