OK pertama berorasi agar pemerintah cepat menyelesaikan masalah, apakah ada solusi yang ditawarkan?
nah kalau belum, diskusikan sebelum berorasi, jadi memberi kritikan dengan solusi.
contohnya : karena di sana belum banyak puskesmas jadi tingkat kesehatan rendah, kami meminta bantu pemerintah untuk membuatkan puskesmas atau menambah armada kesehatan ke sana karena jumlah tenaga dengan jumlah penduduk yang sakit tidak seimbang, - tentu bawa data bukan hanya omogngan.... dan solusi-solusi lainnya.
3. kalau sudah orasi dan punya solusi tapi tidak digubris pemerintah, kan BEM punya ikatan seluruh mahasiswa yang seindonesia tadi, buat kegiatan bhakti di sana, kumpulin dan musywarahkan dengan BEM seluruh Indonesia. tapi kan uangnya gk ada, trus waktunya juga untuk kuliah?
Baca: Soal Kartu Kuning Jokowi: Partai Politik Manfaatkan Momentum untuk Kepentingannya?
oke saya tahun 2013 mengikuti kegiatan pramuka perguruan tinggi se-Indonesia, kita hidup bareng bahkan mandi di sungai bersama masyarakat dan itu biaya nya dapat dari DIKTI waktu itu.
masak jaman now gak ada biaya untuk kegiatan sekelas BEM dari Dikti. kalau memang tidak ada mungkin karena kegiatannya justru kurang menarik.
kalau masalah waktu, meninggalkan kuliah seminggu katakanlah pas libur semester bukannya lebih abdol, trus caranya bagaimana panitianya bagaiamana ngaturnya? itu lah tempat kita belajar.
4. Adek dan Pak Jokowi kan sama-sama seorang presiden.
Pertanyaannya seberapa banyak yang sudah adek sumbangkan ke Indonesia dibanding Pak Jokowi?
saya bukan berarti membela pemerintah, tapi kalau melihat adek memberi kritik tanpa ada solusi, apalagi tak mengerti kondisi di sana itu justru merepotkan diri.
Baca: Gaji PNS Muslim Dipotong untuk Zakat, Mahfud MD: Gajinya Hampir Habis Buat Utang, Kasihanilah Mereka
Bagusan mana mengkritik tanpa henti atau memberi solusi tanpa henti.
tentunya sambil memberdoa buat kemajuan negeri.
Jadi aktivis itu perlu, tapi jadi mahasiswa solutif itu lebih bermutu.