Dia mempersilakan lembaga penyelenggara pemilu itu menafsirkan undang-undang.
Namun, kata dia, hasil penafsiran tersebut harus dikonsultasikan melalui rapat dengar pendapat (RDP) antara komisi II DPR RI, KPU RI, Bawaslu RI, dan pemerintah.
"Kami tidak ingin karena kita tidak mau digugat. Kalau itu diputuskan di sini yang akan digugat itu DPR dan pemerintah. Kalau mau bikin sendiri silakan, tanpa harus konsultasi. Ditafsirkan, tetapi itu pasti akan digugat orang," kata dia.
Sementara itu, Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, menanggapi pernyataan dari Zainudin Amali.
Dia tidak dapat berandai-andai apabila keputusan pihaknya melarang mantan narapidana kasus korupsi mendaftarkan sebagai caleg di berbagai tingkatan rentan digugat.
"Kita kan tidak bisa berandai-andai. Sebab rapat RDP belum jadi digelar. Kalau jadi RDP kan kita bisa menakar pandangan-pandangan parpol di komisi dua itu bagaimana. Tapi kalau tidak digelar kami tak bisa melakukan itu," kata Wahyu.
Dia menambahkan, semua keputusan yang diambil diputuskan melalui forum tertinggi di KPU RI yaitu rapat pleno. Sehingga, suara kelembagaan dinilai paling tinggi. (TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)