TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta pengacara Setya Novanto agar jangan bermain sirkus dan berakrobat, hanya untuk selamatkan klien.
Dilansir KompasTV, Senin (20/11/2017), ia menyampaikan bahwa pengacara boleh membela kliennya, tapi harus dengan cara yang terpuji.
Menurutnya, mengatur skenarion, menyembunyikan, dan pura-pura sakit adalah cara yang tidak patut dilakukan.
"Seorang tersangka harus dibantu dan dilindungi hak-haknya hukumnya, ya, tetapi dengan melakukan manipulasi, menyembunyikan tersangka, lalu mengatur skenario pura-pura sakit, dan sebagainya, itu tidak patut," ucapnya.
Mahfud MD meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk hati-hati dalam menangani kasus Setya Novanto.
Dari video tersebut, Mahfud MD juga menerangkan bahwa meski dengan asas praduga tak bersalah, masyarakat tetap boleh membahas kasus Setya Novanto secara terbuka.
"Boleh, begini, asas praduga tak bersalah itu, bukan berarti kita tak tak boleh menduga seseorang bersalah, kita berdiskusi seseorang terlibat korupsi itu boleh, bahkan berkesimpulan secara sosial si A itu melakukan korupsi juga boleh," ucapnya.
"Asas tak bersalah itu artinya, seseorang tidak boleh diperlakukan sebagai orang yang sudah divonis melalukan kesalahan, dalam kasus Pak Novanto, asas praduga tak bersalahnya dia itu ditahan, tidak dipenjara, dia boleh ketemu pengacaranya, dan sebagainya, hartanya belum boleh dilelang, oleh karena itu, KPK, Jaksa, Kepolisian, ditugaskan oleh hukum, memulai pekerjaannya dengan praduga bersalah. Oleh karena itu ada orang diduga bersalah, disangka bersalah. Tetapi akibat-akibatnya hukumnya itu jangan seperti yang berlaku pada orang yang sudah divonis bersalah dan meyakinkan," Sambungnya.
Setya Novanto resmi dibawa ke rutan pada Senin (20/11/2017).
Setya Novanto tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (19/11/2017) untuk diperiksa.
Usai menjalani pemeriksaan, Setya Novanto dipindah ke rutan KPK di Kuningan, Jakarta.
Saat tiba di gedung KPK, Setya Novanto sudah mengenakan rompi oranye dan duduk dikursi roda.
Akan tetapi saat keluar gedung, Setya Novanto sudah tampak tak lagi menggunakan kursi roda tersebut.
Setya Novanto juga memberi pernyataan terkait kasus dan statusnya.
"Saya belum pernah mangkir, yang tiga kali saya diundang saya selalu memberikan alasan jawaban karena ada tugas-tugas, yaitu (saat) menyangkut saksinya saudara Anang," kata Novanto, usai pemeriksaan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Novanto mengatakan, KPK baru satu kali memanggilnya sebagai tersangka, setelah dia ditetapkan kembali menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
"Saya dipanggil menjadi tersangka baru sekali tahu-tahu sudah dijadikan sebagai penangkapan tersangka," ujar Novanto.
Seperti diberitakan sebelumnya, Fredrich Yunadi, Pengacara Setya Novanto mengatakan kliennya mengalami kecelakaan, pada saat akan menuju salah satu televisi swasta untuk wawancara.
Rencananya, setelah melakukan wawancara, Setya Novanto akan menuju ke KPK untuk memenuhi panggilan pemeriksaan.
Sebelumnya, Setya Novanto menghilang saat KPK mendatangi kediamannya.
Setya Novanto juga telah beberapa kali mangkir dari panggilan KPK karena berbagai alasan.
Terkait statusnya yang kembali menjadi tersangka, Setya Novanto juga telah mengajukan praperadilan pada 15/11/2017.
Gugatan parperadilan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Ya benar. Pengajuannya Rabu 15 November 2017," ujar Kepala Hubungan Masyarakat PN Jaksel Made Sutisna, Kamis (16/11/2017).
Menurut Made, belum ada penunjukan hakim tunggal yang akan mengadili sidang praperadilan Setya Novanto.
Made mengatakan, sidang perdana praperadilan biasanya digelar satu pekan setelah gugatan didaftarkan.
Sebelumnya, Setya Novanto juga telah mengajukan praperadilan atas status tersangka yang disandangnya.
Setya Novanto menang dalam gugatan praperadilan tersebut.
Penetapan tersangka pertama tersebut dibatalkan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar.
Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama dengan Anang, Andi, Irman dan Sugiharto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sindiri dan orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun rupiah dari nilai paket pengadaan Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. (*)