Agus Junaedi, mantan pengelola TPA Jatibarang, mengemukakan gagasan untuk warung tersebut pada tahun 2014, saat walikota Semarang Hendrar Prihadi menugaskannya untuk mengurangi jumlah sampah plastik di tempat pembuangan akhir.
40% dari 800 ton limbah yang ditambahkan ke tempat pembuangan akhir sehari-hari adalah plastik, yang tidak dapat terurai.
Menurut Junaedi, dengan harga plastik yang murah saat itu, tidak ada orang yang mau mengumpulkan sampah plastik.
"Tentu, tidak ada yang mau mengumpulkan sampah plastik. Jadi, kami pikir, kenapa kita tidak menyuruh para pemulung untuk membayar makanannya dengan sampah plastik," kata Junaidi pada Channel News Asia.
Selain itu, setelah kebakaran pada tahun 2014 menghancurkan hampir 10 hektar lahan, Junaedi menyadari bahwa gas metana di TPA dapat dimanfaatkan sebagai komoditas yang berharga.
Sekarang tersedia untuk digunakan secara gratis bagi penduduk sekitar Jatibarang, dan juga di Warung Gas Metana.
"Kami ingin mengubah pola pikir, untuk melihat sampah sebagai komoditas yang bermanfaat. Mudah-mudahan, orang akan mulai mendaur ulangnya dan mengurangi jumlah sampah yang masuk ke tempat pembuangan sampah setiap hari," lanjut Junaedi.
"Saya senang melihat pelanggan menikmati makanan mereka, orang miskin juga harus memiliki hak untuk menikmati makanan sehat. Saya ingin memberi mereka kesempatan itu sebanyak mungkin," kata Sarimin kepada NHK World.