Setiap harinya, kata Alfiani, dia mendapatkan omzet kotor Rp 450.000 hingga Rp 500.000.
Dari omzet itu, dia mendapatkan komisi dari kakaknya rata-rata Rp 50.000 dan makan.
Alfiani mengatakan tidak malu jika saat berjualan cilok ketemu dengan teman kuliahnya.
Dia malah percaya diri. Bahkan teman-teman kuliahnya diajak untuk jajan membeli ciloknya.
Tak Lagi Latih Timnas U-19, Indra Sjafri: Saya Ingin Berkontribusi untuk Mimpi Besar
"Saya pede saja. Malahan saya suruh teman-teman jajan di sini semuanya, dan puji Tuhan banyak yang jajan di sini," ungkap Alfiani.
Kendati lelah berjualan cilok dari pagi sampai sore, Alfiani merasa bangga bisa membiayai kuliah dengan hasil keringatnya sendiri.
Seusai berjualan cilok, Alfiani kemudian kuliah sampai malam hari.
Dia mengaku awalnya malu saat berjualan cilok karena dianggap sebagai pekerjaan tidak bergengsi.
"Awalnya saya malu karena pekerjaan ini tidak bergengsi, tetapi mau tidak mau harus pede saja," kata dia.
Alfiani juga mengatakan bahwa jiwanya sudah biasa berwirausaha. Untuk itu, dia lebih senang bekerja di lapangan ketimbang bekerja di belakang layar.
"Kalau jualan untungnya banyak dan bisa berinteraksi dengan banyak orang," jelas Alfiani.
Setelah lulus kuliah, Alfiani berencana tak lagi berjualan cilok.
Dia akan mencari pekerjaan sesuai dengan jurusan kuliahnya. (*)
Berita ini telah dipublikasikan Kompas.com dengan judul Cerita Seorang Mahasiswi di Solo Jual Cilok untuk Biaya Kuliahnya