TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, menilai sistem demokrasi akan semakin baik jika ada banyak kandidat yang mencalonkan diri.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Mahfud MD dalam kicauan Twitternya, Selasa (8/5/2018).
Dalam kicauan tersebut, Mahfud juga melampirkan sebuah berita dari Kompas.com yang berjudul 'Abraham Samad: Kita Belum Bicarakan Soal Siapa Presiden dan Wakil Presiden'.
Dalam berita tersebut, Abraham Samad hadir dalam acara press conference deklarasi calon presiden Republik Indonesia oleh Abraham Samad.
• Unggah Foto Istana Bogor Terdapat Bendera Negara China, Gibran: Ada yang Pengen Tragedi 98 Jilid 2
"Semakin banyak calon, semakin baik. Hidup demokrasi," kicau Mahfud MD.
• Unggah Foto 2 Sosok Ini, Kadiv Advokasi Demokrat Ferdinand Hutahaean: Tanda-tanda Poros Baru Lahir
Kicauan Mahfud tersebut mendapat balasan dari akun @maspiyuuu.
Dalam tweet balasannya @maspiyuuu mengkritisi mengenai kebijakan presidential threshold 20 persen.
Menurutnya, kebijakan tersebut membunuh demokrasi.
Selain itu, @maspiyuuu juga mempertanyakan apakah presidential threshold masih bisa digugat di Mahkamah Konstitusi.
"Semakin banyak calon klo tetap PT 20% namanya membunuh Demokrasi. Apakah PT 20% msh bisa digugat di MK?," kicau @maspiyuuu.
• Ramai Perang Tagar di Media Sosial, Penyablon Kaus #2019GuaPresidennya Banjir Laba
Menjawab balasan tersebut, Mahfud mengatakan bahwa presidential threshold sudah digugat di Mahkamah Konstitusi dan sudah selesai.
Mahfud beranggapan sistem yang ada demokrasi masih memungkinkan seseorang untuk dipilih dan memilih secara bebas.
"Sudah digugat di MK dan sdh selesai, 20%. Final. Makin bnyk calon makin baik itu artinya biar bnyk pilihan yg bs dipilih scr bebas. Soal nanti tak ada yg memilih atau hny dipilih oleh anak dan istrrinya ya tdk apa2. Zaman Orba dulu kalau ada orng mau calon bs dianggap tak waras," kicau Mahfud.
• Perbudakan TKI! Setelah Puluhan Tahun Tak Ada Kabar, Parinah Akhirnya Bisa Pulang ke Indonesia
Yusril akan mengajukan uji materi
Diketahui, beberapa pihak tidak menyepakati adanya presidential threshold. Salah satunya adalah Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra.
Yusril akan mengajukan uji materi terhadap Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 222 terkait presidential threshold.
"Tadi saya sudah memberi masukan dan (akan) menguji kembali pasal 222 dari Undang-undang Pemilu. Khusus pilpres, sudahlah jangan pakai 20 persen-20 persen lah," kata Yusril di lokasi Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PBB di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Jumat (4/5/2018) sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Menurut Yusril, semestinya setiap partai politik peserta pemilu berhak mengajukan capres sebagaimana yang tertulis di UUD 1945.
Ia menambahkan, pencalonan presiden dan wakil presiden nantinya juga akan dibahas di Mukernas PBB.
Menurut Yusril, berdasarkan konstelasi politik sekarang, jika menggunakan ketentuan presidential threshold 20 persen, maka akan berpotensi muncul calon tunggal.
Ia meyakini permohonan uji materi PBB terkait pembatalan presidential threshold akan diterima meskipun sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan dari Partai Idaman.
Ia pun berkaca pada pemilu serentak yang berkali-kali diuji di MK dan akhirnya diterima.
Ia menambahkan akan mengajukam argumen yag berbeda dengan Partai Idaman.
"Argumennya (kami) memang jelas bebeda. Yang PBB belum pernah diuji oleh MK. Belum pernah diperiksa. Ditolak begitu saja karena memang sebelumnya sudah diputuskan bahwa permohonan Partai Idaman tak dikabulkan," lanjut Yusril.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah menolak uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Uji materi ini diajukan Partai Idaman yang teregistrasi dengan nomor 53/PUU-XV/2017.
"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (11/1/2018).
Adapun Pasal 222 mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
Dalam dalil yang diajukan, Partai Idaman antara lain menilai pasal tersebut sudah kedaluwarsa karena menggunakan hasil Pileg 2014 sebagai ambang batas Pilpres 2019.
Partai Idaman juga menilai pasal tersebut tak relevan karena Pileg dan Pilpres 2019 digelar serentak.
Selain itu, Partai Idaman juga menilai pasal tersebut diskriminatif karena menghalangi partai politik baru untuk mengajukan capres.
Namun, dengan ditolaknya uji materi yang diajukan Partai Idaman, ketentuan pasal tersebut tak berubah dan dinyatakan sah.
Dalam pertimbangannya, MK menilai presidential threshold relevan untuk memperkuat sistem presidensial.
Dengan presidential threshold, Presiden yang terpilih nantinya bisa memiliki kekuatan di parlemen.
MK juga menilai Pasal 222 tidak kedaluwarsa karena merupakan UU baru yang disahkan pemerintah dan DPR pada 2017 lalu, bukan UU lama yang digunakan untuk menggelar Pilpres 2014.
MK juga menilai Pasal 222 tidak bersifat diskriminatif.
Meski demikian, MK mengabulkan permohonan Partai Idaman terhadap uji materi Pasal 173 Ayat (1) dan (3) UU Pemilu.
Dengan dikabulkannya permohonan ini, partai lama peserta Pemilu 2014 harus tetap menjalani verifikasi faktual.
"Mengabulkan permohonan untuk sebagian," kata Arief.
Ada dua hakim MK yang mengajukan disssenting opinion atau perbedaan pendapat terkait putusan MK terhadap uji materi Pasal 222, yakni Saldi Isra dan Suhartoyo.
Kedua hakim itu sepakat ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 itu dihapus.
Selain Partai Idaman, ada sejumlah pihak lain yang juga mengajukan uji materi Pasal 222 UU Pemilu.
Mereka adalah Habiburokhman dengan nomor 44/PUU-XV/2017, Effendi Gazali dengan nomor 59/PUU-XV/2017, Hadar Nafis Gumay dengan nomor 71/PUU-XV/2017, serta Mas Soeroso dengan nomor 72/PUU-XV/2017. (*)