TRIBUNWOW.COM - Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan isu soal utang pemerintah yang diklaim semakin besar merupakan hasil provokasi masyarakat yang dilebih-lebihkan.
Hal ini ia sampaikan pada saat menjadi narasumber dalam Diskusi Nasional #8 "Indonesia Maju", Minggu (11/03/2018).
"Orang hanya melihat berdasarkan angka untuk memprovokasi masyarakat. Padahal kita sangat transparan dalam hal anggaran," papar Sri Mulyani di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
BACA Soal Pidato Prabowo bahwa Indonesia Bubar Tahun 2030, Kesimpulan Dede Budhyarto Jadi Sorotan
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman melalui akun Twitter resminya @msi_sohibuliman menuliskan cuitan sebagai berikut:
"Beberapa hari yang lalu, sy sempat ditanya oleh jurnalis tentang kondisi Utang Pemerintah saat ini. Sebelumnya, Menkeu menilai isu utang yg bergulir di publik sebagai isu yg dilebih-lebihkan dan cenderung menghasut publik. Sy kira itu respon yg kurang bijak.
Di negara demokrasi, perdebatan substantif ttg kebijakan publik sangat baik dilakukan. Utang pemerintah termasuk isu publik yg krusial. Dg kontestasi gagasan dan keterlibatan dialog dg masyarakat akan menjadikan kebijakan publik kt semakin berkualitas.
Isu utang terkait erat dg isu keadilan antar generasi. Siapa yg berhutang, siapa yg menanggung bebannya? Jgn sampai ada anggapan: yg berhutang ‘Zaman Old’ yg bayar ‘Zaman Now”? Generasi mendatang berhak dpt warisan ekonomi yg lebih baik.
Dibawah kepemimpinan Presiden @jokowi jml utang pemerintah bertambah Rp1.430T yakni meningkat dr Rp2.604T (Des'2014) jd Rp4.034T (Feb'2018). Peningkatan tersebut setara dg penambahan jml utang pemerintah Presiden @SBYudhoyono selama 10 tahun (2004-2014).
Rasio utang thd PDB memang masih dlm batas yg diizinkan o/ UU. Tp rasio utang thd PBD trendnya meningkat dr 25% (2014) menjadi 29,2% (2017). Padahal periode seblmnya, rasio tsb berhasil turun signifikan dari angka 57% (2004) menjadi 25% (2014).
BACA Surat Terbuka dari Pegiat Media Sosial Ulin Yusron kepada Amien Rais: Pak Tua Sudahlah
Yang patut diperhatikan jg adalah terkait laju pertumbuhan utang pemerintah (2014-2017) yg mencapai rata-rata 14% per th, yg mana ini jauh melampaui pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara yg masing2 hanya bs tumbuh 5% dan 4% per th-nya. Ini tdk baik!
Kesinambungan fiskal dr APBN kita juga bermasalah. Defisit keseimbangan primer (penerimaan negara dikurangi belanja negara diluar cicilan utang), cukup tinggi. Ini menunjukkan kemampuan bayar utang pemerintah buruk. Utang gagal jadi instrumen pembangunan.
Membengkaknya defisit keseimbangan primer jg bisa diartikan bahwa pemerintah mencetak utang baru buat melunasi utang lama yang sudah jatuh tempo. Gali lobang tutup lobang, begitu kata Bang Haji di salah satu lagunya.
Beban pembayaran cicilan utang terus meningkat setiap tahun. Th 2018-2019 cicilan utang pemerintah yg jatuh tempo mencapai Rp810T. Th 2018, pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Rp414.5T dan pinjaman neto negatif Rp15.3T