TRIBUNWOW.COM - Tahun 1958. Waktu itu sore menjelang magrib. Sebuah sedan hitam keluar dari kota Medan menuju ke arah utara, Binjai.
Meluncur melewati daerah-daerah pegunungan yang penuh dengan tikungan-tikungan, sepi, di sekelilingnya hutan-hutan melulu.
Pengemudi yang berpakaian preman, sendirian saja di belakang setir, bersiul-siul menikmati udara sejuk dan keindahan alam meskipun ia ke Binjai tidak untuk berpiknik tapi melakukan dinas.
Tapi tiba-tiba … “dorr…. singgg” Kesunyian yang indah itu dipecahkan oleh sebuah ledakan tajam yang menggema, memantul pada dinding-dinding pegunungan.
Populer: Seorang Polisi Bingung saat Anak 9 Tahun yang Biasa Menyapanya Tak Muncul, Ternyata Sesuatu terjadi
Suara tembakan yang jelas diarahkan ke mobil tersebut kaena nyaris menyerempet kaca depannya.
Pengemudi mobil itu, ia adalah Pak Hoegeng, sadar akan bahaya dan dengan gerak reflek menginjak rem.
Ragu-ragu sejenak, memutar kendaraan pulang ke Medan atau maju terus.
Ada kemungkinan penghadangan yang lain di depan maupun di belakang.
Akhirnya keputusan melesatkan kendaraan itu maju terus, kabur dengan kecepatan maksimal.
Selamat Pak Hoegeng sampai ke Binjai, tapi di sana sempat “dimaki-maki” oleh rekan-rekannya.
Sudah berulang kali diperingatkan agar jangan suka keluar rumah sendirian, sebab berbahaya bagi keselamatan dirinya.
“Tapi selalu saja kamu membandel. Sekarang rasain.” Malam itu ia kembali ke Medan dengan diantar oleh satu regu Brimob.
Polisi: Video Kejar-kejaran Mobil Polisi dengan Terduga Pelaku Pemerkosa Siswi SMP, Berakhir dengan Tabrakan
Peristiwa di atas terjadi ketika Pak Hoegeng yang sewaktu itu masih AKBP, menjabat sebagai Kepala Reskrim Kantor Polisi Sumatra Utara di Medan dari permulaan 1956–1959.