Korupsi EKTP

KPK Tak Hadir dan Minta Sidang Praperadilan Setya Novanto Ditunda, Ada Apa?

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto kolase Setya Novanto (kiri) dan Hakim Kusno.

TRIBUNWOW.COM - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2017).

Selain tidak hadir dalam persidangan, pihak KPK juga meminta sidang praperadilan Setya Novanto ditunda selama tiga minggu.

Dilansir Kompas.com, Ketua KPK Agus Rahardjo meminta sidang praperadilan ditunda karena pihaknya masih mempersiapkan pelimpahan berkas penyidikan Setya Novanto ke pengadilan.

"Di dalam sidang pertama (hari) ini, kami mengajukan minta waktu untuk mundur kalau tidak salah tiga minggu. Terserah Pak Hakim mau berikan berapa," ujar Agus.

Sebelum melimpahkan berkas penyidikan ke pengadilan, KPK harus menyelesaikan pemeriksaan saksi yang meringankan Setya Novanto.

Agus mengatakan, KPK masih memerlukan waktu untuk menyelesaikan proses pemeriksaan itu.

"Perlu waktu juga untuk memeriksa itu. Mudah-mudahan nanti kami bisa cepat," kata Agus.

Agus optimistis, berkas penyidikan Setya Novanto akan segera selesai dan dilimpahkan ke pengadilan sebelum sidang praperadilan Novanto berikutnya.

Hakim Kusno, hakim tunggal yang memimpin persidangan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, membacakan surat ketidakhadiran KPK tersebut.

Kusno mengatakan, surat dari KPK perihal permintaan penundaan sidang diterima pengadilan pada Selasa (28/11/2017).

Surat bernomor B 887/HK.07.00/56/11/2017 itu ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kusno mengatakan, KPK selaku termohon tidak dapat hadir dan memohon kepada hakim untuk menunda sidang karena alasan mempersiapkan bukti surat, administrasi lain, dan berkoordinasi dengan pihak terkait.

"Untuk itu kami mohon Ketua Pengadilan cq hakim dapat menunda minimal persidangan praperadilan 3 minggu ke depan," kata Kusno membacakan surat dari KPK, di Ruang Sidang Utama PN Jakarta Selatan.

Kusno menyebutkan, surat yang dikirimkan KPK atas nama Kepala Biro Hukum KPK, dengan tembusan Pimpinan KPK, Sekjen, Deputi Penindakan, dan Deputi PIPM KPK.

Hakim kemudian meminta tanggapan penasihat hukum Novanto mengenai penundaan tersebut.

Ketut Mulya Arsana, penasihat hukum Ketua DPR Setya Novanto memberikan tanggapan tertulis atas ketidakhadiran pihak KPK pada sidang praperadilan perdana.

Tanggapan tertulis itu dia bacakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2017).

Baca: Dilecehkan & Dipukul Pacarnya, Wanita Ini Akhirnya Ungkap Kekerasan yang Sudah Ia Alami Setahun!

Ketut menyatakan, pihaknya sudah memperkirakan KPK tidak akan hadir di sidang perdana ini, sehingga sudah menyiapkan tanggapan tertulis.

Poin pertamanya, Ketut menyatakan bahwa praperadilan diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP.

Khusus terkait hukum acaranya di atur dalam 82 KUHAP huruf c.

Pasal 82 KUHAP huruf c yaitu menurut dia mengatur pemeriksaan perkara dilakukan secara cepat selambat-lambatnya 7 hari harus sudah dilakukan.

"Dengan demikian perkara permohonan ini demi hukum dan hak asasi manusia klien kami, maka mohon pemeriksaan dilaksanakan sesuai jangka waktu dengan pemeriksaan cepat 7 hari tersebut," kata Ketut, di ruang sidang PN Jaksel, Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Kedua, dengan asas cepat dan biaya ringan, pengadilan dinilai sudah seharusnya mempertimbangkan permohonan penundaan oleh KPK bertentangan dengan asas peradilan.

"Sehingga tidak ada dasar dan alasan hukum untuk dikabulkan oleh yang mulia," ujar Ketut.

Pada poin ketiga, pihaknya mencermati beberapa pemberitaan media cetak dan elektronik, di mana KPK berniat mempercepat proses pelimpahan pokok perkara ke Pengadilan Tipikor.

Karenanya, penundaan waktu praperadilan yang dimohonkan KPK menurut dia terkesan ada unsur kesengajaan untuk menghambat proses pemeriksaan praperadilan yang diajukan Novanto.

"Hal tersebut jelas termohon KPK telah melakukan dan menunjukan itikad tidak baik," ujar Ketut.

Poin keempat, praperadilan ini, lanjut Ketut, untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka Novanto di mana proses penyelidikan dan penyidikannya dilakukan KPK.

Karenanya, dia menilai tidak ada alasan pihak KPK tidak siap menghadapi praperadilan ini.

Dia juga melihat KPK dalam pernyataannya juga menyatakan siap menghadapi praperadilan tersebut.

Apalagi, lanjut dia, praperadilan kedua yang diajukan obyek, subyek, bukti dan atas sangkaan yang sama seperti praperadilan yang pertama.

"Kami sudah sangat yakin termohon sangat siap," ujar Ketut.

Kemudian yang kelima, Ketut mengatakan proses praperadilan dibatasi dalam Pasal 82 KUHAP huruf d.

Jika suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.

"Dalam putusan MK nomor 102/PUU-XIII/2015 frasa suatu perkara sudah mulai diperiksa dimaknai sebagai pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa," kata Ketuut.

Poin keenam, Ketut menyinggung soal praperadilan KPK yang terdahulu di mana dia menyebut pihak KPK memiliki kuasa hukum yang banyak, lebih dari 10 orang.

Karenanya permintaan penundaan sidang dinilainya tindakan yang mengada-ada dan tidak beralasan kalau KPK tidak siap.

Poin ketujuh atau yang terakhir, dia menyatakan permintaan KPK menunda sidang mencederai proses hukum yang diajukan Novanto.

"Hal ini akan manjadi presden buruk dari dunia peradilan apabila penundaan dari pemohon dikabulkan hakim," ujar dia.

Ketut kemudian meminta hakim menunda sidang tiga hari ke depan.

Akan tetapi, hakim tunggal Kusno, memutuskan sidang ditunda sampai 7 Desember 2017 mendatang. (*)