Adapun, barang bukti berupa video pemeriksaan Miryam di Gedung KPK telah diperiksa oleh tim ahli psikologi forensik.
Pemeriksaan itu kemudian dibuat dalam laporan analisis.
"Sebagaimana ahli tidak menemukan adanya tekanan, karena banyak pertanyaan pendek penyidik, dijawab dengan panjang lebar oleh terdakwa. Ahli mengatakan, dapat disimpulkan tidak ditemukan adanya tekanan," kata Anwar.
• Curhat Pengen Kuliah Kedokteran dan Tak Ribet, Bella Shofie Diserang Netter: Kuliah Ribet Semua Neng
Kemudian, hakim sependapat dengan keterangan ahli pidana Noor Aziz Said.
Menurut ahli, daya paksa berupa tekanan atau ancaman harus nyata dirasakan, bukan sekadar anggapan.
"Terdakwa mengatakan terisolir. Tapi, dapat keluar masuk ruangan. Laporan ahli psikologi forensik menyatakan tidak ada tekanan dan pemaksaan, sehingga pencabutan keterangan terdakwa tidak punya alasan hukum," jelas Anwar.
Menurut majelis, pernyataan Miryam berbanding terbalik dengan kesaksian tiga penyidik KPK yang dihadirkan saat persidangan Irman dan Sugiharto pada tangal 30 Maret 2017.
Ketika itu, Miryam dikonfrontasi dengan ketiganya.
"Keterangan terdakwa yang mengatakan ditekan dan diancam adalah keterangan yang tidak benar. Hal itu bertentangan dengan fakta, saksi dan alat bukti lain," ujar hakim Anwar.
Menurut majelis, Miryam juga terbukti menerima uang dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP elektronik Kemendagri Tahun 2011-2012 dengan nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun.
Proyek tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Majelis menganggap pengakuan Miryam yang dituangkan dalam BAP yang telah dicabut sebelumnya adalah keterangan yang sesungguhnya.
"Bantahan terdakwa tidak punya alasan hukum," kata hakim Anwar.
Diketahui, pencabutan tiga BAP Miryam S Haryani saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 23 Maret 2017 lalu, menjadi awal pihak DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket tentang dugaan pelanggaran lembaga KPK.