"Harusnya di MPR bukan di presiden, ibu Megawati itu itu provokatornya amandemen, amandemen itu terjadi atas semangat ibu Megawati menggusur kedudukan Gusdur, itu tertulis dan menjadi sejarah itu, jadi menurut saya ini pekerjaan sembarangan, semua dikerjain, asal aja, menurut saya ini asal-asalan" ujarnya.
Setelah itu, Ratna meminta agar BPIP mengkaji UUD 1945, Undang-undang, dan pancasila.
"Di undang-undang dasar kita, anti imperialisme dan kolonialisme, tetapi undang-undang yang diamandemen itu, hasilnya semua harta kita dikuasai oleh asing, perusahaan asing ada TKA, dan kini kita terjajah kita, kalau mau diteruskan, ya mohon diteruskan dengan benar," ujar Ratna.
Setelah itu, karni Ilyas memberikan kesempatan kepada mahfud MD untuk berbicara.
Mahfud lantas menanggapi pernyataan Ratna soal hukuman bagi orang yang melanggar pancasila.
• Bicara Menggebu-gebu, Ratna Sarumpaet: Ibu Megawati Itu Provokator Amandemen
"Mbak Ratna yang baik hati, begini, orang yang melanggar pancasila itu di mana-mana, tidak dihukum , sejak dulu, orang yang melanggar ideologi itu tidak dihukum, di Amerika tidak dihukum, orang yang dihukum adalah orang yang melanggar undang-undang yang merupakan terjemahan dari ideologi, orang yang melanggar undang-undang dasar tidak dihukum, orang yang dihukum adalah orang yang melanggar undang-undang dasar yang sudah diturunkan dan diterjemahkan, kalau undang-undang dasar belum diturunkan yang disertai ancaman, berapa hukumannya itu baru," ujar Mahfud.
Setelah itu, Mahfud memberikan beberapa contoh seperti tindakan Gus Dur dan Bung Karno.
"Misalnya, Presiden dilarang membubarkan MPR, Bung Karno melakukan, Gus Dur juga melakukan, itu hukumannya apa, itu tidak ada, hukumannya ya politik aja, sudah diberhentikan tidak dipakai lagi, karena belum ada undnag-undang untuk itu," ujar mahfud.
Setelah itu, Mahfud MD menjelaskan kepada Ratna Sarumpaet terkait tugas BPIP.
"Seperti yang disarankan oleh ibu Ratna, agar BPIP menyeleksi UU yang tidak pancasilais, kami sudah bicarakan dengan MPR, " ujarnya.
Setelah itu, Mahfud MD juga menanggapi usulan Ratna agar memberikan kewenangan BPIP kepada MPR.
"BPIP nggak bener juga kalau ada di MPR, karena MPR kan lembaga permusyawaratan rakyat, nggak boleh memiliki lembaga operasional seperti eksekutif, nggak ada dimana-mana punya seperti itu, itu sudah bener di pemerintah, cuma pemerintah saat itu mau diserahkan ke Lemhanas tapi Lemhanas tidak mau, takut dituduh macam-maca," ujar Mahfud.
Kemudian, Mahfud menegaskan bahwa ia dan anggota BPIP yang ialn tidak pernah mengambil dan mempermasalahkan soal gaji.
"Sampai saat ini kita nggak pernah ambil gaji, malu dong berita yang beredar seperti itu," ujar Mahfud.
Diketahui sebelumnya, Presiden mendatangani Perpres nomor 42 tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ( BPIP).