Korupsi EKTP

3 Nama Politisi PDIP Hilang di Dakwaan Setnov, KPK: Perlu Waktu Ungkap Keterlibatan dan Peran Mereka

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Anggota Komisi II DPR yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3/2017). Selain Ganjar, anggota DPR Agun Gunandjar dan Gubernur BI Agus Martowardojo juga menjadi saksi terkait kasus dugaan korupsi penerapan KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

TRIBUNWOW.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan terus mengusut pihak-pihak lain yang ikut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.

Termasuk tiga nama politisi PDIP yang hilang dalam dakwaan terdakwa Setya Novanto yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menkumham Yasonna Laoly dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

Dilansir Tribunnews.com, Wakil ketua KPK Saut Situmorang mengakui pihaknya perlu hati-hati untuk mencantumkan nama-nama yang diduga terlibat pada korupsi e-KTP, khususnya nama ketiga orang tersebut.

"KPK bekerja atas hukum, hukum pembuktian, penyebutan nama memerlukan kehati-hatian," tegas Saut dalam pesan singkatnya, Jumat (15/12/2017).

Menurut Saut, pihaknya memerlukan waktu untuk mengungkap peran dari ketiga orang tersebut. Penyidik, masih harus mengumpulkan bukti-bukti untuk menguatkan semua hal yang menjadi fakta persidangan.

"Perlu kecukupan bukti sehingga dalam beberapa hal ada kalanya memerlukan waktu pula," tegas Saut.

Meski begitu, diakui Saut saat ini KPK tidak hanya fokus pada perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto.

Baca: Viral! Pesulap Asal Indonesia The Sacred Riana Juara Asias Got Talent 2017, Hadiahnya Bikin Melongo

Saut menyatakan, KPK berupaya keras membongkar keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail, mempertanyakan hilangnya tiga nama politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dari surat dakwaan Setya Novanto.

Diketahui, saat proyek e-KTP berjalan, Yasonna dan Ganjar duduk di Komisi II DPR, sedangkan Olly merupakan pimpinan Badan Anggaran DPR.

"Kenapa kok tiba-tiba di perkara ini namanya hilang, namanya Ganjar yang menerima uang hilang. Bukan hanya Pak Ganjar, Yasonna Laoly hilang, Olly Dondokambey hilang. Apa yang terjadi, negosiasi apa yang dilakukan oleh KPK," kata Maqdir usai sidang pembacaan dakwaan Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/12/2017) malam.

Maqdir mengatakan, ketiga nama tersebut sebelumnya ada pada surat dakwaan tiga terdakwa sebelumnya, yakni dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Ketiganya didakwa menerima suap dari proyek e-KTP saat masih menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014.

Ganjar disebut menerima suap sebesar 520.000 dollar AS, Yasonna 84.000 dollar AS, dan Olly 1,2 juta dollar AS.

"Saya tidak melihat partai, tetapi saya lihat personal orang, yang di dakwaan lain menerima uang, tiba-tiba disini (dakwaan Novanto) raib, ada apa itu," kata dia.

Menurut Maqdir, ada banyak perbedaan rangkaian fakta yang diuraikan jaksa jika dibandingkan surat dakwaan untuk tiga terdakwa sebelumnya.

Maqdir mengatakan, jika Setya Novanto disebut didakwa bersama-sama dengan pihak lain, maka seharusnya rangkaian fakta yang diuraikan sama antara masing-masing terdakwa.

Kepada Majelis Hakim, Maqdir mengajukan nota keberatan eksepsi atas surat dakwaan Novanto.

Hakim memberikan waktu satu pekan bagi pengacara untuk menyiapkan materi eksepsi.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum KPK Irene Putrie mengatakan, perbedaan materi dakwaan Novanto dan tiga terdakwa sebelumnya merupakan hal yang wajar.

Sebab, dalam menyusun setiap dakwaan, Jaksa akan fokus kepada rangkaian perbuatan yang dilakukan terdakwa.

"Dalam dakwaan splitsing (pemisahan berkas perkara) itu kami akan fokus pada perbuatan terhadap terdakwa tertentu. Jadi rangkaian cerita untuk terdakwa tertentu akan fokus ke Novanto, pada dakwaan Irman akan difokuskan ke Irman, dan itu biasa," kata Irene.

Di sisi lain, sehari sebelumnya, Ganjar diketahui telah mendapat penghargaan dari KPK, Selasa (12/12/2017).

Penghargaan tersebut diberikan kepada Pemprov Jawa Tengah, sebagai pemerintah daerah dengan tingkat kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) terbaik tahun 2017.

Penghargaan ini adalah kali ketiga yang didapatkan Pemprov Jawa Tengah secara bertutur-turut ini dan diserahkan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarief kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dalam rangkaian peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2017, di Hotel Bidakara Jakarta.

Ganjar mengatakan, sejak awal menjabat dirinya serius ingin mewujudkan reformasi birokrasi di Jateng.

Salah satunya dengan mendorong pelaporan LHKPN untuk perwujudan birokrasi yang bersih.

"Dengan pelaporan harta yang tertib, maka penerimaan pejabat yang tidak sah, baik dari hasil korupsi maupun gratifikasi, bisa diminimalkan," katanya melalui siaran pers Pemprov Jateng kepada TribunJateng.com.

Sementara itu, Setya Novanto didakwa melakukan intervensi penganggaran proyek pengadaan e-KTP yang berlangsung di DPR RI pada 2009-2013.

Jaksa mendakwa politikus Partai Golkar itu Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pada dakwaan alternatif, jaksa menyangka Novanto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke- KUHP.

Atas serangkaian pasal yang didakwakan terhadap dirinya, Novanto terancam hukuman maksimal berupa pidana penjara selama 20 tahun.

"Terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional," tutur JPU KPK, Irene Putri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Baca: Konser DWP Disebut Maksiat dan Didemo Ormas, Kadisparbud DKI Jakarta Beri Jaminan Seperti Ini

Seperti diberitakan sebelumnya, Setya Novanto selesai menjalani sidang dakwaan sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi proyek E-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Surat dakwaan Setya Novanto selesai dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pukul 20.40 WIB.

Mantan Ketua Fraksi Golkar itu diantaranya didakwa telah memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek e-KTP.

Selain itu, Setya Novanto diperkaya dengan mendapat jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga 135.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,3 miliar (kurs 2010). (*)