Sebab, saya mencium aroma adu domba antar kelompok di sini, baik antar kelompok yg berbeda agama, maupun antar kelompok dalam satu agama.
Kalau kita tarik lagi ke belakang, sebelum peristiwa kekerasan di Gereja Lidwina, kita mencatat setidaknya ada empat serangan serupa yg kebetulan menimpa pemuka kalangan Islam dari ormas yg berbeda-beda.
Pertama, kekerasan thdp K.H. Emron Umar Basyri, pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka, seorang tokoh NU. Kedua, serangan thdp Ustad Prawoto, salah satu tokoh Persis (Persatuan Islam), yg akhirnya meninggal dunia.
Ketiga, serangan thdp seorang santri dari Pesantren Al-Futuhat Garut, oleh enam orang tak dikenal.
Dan keempat, serangan thdp Ustad Abdul Basit, yg dikeroyok sejumlah orang di Jalan Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat.
BACA Begini Penjelasan Mahfud MD soal Hukum Mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek
Serangan-serangan tsb terlihat memiliki pola target yg sama.
Sasarannya adalah tokoh atau kelompok keagamaan.
Menariknya, sejumlah penyerang yg berhasil diidentifikasi juga memiliki identitas tuggal, yaitu diduga sebagai orang gila.
Kejadian-kejadian tadi jadi ada polanya.
Sehingga, jangan heran jika ada sebagian dari kita yg menduga bhw saat ini sedang ada semacam upaya adu domba antarumat beragama di sini, apapun kepentingannya.
Isu agama adlh isu sensitif. Sehingga, aparat kepolisian harus bekerja cepat dan transparan, agar tidak muncul spekulasi dan prasangka yg bisa memicu konflik di tengah masyarakat.
Terlebih di tahun-tahun politik seperti sekarang. Upaya-upaya yg mengarah kepada adu domba, membentur-benturkan masyarakat, semakin banyak.
Itu sebabnya pemerintah, dlm hal ini aparat keamanan, harus bisa mengantisipasi agar peristiwa serupa tak terulang lagi.
Dari sisi keamanan, rentetan tindak kekerasan ini mrpkn tamparan bagi pemerintah.